Hidup ini adalah sebuah pilihan. Dia selalu menuntut kita untuk mengambil sebuah keputusan. Ada konsekuensi dari keputusan kita, dan itu harus kita hadapi. Tidak boleh ada penyesalan, melainkan ketegaran sebagai tanda kedewasaan kita diuji di sana.
Bagaikan di sebuah persimpangan jalan tanpa rambu penunjuk, begitulah kita diperhadapkan dengannya. Ibarat dua kutub berbeda yang saling mendorong dan bertolakbelakang, begitulah dia menyeret kita untuk mengikuti arah tertentu. Seperti pedang bermata dua yang sama-sama tajam dan berbahaya, seperti itulah pilihan yang siap mengiris dan merobek hati kita kalau kita salah melangkah.
Ada saatnya pilihan itu begitu berat harus kita lalui. Sedapat mungkin kita menghindarinya, karena begitu sulit untuk diputuskan. Tetapi apakah kita sanggup? Pilihan itu terus mengejar kita, mengintai laksana bayangan kemanapun kita pergi, dan menghantui kita dalam kegelapan malam. Laksana suara lengkingan serigala malam hari mengingatkan kita bahwa itu ada, dan menanti kita menerjangnya.
Berbahagialah kita kalau pilihan kita itu berakhir dengan kegembiraan. Rayakanlah itu. Bersukalah untuknya. Nikmatilah dia sebagai kado dan hadiah yang sudah sepantasnya kita terima. Tetapi janganlah cepat terlena dengannya, karena sebuah persimpangan lain yang menuntut kita untuk menentukan pilihan dengan setia menanti kita. Jangan pernah kendor, buang jauh-jauh sikap terlena, pasanglah sikap waspada ... karena dia sedang mengintip kita lengah untuk memangsa kita.
Namun kalau pilihan itu berujung pada tumpahan air mata, itu adalah harga yang harus kita bayar. Kita tidak mungkin menggugatnya, karena itu adalah maunya kita. Mustahil kita memprotesnya karena itu adalah keinginan kita. Jangan mengeluarkan kata mengapa karena itu adalah keputusan akhir kita. Bersikaplah tegar, karena ini adalah tempat dan cara untuk menuntut pertanggungjawaban kita. Belajarlah untuk menjadi lebih bijaksana. Bersikap dewasalah karenanya.
Dan diriku berada di persimpangan tersebut. Ke arah manakah aku harus melangkah? Pilihan manakah yang menjadi jalanku? Selalu aku mengabaikannya ... tetapi dia mengejarku terus. Aku bingung ... frustasi ... kehabisan akal ...
Bagaikan di sebuah persimpangan jalan tanpa rambu penunjuk, begitulah kita diperhadapkan dengannya. Ibarat dua kutub berbeda yang saling mendorong dan bertolakbelakang, begitulah dia menyeret kita untuk mengikuti arah tertentu. Seperti pedang bermata dua yang sama-sama tajam dan berbahaya, seperti itulah pilihan yang siap mengiris dan merobek hati kita kalau kita salah melangkah.
Ada saatnya pilihan itu begitu berat harus kita lalui. Sedapat mungkin kita menghindarinya, karena begitu sulit untuk diputuskan. Tetapi apakah kita sanggup? Pilihan itu terus mengejar kita, mengintai laksana bayangan kemanapun kita pergi, dan menghantui kita dalam kegelapan malam. Laksana suara lengkingan serigala malam hari mengingatkan kita bahwa itu ada, dan menanti kita menerjangnya.
Berbahagialah kita kalau pilihan kita itu berakhir dengan kegembiraan. Rayakanlah itu. Bersukalah untuknya. Nikmatilah dia sebagai kado dan hadiah yang sudah sepantasnya kita terima. Tetapi janganlah cepat terlena dengannya, karena sebuah persimpangan lain yang menuntut kita untuk menentukan pilihan dengan setia menanti kita. Jangan pernah kendor, buang jauh-jauh sikap terlena, pasanglah sikap waspada ... karena dia sedang mengintip kita lengah untuk memangsa kita.
Namun kalau pilihan itu berujung pada tumpahan air mata, itu adalah harga yang harus kita bayar. Kita tidak mungkin menggugatnya, karena itu adalah maunya kita. Mustahil kita memprotesnya karena itu adalah keinginan kita. Jangan mengeluarkan kata mengapa karena itu adalah keputusan akhir kita. Bersikaplah tegar, karena ini adalah tempat dan cara untuk menuntut pertanggungjawaban kita. Belajarlah untuk menjadi lebih bijaksana. Bersikap dewasalah karenanya.
Dan diriku berada di persimpangan tersebut. Ke arah manakah aku harus melangkah? Pilihan manakah yang menjadi jalanku? Selalu aku mengabaikannya ... tetapi dia mengejarku terus. Aku bingung ... frustasi ... kehabisan akal ...
Hen, kok lu jadi puitis sih hihi ada apa denganmu ? *pake gaya peter pan*
ReplyDeletekok kek gue seh hen ??? :(
ReplyDeleteikuti kata hati kata miniez ..but kadang kata hati suka plin plan...jadi gak bernyali utk memilih :d
laki2 selalu butuh tempat untuk menyendiri, bersembunyi dalam gua yang aman, setelah dia mendapatkan jalan keluar barulah ia keluar dari gua itu... tertulis dalam buku "Laki2 spt wafer, Perempuan spt bakmi"
ReplyDeleteHendri, disuruh pilih apa sih? Cuman bisa bilang, hidup itu penuh resiko. So, Apapun pilihan kamu, kamu harus siap menanggung resikonya. Take it or leave it. Jangan lupa, minta pendapat Tuhan.
ReplyDeleteGBU!
do your best
ReplyDeletewhatever teh result is
god is in control
hepi wiken, god bless
Hallo... :) Met wiken yach... :) Leot baru nih... :)
ReplyDeleteEmang kadang pas di persimpangan jalan tuh susah banget nentuin pilihan... :)
ada apa dg cinta
ReplyDeletebuatlah daftar masing2 ttg positif dan negatif. yang paling banyak negatifnya tinggalin. hehehe...tambah bingung Hen?
ReplyDeleteHendri, ada yg membuatmu menyerah ???
ReplyDeleteEvan Mom: puitis? hi hi hi ... ada juga yang menjuluki aku puitis, biasanya khan gokil ha ha ha ... Fans Peter Pan juga :))
ReplyDeleteMeli: bukan ikut-ikuan yeee ... Habis emang susah sih pilihannya :(
Xu: Wah ... buku bagus itu. Yang nulis siapa? Laki=wafer, Perempuan=bakmi? *keren juga*
Bev: Aduh jangan dijitak kokomu yang satu ini, ntar otaknya tambah hang gimana :))
Dewi: Begitulah hidup ini yah. Thanks untuk diingatkan. GBU
Mee: thanks. I believe the best will come to me. Gbu 2 :))
ReplyDeleteZilko: Mudah kalo persimpangannya ada rambu, tapi kalo blank? Bingung khan he he
Dian: Cinta baik-baik aja he he ... Naulita itu apa sih? marga?
Tenfams: he he ... bikin pala tambah panas aja :)
Sisca: ha ha ... kalo ada mau tolong uberin ndak *sambil bawa pentungan*
Tinggal dibawa doa aja, minta Tuhan pimpin ke tempat seharus nya kita berada...
ReplyDeleteYen: Iya ... minta dukungan doanya juga yah :)
ReplyDelete