Skip to main content

Bersyukurlah

Aku punya seorang teman. Dia sekelas denganku, dan duduk berdampingan satu meja denganku. Kata orang-orang sih dia anak orang kaya. Rumahnya adalah rumah yang paling besar di tempatku, punya taman yang luas serta kolam renang. Orangtuanya adalah seorang pebisnis yang sering keluar kota, bahkan konon setiap bulan pasti terbang ke luar negeri untuk mengurusi bisnisnya. Istilah kerennya jutawan.

Setiap hari aku melihat dia datang ke sekolah diantar sopirnya dengan mobil. Tas dan peralatan menulisnya seperti pulpen, penghapus, dan penggaris selalu baru dan dihiasi pita-pita sebagai tanda pengenal miliknya. Sepatunya bersih mengkilap dan bermerek, seragamnya selalu menerbarkan harum wangi.

Ketika istirahat dia tidak pernah bergabung dengan aku untuk jajan di kantin sekolah. Aku heran, apakah dia tidak haus dan lapar seperti diriku? Ternyata tidak. Setiap hari dari tasnya dia mengeluarkan tromel berwarna-warni. Ketika dibuka, bau makanan enak langsung memenuhi sekeliling. Aha ... rupanya setiap hari dia dibekalin makanan dari rumah. Aku sering diam-diam melirik, apa sih menunya. Hmm ... nasi putih pulen, ayam goreng, ikan, sayur, serta tidak ketinggalan irisan buah. Pernah sekali aku mengajaknya jajan, dan tanpa aku duga dia menyambutnya dengan gembira. Namun, itu hanya sekali karena besoknya dia kembali ke bekalnya ... mungkin dia tidak cocok dengan makanan rakyat jelata, demikian pikirku.

Saat pulang sekolah, di pintu gerbang sudah nongkrong dengan manis mobil mewahnya yang siap untuk menjemputnya. Layaknya seorang putri, sang sopir dengan ramah dan sigap membukakan pintu untuknya, kemudian secepat kilat meninggalkan kami yang hanya bisa melonggo seraya membayangkan betapa nyaman dan enaknya pulang rumah tanpa harus berpanas-panas ria.

Saat mengobrol dengannya, aku tahu bahwa dia punya kamar tidur sendiri. Di dalamnya ada kamar mandi, AC yang menyala 24 jam, kasur besar yang empuk, seperangkat TV lengkap dengan playstation, serta tidak ketinggalan mainan yang berlimpah. Irangtuanya sangat memperhatikannya. Setiap hari sepulang sekolah, sudah menunggu dengan setia guru-guru les. Bahasa Inggris, matematika, sampai piano menanti giliran untuk dipelajarinya. Meja makannya besar dengan makanan begitu melimpah dan pembantu-pembantu yang siap melayaninya waktu makan.

Ah ... membayangkan semuanya membuat aku iri dengannya. Aku membandingkan diriku yang jauh berbeda. Aku hanya mempunyai keluarga yang sederhana. Papaku adalah seorang pedagang di pasar, yang menjual bahan-bahan kebutuhan pokok atau sembako. Setiap hari sepulang sekolah aku harus membantu menjaga toko sambil belajar menawarkan dagangan kepada pembeli. Pernah suatu hari aku ingat, temanku mampir ke tokoku. Aku malu kalau dia melihatku. Alhasil, secepat kilat aku menyembunyikan diri di pojok toko, sambil mengintip dan berharap semoga dia tidak pernah melihatku di sana. Ha ha ha ...

Waktu hujan adalah saat yang paling aku nantikan. Di tengah panasnya cuaca, guyuran hujan bagaikan air segar di tengah gersangnya alam semesta. Dan sebagai perayaan untuknya, aku dan rekan sepermainan langsung menuju ke lapangan kosong yang kebetulan letaknya persis di samping rumah temanku. Bermain bola dengan lumpur adalah keasyikan tersendiri bagi bocah-bocah seusia kami. Pernah aku melirik ke jendela rumah temanku, dan aku melihat kepalanya mengintip memperhatikan kami. Terbersit niatku untuk mengajaknya, namun ... paling dia heran dan jijik dengan apa yang kami lakukan, orang sepertinya tidak mungkin mau bergabung untuk berkotor-ria bersama kami.

Dalam hati kecilku ada sebuah kerinduan, seandainya aku bisa berubah peran menjadi dia ... betapa bahagianya diriku ...

* * *

Aku punya sohib, teman sekelasku yang duduk persis di sebelahku. Orangnya sederhana, tetapi selalu bahagia. Setiap hari ketika aku berangkat sekolah, dalam mobil aku selalu melihatnya tertawa gembira dan bercanda dengan teman-temannya sepanjang jalan. Dia orangnya sangat cuek, dan kalau mengobrol dengannya entah kenapa aku merasakan ada hawa keceriaan menulari diriku.

Saat istirahat adalah saat yang paling aku benci. Tatkala semua temanku berebutan keluar dan menyerbu kantin, aku hanya bisa diam di kelas, membuka bekal yang sudah disediakan pembantu, dan ... ah ... lagi-lagi menunya seperti ini. Pernah aku bertanya ke sohibku, emangnya di kantin makanannya apa sih? Oh banyak. Ada bakso, mie ayam, roti-roti kecil, serta tidak ketinggalan aneka minuman yang seger dan menggoda. Aku hanya bisa terdiam mendengarnya. Suatu hari, sohibku mengajakku jajan di kantin. Wow ... aku ingin sekali, tetapi tidak mungkin aku menelantarkan bekalku. Namun dia paksa terus ... sekali-kali ada selingan, katanya. Aku pun ikut. Tapi, aku tidak bawa uang jajan, dia pun ngerti dan mengatakan dia yang bayarin.

Jadilah aku menikmati jajanan kantin untuk pertama kalinya. Baksonya enak sekali, pangsit ayam, kerupuk udang, serta minum cin cau menemaniku hari itu. Aku puas dan bahagia. Namun, saat pulang rumah, pembantuku mendapati bekalku masih utuh. Dia pun melapor ke orangtuaku, dan aku diinterogasi habis-habisan. Alhasil aku dimarahi dan dilarang untuk ikut-ikutan jajan lagi. Aku sedih banget ...

Setiap hari rumahku kosong. Aku bagaikan burung emas di sangkar yang membuatku berkarat. Kata orangtuaku mereka harus kerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Aku heran, apalagi sih yang kurang. Rumah gede, makanan berlimpah, pembantu banyak. Sering aku protes aku kesepian, dan mengharapkan agar mereka bisa menemaniku melewati hari. Tapi pesanku tidak dimengerti mereka. Mereka tetap sibuk dengan usaha, pagi-pagi buta sudah pergi dan baru kembali larut malam saat aku sudah tidur. Bahkan sabtu dan minggu pun mereka masih sibuk dengan urusan bisnis masing-masing.

Mungkin sebagai pengganti kehadiran mereka, aku dibelikan mainan yang melimpah. Setiap mereka pulang dari luar negeri, koleksi mainanku pasti bertambah. Aku senang, dan mereka pikir itu cukup. Namun, mereka tidak mengerti bahwa kegembiraanku adalah karena bisa berkumpul dengan mereka lagi. Sebagai pembunuh waktu, mereka menyewa guru-guru les untuk mengajariku macam-macam. Istilah mereka mempersiapkan diriku untuk memasuki dunia masa depan. Tapi mereka tidak sadar, aku tidak membutuhkan semua itu ... aku hanya membutuhkan kehadiran mereka ... Sering aku menangis ... sebuah tangisan percuma yang berlalu dengan sia-sia ...

Suatu saat aku mendapat kabar, sohibku ternyata punya toko sembako. Aku pun mengajak pembantuku berbelanja di sana, harapanku bisa bertemu dan mengobrol dengannya. Namun sesampai di sana aku kecewa, sohibku tidak ada. Aku mencari-cari, melirik-lirik ke sekeliling tokonya ... dia tidak aku temukan. Alhasil, dengan kecewa aku pun pulang dan diam sepanjang jalan ...

Saat hujan adalah kesukaanku. Aku bisa melihat dari kaca jendelaku tetesan air yang perlahan turun membentuk garis indah. Dari kejauhan aku bisa melihat sekelompok bocah dengan riang, sebagian tidak pakai baju berlari gembira sambil menegadahkan wajahnya ke langit menikmati tetes demi tetes air hujan yang ditumpahkan. Mereka berkumpul di lapangan sebelah rumahku ... dengan gembira mereka bermain bola, lumpur tanpa takut kotor. Dan ... sohibku ada di sana juga. Aku terus memperhatikan, hingga suatu saat wajah sohibku melihat ke kaca jendelaku ... mata kami saling melihat, namun hanya beberapa saat saja, dan dia pun kembali bergabung dalam kegembiraan itu. Ah ... seandainya aku diijinkan bergabung dengan mereka ...

Dalam batinku aku selalu bertanya, kenapa aku dilahirkan dalam keluarga ini? Seandainya aku bisa memilih, aku lebih memilih untuk menjadi sohibku ...

* * *

Pepatah mengatakan, rumput tetangga selalu kelihatan lebih hijau. Demikianlah sifat yang menghinggapi manusia di muka bumi ini. Kita selalu mengingini dan mencemburui orang lain, dan tidak pernah bersyukur akan semua yang sudah kita terima. Selalu menganggap orang lain lebih bahagia, lebih kaya, lebih makmur, dan lebih segalanya.

Itu normal dan sangat wajar. Namun, janganlah sifat itu membelenggu kita sehingga kita langsung menjatuhkan penghakiman begitu saja. Mencobalah melihat dari perspektif dunia orang lain, mengertilah dan pahamilah mereka.

Dan kuncinya adalah bersyukurlah dengan apa yang sudah kita terima dan miliki saat ini. Nikmatilah dan jalani semuanya dengan penuh sukacita.

Comments

  1. Anonymous3:37 PM

    sama Hen, gw jg anak pedagang. Tapi gak suka ngumpet dipojok toko klo temen gw dateng. he.. he.. gw malah bangga lho klo bisa bantuin ortu cari duit, daripada gw cuman uncang uncang kaki di kamar mewah, sambil maen ps ditemani dengan segelas coca cola dan snack.

    ReplyDelete
  2. Hallo... :)

    Itu cerita nyatakah??? :) :)

    ReplyDelete
  3. benar. rumput tetangga selalu lebih indah. good story, hend

    ReplyDelete
  4. wahhh bagus sekali ceritanya :)
    thanks for sharing yahhh!!! Take care and have a great weekend!

    ReplyDelete
  5. Bev: Betul sekali, kebahagian tidak bisa diukur dari sudut pandang yang sempit, dan realita kebahagiaan itu sangat relatif.

    *ada apa dengan kesenjangan? jangan merengut terus yah, ntar caemnya ilang hi hi hi*


    Dewi: Gitu yah ... btw, setuju banget dengan prinsipnya, lagian itu khan pembelajaran nyata di sekolah kehidupan :))


    Zilko: Halo juga :) Cerita nyata? Sebagian yah, sebagian imaginasi hi hi hi


    Dian: So ... janganlah selalu iri dengan rumput tetangga, kambing tetangga, mangga tetangga, kura-kura tetangga, kelelawar tetangga ha ha ha


    Nie: Thanks ... semoga bisa berguna yah ... Nice wiken 2 ...

    ReplyDelete
  6. Hendri, datang datang nuduh...inikah yg membuat postinganmu berduka sebelonnya ??? teringat ya..ama pen yg di hias pita2...hikhikhik...

    ReplyDelete
  7. Anonymous12:32 PM

    Perbedaan itu indah, karena perbedaan itulah dunia jadi indah. Bersyukur kata kuncinya. Nice story Good Luck Pak

    ReplyDelete
  8. hen, met kenal yah, dikenalin beve neh. wah salut empat jempol buat lo deh (termasuk jempol kaki yg bau). sedikit saran, next post bikin gak cuman 2 view point, tambahin view point dari sopir, pembantu hehehe (just joking). gak heran beve saranin blog lu, ternyata kita emang rajin berkicau :)) met kenal lagi, hide.

    ReplyDelete
  9. bahagia itu bisa diciptakan apapun si-kon nya, biar kaya atau miskin.
    *aku bahagia bisa komen hari ini*.

    ReplyDelete
  10. Sisca: ha ha ha ... jangan2 pen pitaku diambil kamu yah hi hi hi


    Upar: Setuju. Inilah seni kehidupan, dan perbedaan semakin mewarnainya :)


    Hide: *tutup idung karena jempol kakinya bau* hi hi hi ... boljug tuh idenya, ntar aku tulis "balada seorang sopir" ha ha ha. Met kenal juga :)


    Tenfams: Betul. Asalkan kita mensyukuri semuanya, setuju?
    *kenapa bahagia bisa komen?*

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Barang Baru

Kira-kira sebulan yang lalu, laptop saya mengalami masalah. Entah karena sudah tua, atau kebanyakan buka program, atau isinya udah penuh, mendadak laptop saya hang. Karena kurang sabar, langsung saja aku matiin dengan paksa. Ketika aku mulai menyalakannya lagi, berhasil ... Namun belum sempat aku klik tombol start, mendadak blue screen error muncul. Awalnya aku pikir itu error normal. Aku pun mematikannya lagi, kemudian restart. Windows menyarankanku memilih Safe Mode, aku pun mengikutinya. Namun, apa yang terjadi, tunggu punya tunggu, nanti detik demi detik, windows yang aku nantikan tidak muncul-muncul. Aku mulai panik ... karena secara pelan mulai terdengar suara berisik yang semakin lama semakin keras. Waduh ... fellingku berbicara kali ini harddisk-ku yang kena. Aku coba tenang, lalu mematikan laptop, dan menunggu sekitar 10 menit. Kembali aku coba nyalain ... dan benar, suara gemerisik harddisk membuatku patah arang ... terbayang sudah data-dataku yang bakalan lenyap [karena suda

Private

Sejak blogger menyempurnakan versi betanya, dari sekian perbaikan dan fitur baru yang diperkenalkan, ada satu fitur baru yang belakangan marak dimanfaatkan oleh para blogger. Fitur tersebut adalah blog readers. Aku yakin teman-teman sudah tahu apa fungsi fitur yang terletak di menu permission ini. Yap ... Fungsinya adalah men-setting blog menjadi private sehingga tidak semua orang berhak dan boleh bersantai di sana, tetapi hanyalah orang-orang pilihan yang di-choose atau di-invite yang bisa masuk dan ngopi di sana. Jadi janganlah heran kalau saja suatu saat Anda meng-klik sebuah blog, yang keluar adalah tulisan "blogger: permission denied; this blog is open for invited readers only", yang artinya Anda tidak diundang dan tidak diperbolehkan untuk mengintip isi blog tersebut. Jangan merasa kecewa, karena pasti ada alasan tertentu mengapa seseorang men-setting blog mereka dari semula open menjadi private. Jangan juga merasa patah hati, karena di balik privatisasi tersebut selalu

Sedang ingin bercinta

Wuihhh ... serem abiz yah judulnya: sedang ingin bercinta ... hahaha. Eit ... jangan berpikir yang macam-macam dulu, meskipun benar Hendri sekarang sedang berpuasa panjang dari aktivitas yang namanya bercinta, bukan berarti ini sebuah proklamir atau deklarasi dari hati terdalam tentang keinginan yang terpendam selama waktu yang sangat panjang. BUKAN .... Semuanya berawal dari suatu malam saat aku tidak bisa tidur karena terlalu capek. Seperti biasa, sebagai pelarian dari ketidakbisatiduranku, remote TV selalu menjadi sasaranku. Setelah aku pencet sana pencet sini, sebuah klip musik dengan alunan lumayan keras menarik perhatianku. Aku perhatikan personil yang nyanyi, oh ... Dewa. Biasanya aku kalau dengar lagu Dewa, entah itu di radio maupun TV, dengan spontan aku langsung memindahkan salurannya karena emang aku kurang menyukai musiknya. Namun entah kenapa, lagu ini kok menyita banget perhatianku, dan tanganku sepertinya dihipnotis untuk tidak macam-macam alias hanya kaku saja tak kuasa