Persea Americana

Pernah mendengar kata di atas? Belum. Tahukah apa artinya? Tidak. Ngerti rak itu opo? Ora. Ti ka he mai tung si? Ng ti. Hahahaha ... jangan berkecil hati kalau memang jawabannya belum dan tidak. Aku yakin banyak kok yang jawabannya sama, termasuk diriku sebelum iseng mencari artinya di google :)

Namun kalau aku menyebut kata avocado? Pasti sebagian udah mengangguk-anggukan kepala tanda mengerti. Bagi yang belum ngeh juga, kalau aku sebut alpokat atau alpukat? Hmmm ... sontak deh semua seperti anak SD yang berlomba-lomba menjawab pertanyaan guru: aku tahu ... aku tahu ... aku tahu ...

Alpokat adalah buah ke-2 yang paling aku sukai setelah durian. Awalnya sih aku tidak suka, karena bagiku buah yang rasanya tidak manis itu tidak enak. Kalo durian, rambutan, pisang, dll khan rasanya manis. Nah ... yang gituan aku doyan banget. Tapi alpokat? Udah baunya tidak ada, rasanya pahit lagi. Jadi buah ini pernah menjadi daftar buah yang diblacklist aku.

Ketertarikanku dengan buah ini gara-gara diiming-imingi akan khasiatnya. Waktu itu aku masih SMP, dan sebagai remaja puber tentu tidak jauh dari yang namanya jerawat. Bagi remaja yang ingin tampil aksi dan prima di depan lawan jenis, kehadiran jerawat terasa sangat mengganggu. Alhasil, setiap hari aku selalu nangkring depan kaca, lihat terus tuh jerawat, bahkan kadang gemesnya ampe tanganku tidak tahan untuk memencetnya hahaha ...

Mamaku yang setiap hari melihat kelakuanku rupanya tidak tahan juga. Makanya suatu hari dia ngomong ama aku. "Udah ... tidak ada gunanya bercermin tiap hari. Makan aja alpokat. Banyak mengandung Vit E yang bagus untuk kulit."

"Tapi khan tidak enak," demikian jawabku.

"Iya ... kalau kamu makannya mentah-mentah gitu memang pahit rasanya. Coba deh dijus trus campur ama susu coklat, dijamin kamu ketagihan."

Penasaran, aku pun obok-obok pasar mencari sang tersangka: buah alpokat serta tidak ketinggalan susu coklat. Aku bawa pulang ke rumah, nunggu beberapa hari supaya matang, dan minta dibuatin ama Mama. Dan memang ... rasanya top bener. Ueenaaak tenan. Alhasil, sejak itulah alpokat menjadi buah favoritku.

* * *

Sekarang aku kalau mampir ke restoran atau rumah makan pasti mencari yang namanya jus alpokat. Aku sudah melanglang dari rumah makan ke rumah makan, restoran ke restoran, sampai hotel ke hotel hanya untuk mencicipinya. Dan aku bisa membuat sebuah kesimpulan: yang paling enak adalah rumah makan kelas menengah. Kalau yang kelas bawah, rasanya encer sehingga taste alpokatnya hilang. Namun untuk kelas atas, rasanya terlalu dibuat-buat hingga aneh.

Tempat favoritku membeli alpokat adalah di pasar buah angke, yang dekat rel kereta api. Selain banyak pilihan, harganya juga lebih murah. Kok bisa? Iya ... soalnya di sana adalah salah satu pusat grosir buah. Namun untuk kita beli eceran, bisa ditawar mendekati harga grosiran. Kalo biasa di supermarket 1 kg rata-rata 6.000-7.000, di sana bisa dapat sekitar 3.500-4.000. Lumayan khan. Tapi belinya jangan 1 ato 2 kg, yah ... minimal 5 kg-lah. Ada yang tertarik tapi tidak tahu tempatnya? Silakan hubungi daku, siap sedia mengantar ...

Aku juga punya tante [adik mama] yang punya pohon alpokat yang tinggal di Padeglang, Banten. Jenis alpokat yang tumbuh di rumahnya bagus sekali. Orang mengatakan itu alpokat mentega. Sekali berbuah banyak dan besar-besar. Aku cuma sekali ke sana, dan pas musimnya. Jadi pesta jus alpokat deh. Namun, kadang kalau dia main ke Jakarta bawa juga beberapa biji sebagai buah tangan.

Pernah aku mabuk alpokat. Hahaha ... kok bisa? Ceritanya gini.

Pas pagi nyampe kantor, seperti biasa memeriksa bekal yang sudah disiapkan istri, ada tromel yang berisi alpokat dingin yang lezat. Jadilah dia menjadi sasaran nafsuku. Makan siang, kebetulan ada teman yang ultah ... kita pun ditraktir. Nah, karena sudah di alam bawah sadar, saat ditanya mau minum apa, spontan aku jawab: jus alpokat. Saat disajikan aku baru sadar, eh ... tadi pagi aku khan udah, kok pesan ini lagi? Karena tanggung dan emang doyan, aku lahap aja.

Malam hari selesai makan dan bersantai, dari kamar aku dengar suara blender dari arah dapur. Ah ... paling buat sesuatu, pikirku. Aku diam aja sambil nonton TV. Setengah jam kemudian, ada suara yang memanggil supaya bergabung di ruang tamu. Dan ... saat tiba di sana, sudah tersedia dengan manis segelas jus alpokat dengan belang-belang coklat. Hmmm ... tidak enak mau nolak, aku sikat aja hahaha ... alhasil hari itu dengan sukses 3 gelas alpokat menjadi korban keganasanku ...

Alpokat oh alpokat ... kenapa engkau diciptakan sedemikian rupa menggoda? Mengapa dalam bentukmu yang aneh tersimpan rasa yang begitu nikmat? Viola ... aku tidak tahu ...

* * *

Tapi ada pendapat yang mengatakan tidak baik juga terlalu banyak mengkonsumsi alpokat. Alasannya lemak dan kolesterolnya tinggi, jadi tidak baik untuk kesehatan tubuh jangka panjang. Hmm ...