Skip to main content

Belajar Berenang Saat Kepala 3? Its Possible!

Salah satu hal yang mungkin tidak banyak orang tahu tentang aku adalah aku baru bisa berenang saat usiaku menginjak kepala 3. Ups ... aku baru saja membeberkan satu rahasia tentang diriku hehehe. Meskipun aku lahir dan besar di kampung yang notebene banyak airnya (baca: sungai), aku tidak bisa berenang. Dan ketidakbisaanku ini aku pelihara sampai desawa.

Lantas, bagaimana ceritanya akhirnya aku bisa berenang? Sederhana saja. Semuanya berawal saat anak pertamaku menginjak usia Balita.

Layaknya kesukaan para bocah, mereka selalu punya ketertarikan yang besar akan air yang menggenang (baca: kolam renang). Awalnya aku tidak terusik dengan nir-dayaku berenang saat menemani anakku ke kolam renang. Aku masih bisa menikmati ikut nyemplung di kolam anak-anak sambil menggendong dan menemani anaku di sana. Tetapi lama-lama, ketika anakku mulai bosan di habitatnya dan pengen terjun ke kolam orang dewasa, aku baru sadar. Ditambah dengan perasaan 'orang lain melihat' (kegeeranku saja) aku yang tiap kali aku nyemplung hanya bisa jalan di kolam sambil sesekali 'pamer' meluncur -selebihnya langsung gaya batu-. Akupun MEMUTUSKAN ... belajar berenang.

Apakah mudah? Tidak. Kesulitan terbesarku adalah karena aku sudah punya rekam dan keyakinan bahwa aku tidak bisa berenang. Itu mental block utama. Jadi pelajaran pertamaku dalam hal belajar berenang adalah mematahkan hal itu. Selebihnya hal-hal teknis seperti belajar mengapung, menggerakkan kaki di air supaya tidak tenggelam, menyelaraskan gerakan tangan dan kaki, mengatur nafas ... adalah keterampilan yang pelan tapi pasti bisa dipelajari.

Puncaknya adalah ketika aku akhirnya berhasil meyakinkan diriku bahwa aku bisa berenang. Di situlah aku merasakan 'keajaiban'. Pelan-pelan aku mengapung, sedikit demi sedikit bergerak maju ... sampai suatu titik aku kagum dan bangga sama diriku bahwa aku bisa bolak-balik mengitari kolam renang.

Perlu waktu berapa lama aku untuk bisa berenang? Ternyata tidak lama. Ketika sudah tahu caranya, dengan cepat otakku belajar. Seingatku hanya perlu waktu 2 minggu -dengan latihan intens tentunya- aku bisa berenang. Gaya yang dikuasai: kodok :)

* * *

Sebuah konsep BELAJAR yang aku dapatkan dari Andrias Harefa dalam bukunya yang berjudul "Mindset Therapy: Terapi Pola Pikir" adalah Learn-Relearn-Unlearn.

Kata LEARN lebih tepat digunakan dalam proses pembelajaran anak-anak. Proses mendapatkan, memperoleh, mengumpulkan informasi, pengetahuan dan keterampilan, dan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai hidup yang relatif baru. Belajar dalam arti UNLEARN adalah meninggalkan, melepaskan, mencopot, atau membuang pelajaran-pelajaran yang ternyata tidak benar, tidak baik, tidak berguna, tidak mendatangkan manfaat, kurang komplit, kadaluarsa, dan ketinggalan zaman. Sedangkan belajar dalam arti RELEARN yakni memperbaiki pengetahuan yang salah, meningkatkan keterampilan yang kurang, meluruskan pemahaman yang keliru, mengadopsi nilai-nilai baru yang lebih dekat dengan kebenaran, dan seterusnya.

Ribet dengan penjelasan di atas? Kalau iya aku coba hubungkan pengalaman berenangku dengan konsep itu.

Aku sejak kecil sampai dewasa LEARN bahwa berenang itu hal yang susah. Dan hasil LEARNku adalah aku tidak bisa berenang. Sampai aku ketemu pemicunya. di mana aku harus banyak menemani anakku saat berenang, aku dipaksa untuk melakukan UNLEARN. Aku membuang keyakinanku bahwa berenang itu susah -aku memaknainya dengan menghancurkan mental block-ku mengenai berenang-. Setelah proses itu selesai, aku melakukan RELEARN dengan memasukkan hal baru bahwa berenang itu banyak manfaatnya sampai menambah keterampilan teknis berenang.

Acceptable-kah pengalamanku dengan konsep ini?

Banyak sekali pengalamanku yang lain -baik di keluarga, dunia kerja, sosial- yang sadar tidak sadar melewati konsep ini. Dan saya yakin teman-teman juga ada pengalaman serupa. Mau share untuk itu?
~
bun.hendri@gmail.com
@hendribun
www.hendribun.com

Comments

Popular posts from this blog

Pamali

Sedang membantu menyapu rumah. Saat sapuan mendekat pintu depan, istri langsung ambil alih sapu kemudian balikkan arah sapuan ke dalam rumah. Aku : Lho, ngapain sapu ke dalam? Istri : Kalau malam-malam sapu gak boleh ke depan. Ntar rejekinya ikut kesapu ...' * * * Aku percaya, mayoritas teman yang membaca kisah singat di atas akan tertawa -paling tidak tersenyum- sambil mengaku pernah menjadi 'korban' nasehat serupa. Paling tidak begitulah pengakuan sebagian temanku waktu aku melontarkan hal ini sebagai status. Nasehat yang terkenal ampuh untuk membuat kita 'diam' dan 'taat' waktu kecil karena di dalamnya terdapat unsur dan maksud untuk menakut-nakuti. Belakangan setelah kita dewasa kita mengenalnya sebagai nasehat pamali, yang kalau kita analisa dengan nalar ada maksud logis di balik nasehat tersebut. Sebagai contoh. Nasehat yang mengatakan kita tidak boleh menyapu keluar di malam hari karena rejeki akan keluar juga. Kemungkinan maksud nasehat ini dilatarbe...

Introvert yang Memberontak

"Hen, kamu pilih mana. Lembur sampai jam 11 malam atau pergi meeting dengan klien?" Seandainya pertanyaan di atas dilontarkan 8 tahun yang lalu, saya pasti memilih untuk lembur. Tetapi kalau dilontarkan detik ini juga, dengan mantap saya akan memilih meeting dengan klien. Kenapa bisa begitu? Aku adalah seorang introvert yang cenderung ekstrim. Jejak hidupku menceritakan hal tersebut. Waktu SMA aku mengambil jurusan A1 (Fisika) yang notebene banyak hitungan. Masuk kuliah, aku ambil komputer. Pekerjaan pertama? Tidak jauh-jauh. Dengan alasan idealis, aku menekuni pekerjaan yang berhubungan dengan komputer seperti programming, system, trouble shooter, dll. Bisa dikatakan, aku sangat menikmati percumbuanku dengan 'mesin'. Keseharianku juga mengisahkan hal yang sama. Aku lebih suka mengurung diri di kamar dari pada berha-hi-ha-hi dengan banyak orang. Ketika diajak untuk ikut kegiatan-kegiatan yang mengharuskan aku berinteraksi dengan banyak orang, aku cen...