Skip to main content

Dengarkan Aku Dong ...

'Jalal itu baik atau jahat?'

'Wuiihhh ... kamu gak tahu ya. Awalnya Jalal itu bla bla bla bla bla blaaa ... Kemudian dia kan ketemu bla bla bla bla bla .... Nah, sekarang dia jadi bla bla bla bla bla ...'

Itu respon yang aku dapatkan saat iseng bertanya kepada istriku waktu dia asyik menonton salah satu seri India yang lagi hits: Jorda Akbar. Karena remote dikuasai sepenuhnya sama istri, jadi aku hadir saja di ruang nonton sambil bermain sama anak atau melakukan aktivitas lain. Sebenarnya aku bosan dan gak peduli. Tetapi karena penasaran dengan keseruan dan kesetiaan istri dengan tontonan tersebut, isenglah aku bertanya. Dan tahu hasilnya? Selama hampir 15 menit aku diceramahi sama istri, dari awal episode sampai episode yang lagi tayang. Seru benar dia menceritakannya. Sebagai suami yang baik tentulah aku tidak mau mengecewakannya. Aku pun memasang telinga saya, dan mendengar.

* * *

Mendengar? Yup. Sebuah kegiatan yang tiap saat kita lakukan waktu terbangun. Sebagian orang bahkan mengatakan bahwa saat kita tidur pun indra pendengaran kita tetap berfungsi. Makanya tidak heran kalau tiba-tiba ada suara nyaring atau mengagetkan, kita yang tadinya tertidur pulas bisa terbangun seketika. Lebih jauh, ada pakar yang mengatakan bahwa bagian tubuh kita yang paling akhir berfungsi saat kita meninggal adalah telinga. Jadi konon katanya kalau ada orang yang baru meninggal dan kita membisikkan kata-kata di telinganya, dia masih bisa mendengar. Wow ...

Tapi tahukah teman-teman bahwa mendengar itu ada level yang berbeda-beda? Yup. Dari sejumlah pakar komunikasi, mendengar itu bisa dibagi menjadi 5 level.

Level pertama adalah not listening. Maksud not listening di sini bukan berarti kita menutup telinga kita rapat-rapat sehingga tidak bisa mendengarkan apapun. Tidak mendengar di sini maksudnya adalah indera pendengar kita aktif, suara-suara yang berseliweran ditangkap, tetapi kita membiarkanya lewat begitu saja. Sebagai contoh, saat kita dalam keramaian di mal, kita mendengar banyak sekali suara. Dari suara musik yang mengalun, orang ngobrol, pengumuman lewat speaker, tawaran produk dari para penjual, dan banyak suara lainnya. Tetapi suara-suara yang ada tidak mengganggu aktivitas kita. Suara-suara yang ada lewat begitu saja. Dan itulah level mendengar tapi tidak mendengarkan.

Level kedua adalah pretending listening. Mendengar di level ini sering disebut mendengar basa-basi alias mendengar sosial. Kita hadir dan mendengar hanya sekadar setor muka, tetapi pikiran kita melayang kemana-mana. Fenomena ini sering kita temui, misalnya saat seseorang terjebak dalam pembicaraan dengan atasan. Secara gestur dia terlihat serius mendengar. Tetapi setelah selesai bicara dan ditanyakan apa yang dibicarakan, kita akan mendapatkan jawaban, gak tahu tuh. Pernah teman-teman seperti itu juga? Kita mendengar tetapi tidak menyimak. Hanya sekadar setor muka.

Level selanjutnya adalah selective listening. Mendengar di level ini artinya kita mengaktifkan sensor selektif kita dalam menangkap inti sebuah pembicaraan. Biasanya mendengar di level ini dilakukan saat meeting atau menjual bahkan saat sedang bertengkar. Dari sekian banyak percakapan yang ada, si pendengar selektif hanya konsentrasi menangkap sebagian point penting dari pembicaraan dan menanggapinya secara selektif.

Mendengar level keempat adalah attentive listening. Maksud mendengar di level ini adalah kita cenderung merefleksikan apa yang kita dengar dari lawan bicara dengan pengalaman kita. Misalnya teman kita bercerita tentang liburan. Kalau kita berada di level ini, maka kita cenderung membalasnya dan menambahkan dengan pengalaman kita. Secara guyon mendengarkan di level ini sering dipakai oleh orang tua saat menasehati anak mereka dengan kalimat sakti 'jaman bapak dulu ....'.

Level tertinggi dari mendengarkan adalah mendengar empatik. Ini level mendengarkan yang sudah memasukkan unsur emosi. Biasanya level mendengarkan ini diperlukan untuk menangani kasus-kasus yang berat. Ketika ada orang dengan beban berat datang dan ingin curhat, pakailah mendengarkan level ini. Berikanlah sepenuh hati dan telinga untuknya. Dan level mendengar ini akan berhasil ketika lawan bicara kita merasa lega dan plong karena mendapatkan tempat untuk berbicara, dan didengarkan.

* * *

Yang menjadi pertanyaan, kapankah kita menggunakan level-level mendengarkan dalam hidup sehari-hari? Sederhana jawabnya. Sesuaikan dengan konteks dan kebutuhan. Ada saat kita harus tidak mendengarkan. Ada saatnya juga mendengarkan selektif. Ada saatnya juga mendengarkan sosial. Semuanya tergantung kebutuhan dan tuntutan lawan bicara. Belajarlah terus untuk memilih level mendengarkan secara bijak.

Kembali ke cerita di awal tulisan saya, teman-teman bisa menebak saat itu aku mendengarkan di level apa?

-Hendri Bun
@hendribun; www.kompasiana.com/hendribun

Comments

Popular posts from this blog

Barang Baru

Kira-kira sebulan yang lalu, laptop saya mengalami masalah. Entah karena sudah tua, atau kebanyakan buka program, atau isinya udah penuh, mendadak laptop saya hang. Karena kurang sabar, langsung saja aku matiin dengan paksa. Ketika aku mulai menyalakannya lagi, berhasil ... Namun belum sempat aku klik tombol start, mendadak blue screen error muncul. Awalnya aku pikir itu error normal. Aku pun mematikannya lagi, kemudian restart. Windows menyarankanku memilih Safe Mode, aku pun mengikutinya. Namun, apa yang terjadi, tunggu punya tunggu, nanti detik demi detik, windows yang aku nantikan tidak muncul-muncul. Aku mulai panik ... karena secara pelan mulai terdengar suara berisik yang semakin lama semakin keras. Waduh ... fellingku berbicara kali ini harddisk-ku yang kena. Aku coba tenang, lalu mematikan laptop, dan menunggu sekitar 10 menit. Kembali aku coba nyalain ... dan benar, suara gemerisik harddisk membuatku patah arang ... terbayang sudah data-dataku yang bakalan lenyap [karena suda

Private

Sejak blogger menyempurnakan versi betanya, dari sekian perbaikan dan fitur baru yang diperkenalkan, ada satu fitur baru yang belakangan marak dimanfaatkan oleh para blogger. Fitur tersebut adalah blog readers. Aku yakin teman-teman sudah tahu apa fungsi fitur yang terletak di menu permission ini. Yap ... Fungsinya adalah men-setting blog menjadi private sehingga tidak semua orang berhak dan boleh bersantai di sana, tetapi hanyalah orang-orang pilihan yang di-choose atau di-invite yang bisa masuk dan ngopi di sana. Jadi janganlah heran kalau saja suatu saat Anda meng-klik sebuah blog, yang keluar adalah tulisan "blogger: permission denied; this blog is open for invited readers only", yang artinya Anda tidak diundang dan tidak diperbolehkan untuk mengintip isi blog tersebut. Jangan merasa kecewa, karena pasti ada alasan tertentu mengapa seseorang men-setting blog mereka dari semula open menjadi private. Jangan juga merasa patah hati, karena di balik privatisasi tersebut selalu

Sedang ingin bercinta

Wuihhh ... serem abiz yah judulnya: sedang ingin bercinta ... hahaha. Eit ... jangan berpikir yang macam-macam dulu, meskipun benar Hendri sekarang sedang berpuasa panjang dari aktivitas yang namanya bercinta, bukan berarti ini sebuah proklamir atau deklarasi dari hati terdalam tentang keinginan yang terpendam selama waktu yang sangat panjang. BUKAN .... Semuanya berawal dari suatu malam saat aku tidak bisa tidur karena terlalu capek. Seperti biasa, sebagai pelarian dari ketidakbisatiduranku, remote TV selalu menjadi sasaranku. Setelah aku pencet sana pencet sini, sebuah klip musik dengan alunan lumayan keras menarik perhatianku. Aku perhatikan personil yang nyanyi, oh ... Dewa. Biasanya aku kalau dengar lagu Dewa, entah itu di radio maupun TV, dengan spontan aku langsung memindahkan salurannya karena emang aku kurang menyukai musiknya. Namun entah kenapa, lagu ini kok menyita banget perhatianku, dan tanganku sepertinya dihipnotis untuk tidak macam-macam alias hanya kaku saja tak kuasa