Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2014

Dengarkan Aku Dong ...

'Jalal itu baik atau jahat?' 'Wuiihhh ... kamu gak tahu ya. Awalnya Jalal itu bla bla bla bla bla blaaa ... Kemudian dia kan ketemu bla bla bla bla bla .... Nah, sekarang dia jadi bla bla bla bla bla ...' Itu respon yang aku dapatkan saat iseng bertanya kepada istriku waktu dia asyik menonton salah satu seri India yang lagi hits: Jorda Akbar. Karena remote dikuasai sepenuhnya sama istri, jadi aku hadir saja di ruang nonton sambil bermain sama anak atau melakukan aktivitas lain. Sebenarnya aku bosan dan gak peduli. Tetapi karena penasaran dengan keseruan dan kesetiaan istri dengan tontonan tersebut, isenglah aku bertanya. Dan tahu hasilnya? Selama hampir 15 menit aku diceramahi sama istri, dari awal episode sampai episode yang lagi tayang. Seru benar dia menceritakannya. Sebagai suami yang baik tentulah aku tidak mau mengecewakannya. Aku pun memasang telinga saya, dan mendengar. * * * Mendengar? Yup. Sebuah kegiatan yang tiap saat kita lakukan waktu terbangun. Sebagian o

Menulis Itu Gampang

Satu pertanyaan sederhana. Kalau saya meminta teman-teman untuk memberikan skor 1-10, di mana angka 1 sangat buruk dan 10 sangat bagus, berapakah skor teman-teman ketika diminta untuk menulis? Hmm ... mungkin ada yang memberi angka 3. Ada juga yang menilai dirinya 5. Dan pastinya ada juga yang menjawab 8 ke atas. Tidak masalah berapa skor yang teman-teman berikan. Yang menjadi soal adalah kenapa skor itu muncul. Ketika pertanyaan di atas diajukan, pasti di pikiran teman-teman muncul sejumlah definisi mengenai menulis. Definisi itu kemudian diolah dengan membandingkan definisi tersebut dengan keterampilan dan sejumlah pengalaman yang dimiliki mengenai menulis. Dan dari olahan tersebut muncullah sebuah skor. Begitu bukan? Jadi hampir bisa dipastikan kalau definisi yang kita ambil rumit maka skor yang muncul akan rendah rendah. Tetapi kalau definisi yang muncul sederhana, pastilah skor tinggi yang akan muncul. Kalau begitu, apakah definisi dari menulis itu? Saya coba googling dengan memas

Kalah Sama Anak Kecil? NO WAY!

Cerita 1: Kejadian ini terjadi saat saya berusia 17 tahun, waktu saya masih SMA. Ayah saya adalah tipe orangtua yang sangat keras dalam hal disiplin. Akibatnya saya hidup dalam aturan yang sangat ketat. Salah satu aturan yang berlaku dan harus diikuti adalah setiap kali sekolah bubar, saya harus langsung pulang, tidak boleh mampir kemana-mana. Bisa bayangkan betapa tidak meyenangkan hidup dalam aturan seperti itu. Jadi saya rada cemburu degan teman-teman saya yang punya keleluasaan untuk bersenang-senang. Suatu hari, selesai sekolah saya digoda teman-teman saya untuk jalan-jalan ke pantai. Karena penasaran dan gerah diolok-olok sama teman --selama ini diajak gak pernah mau, tepatnya berani--, saya pun mengiyakan. Dan akibatnya bisa ditebak. Sesampai saya di rumah, saya sudah ditunggu ayah saya, dan saya dimarahi habis-habisan. Entah kenapa saat itu saya punya keberanian membantah. Saya pun bertanya, apa yang harus saya lakukan supaya saya bisa menikmati masa remaja saya seperti teman-t

Tolong ... Emosi saya Dibajak!

Kisah ini terjadi waktu saya masih usia SD. Saya punya seorang adik yang nakal sekali. Nakalnya terutama dalam hal mainan, soalnya setiap kali saya punya mainan baru, pasti dia rusakin. Sebagai seorang kakak, saya yang sering diminta untuk mengalah, meskipun dalam hati tidak rela. Suatu hari, sepulang dari pasar malam, saya dibelikan mainan berupa kapal-kapalan oleh ayah saya. Sebagai anak kecil, tentunya saya senang sekali. Karena hari sudah malam, jadi saya baru bisa memainkan kapal-kapalan tersebut keesokan harinya. Pagi-pagi saat saya terbangun, hal pertama yang saya lakukan adalah mencari mainan baru saya. Namun saya tetap tidak bisa memainkannya karena saya harus berangkat sekolah. Sebelum berangkat, saya wanti-wanti adik saya untuk tidak menyentuh sama sekali mainan baru saya. Sepanjang hari selama di sekolah, saya tidak bisa konsen karena membayangkan betapa menyenangkan dan gembiranya saya bermain dengan mainan baru saya. Wajar saja ya kalau mengingat bagaimana perasaan

F-A-B

Ada dua penjual. Mereka kerja di tempat yang sama, menjual produk yang sama, kerja di shift sama. Anehnya penjual pertama sangat sulit untuk melakukan penjualan, sedangkan yang satunya begitu mudah. Apa yang membuat kedua penjual tersebut berbeda dari sisi hasil jualan? Dulu orang bisa menjual banyak dengan memberikan banyak bonus, seperti payung, gelas, piring, dan lain-lain. Sekarang sudah tidak bisa lagi. Variasi produk yang semakin beragam ditambah menjamurnya penjual membuat orang sales harus berpikir ekstra untuk mampu menjual produknya. Kita sebut saja ponsel. Waktu awal-awal muncul, kita akan familiar dengan satu merek saja. Tipe dan fiturnya juga berkembang dengan lambat. Jumlah pemain memang lebih dari satu, tetapi masih bisa dihitung dengan jari. Saat ini? Pemain industri ponsel sudah banyak. Begitu juga fiturnya. Dalam hitungan minggu kita bisa mendapatkan bahwa model baru sudah keluar. Dengan kata lain variasi produk sudah begitu banyak dan ini sa