Skip to main content

Hujan

Aku menyukai hujan. Melihat mereka terjun bebas dari angkasa yang tak terjangkau menghadirkan kekaguman akan sang Dia yang menciptakannya. Apalagi malam hari, di bawah sorotan sinar lampu mereka terlihat begitu indah dan anggun membasahi bumi. Mereka sangat berirama, layaknya sebuah orkestra dengan dirigen Maha Kuasa membentuk serangkaian alunan yang bersenandung begitu merdu, menghadirkan nuansa damai, tentram, dan tenang dalam dekapan sang Khalik.

Sering aku menyempatkan diri untuk termenung di depan kaca. Tiada maksud lain sekedar untuk melihat mereka jatuh, hinggap, dan secara perlahan mengalir membentuk sebuah alur sebelum mereka pecah dan bergabung dengan alam. Merefleksikan dan bertanya-tanya, apakah hidup ini juga seperti itu? Dilahirkan, mendamparkan diri dalam sebuah wacana yang dinamakan dunia, melewatkan hari demi hari membentuk sebuah aliran yang dinamakan cerita hidup, hingga akhirnya bersatu kembali bersama alam dengan sebuah peristiwa: kematian.

Di waktu kecil, hujan berarti lumpur, sepakbola, dan kegembiraan. Masih sangat jelas di benak ini, ketika suntuk di kelas karena capek atau malas, sekonyong-konyong secara samar-samat terdengar suara rintik hujan membentuk alunan alam karena bergesekan dengan atap yang terbuat dari seng, seketika secercah kegembiraan menghiasi wajah-wajah polos seisi kelas. Ada gairah, semangat, dan ketidaksabaran bergelora di dada untuk cepat-cepat pulang sekolah seraya berharap-harap cemas semoga hujan tidak berhenti, namun semakin deras.

Dan ketika lonceng tanda sekolah selesai berbunyi, tanpa komando semua berhamburan secepat kilat yang menyambar untuk menjadi yang pertama menikmati segar dan nikmatnya siraman air hujan. Tidak ingat lagi tas sekolah. Sudah lupa dengan pakaian dan sepatu yang mungkin besok harus dipakai lagi. Tidak peduli lagi nasehat orang tua untuk tidak hujan-hujanan karena bisa menyebabkan sakit. Itulah saatnya kebebasan untuk mengekspresikan kegembiraan dan sukacita.
Dengan muka ditegadahkan ke langit, tetes demi tetes air hujan disambut dengan senyum dan gelak tawa. Berbondong-bondong lalu berlari, berlari, dan berlari sekuat dan secepat mungkin untuk sampai ke lapangan bola. Plastik yang dibungkus-bungkus menjadi bola besar menjadi sasaran kegembiraan. Tujuan saat itu bukanlah mencetak gol sebanyak mungkin seperti pemain bola asli. Namun bagaimana merasakan jatuh, berguling, dan terjerembab dalam lumpur. Itulah sumber sukacita. Dan, pesta selalu diakhiri dengan pulang rumah masing-masing, berdiri tepat di bawah talang air, dan merasakan deras dan gagahnya sekumpulan air yang bersatu membentuk aliran riak kecil yang menggetarkan sukma.

Saat masuk rumah, ketahuan kotor dan basah, sehingga kadang dimarahi dan dihukum, itu sudah perkara lain. Kebahagiaan menikmati hujan memang tiada banding dengan gerutuan dan kadang lecutan rotan di kaki sehingga menimbulkan bekas merah. Itulah kanak-kanak ...

* * *

Menginjak remaja, hujan sudah dianggap sebagai sebuah halangan. Ketika masa pencarian jati diri, waktu lebih banyak dihabiskan dengan jalan-jalan, nge-gang, kongkow-kongkow, kebut-kebutan, dan tentu saja naksir-naksiran. Saat cuaca cerah, semuanya terasa begitu indah dan segala rencana terlihat berjalan mulus seperti jalan bebas hambatan.

Namun ketika rintik demi rintik air turun dari langit, muncul semacam kegelisahan bahwa itulah akhir dari semua kegiatan. Tidak lucu khan, jalan-jalan menikmati malam sambil hujan-hujanan. Begitu juga kongkow depan rumah cewek yang kita naksir sambil basah-basahan. Apalagi kebut-kebutan waktu hujan, bukannya kebanggaan yang didapat, tetapi malah nyawa yang bisa melayang.

I hate rain ... itulah ungkapan yang pas untuk para remaja yang sedang mekar-mekarnya mencari siapa diri mereka.

Menginjak dewasa, akal sehat sudah berbicara. Tuhan memang begitu baik dan adil memberikan hujan kepada umat manusia. Tatkala mendengar saudara-saudara menjerit karena sawah ladang mereka mulai gersang karena kekurangan air, kehadiran mereka menjadi satu-satunya doa kita. Demikian juga saat melihat kegersangan melanda daerah pergunungan sehingga tanah mulai retak, penduduk sekitar harus berjalan berkilo-kilo demi seember air segar, hati ini tidak bisa untuk tidak memanjatkan permohonan: berikanlah kemurahanMu dengan menurunkan hujan.

* * *

Waktu kecil aku pernah diomongin juga bahwa hujan berarti Tuhan menangis melihat keboborokan dan kejahatan yang sudah dilakukan manusia di bumi ini. Dan itulah yang dirasakan hatiku juga, yang hanya menangis melihat hujan yang terlalu banyak turun sehingga bencana banjir terjadi di mana-mana. Nyawa melayang sia-sia, bangunan runtuh seketika, sawah-sawah yang siap panen hanyut dan membusuk saat itu juga, dan wajah-wajah ketakutan serta putus asa terpampang begitu saja.

Apakah itu artinya Tuhan sedang berkabung atas umatNya? Dan apakah umat menangkap maksud sang Penciptanya? Semoga ...

Comments

  1. I hate hujan

    Kalo di indo, hujan berarti banjir, lampu mati

    kalo di sini, hujan disertai ketakutan hail storm

    ReplyDelete
  2. hen.. lu lagi kenapa seh? kemaren fall in luv, sekarang cerita ujan, lagi sentimentil melankolis getho xixixxiix.... kalo dulu g jg seneng ujan duuluuu waktu masih kecil, tapi skrg kalo liat ujan gw stress bo!

    ReplyDelete
  3. Hujan? yang paling mneyenangkan itu waktu titik hujan pertama jatuh ke bumi. Aroma tanah nya itu segrrrr banget. Romantis. Terus payungan dh ber2...suit..suit...

    ReplyDelete
  4. i hate hujaaannnnn....eh bukan hujannya. setelah hujannya itu yg aku sebel. rasanya sunyi. and selalu bikin gue kesepian ditengah keramaian setiap kali abis hujan.

    ReplyDelete
  5. Hide: gitu yah hahaha ... btw, kemarin aku lihat di berita badai monica sedang melanda aussie utara yah. Tempatmu aman2 khan?

    Sunny: kelihatan lagi sentimentil melankolik yah :) Jadi malu ... karakter aslinya muncul hahaha ...

    Yenny: Ceileeee ... yang masih romantis-romantisan. Hmm ... hati-hati sekarang ada RUU APP hahah

    Dian: Oh ... gitu yah. Trus dalam kesepianmu kamu ngapain aja?

    Bunga: Toast dong kalo gitu :) Hujan halilintar? Iya ... seyemmmmmmmm ...

    ReplyDelete
  6. Aku suka hujan dulu jaman kuliah didepok, rasanya romantis dan mellow sekalo..

    tapi sejak tinggal di priok, aku benci hujan, apalagi pake acara deras.. banjir bow.. bete banget!!

    ReplyDelete
  7. Anonymous1:11 PM

    kemaren gue abis kehujanan ...
    basah kuyuppp..

    ReplyDelete
  8. kemaren hujan deras hen, tapi di dalam hatiku dan banjirlah air mataku...huhuhuhu...
    cinta hujan ataukah benci hujan ? entahlah hen....karena aku tengah menikmati di antara keduanya, ciiieeeee....

    ReplyDelete
  9. Aku menyukai hujan, saat aku memandangnya dari balik jendela.
    Aku menyukai hujan, saat aku memang sedang ingin berhujan-hujanan.
    Aku menyukai hujan, karena aku tidak perlu menyirami tanaman atau mencuci mobil.
    Tapi aku tidak menyukai hujan saat aku rapih hendak ke kondangan,
    sedang bersepeda ke kampus,
    sedang shopping di pertokoan terbuka,
    sedang berlibur,
    sedang hunting foto,
    abis nyuci baju,
    ...

    Pokoknya aku menyukai hujan saat aku menginginkannya, dan tidak menyukainya saat aku tidak menginginkannya.
    Wajar kan? :p

    ReplyDelete
  10. Sekitar 2 ato 3 minggu yang lalu Jogja sering ujan nih... :) Sekarang dah agak jarangan sih... :) Gantian Gunung Merapi yang mau meletus... :D

    Paling males kalo ujan trus mati lampu. Parah, ga bisa ngapa2in...

    ReplyDelete
  11. disana juga hujan ya...kok sama....tapi asyik kalau hujan aku suka hujan nih

    ReplyDelete
  12. Wina: hmmm ... jadi teringat kenangan masa lalu yah :) Ceritain dong, kisah kasih di kala hujan :)

    Ir: hahaha ... hari ini masih kehujanankah? Semoga tidak ...

    Madame: ada apa? sampai hujan di hati segala :) ceileee ... lagi romantisan juga ternyata :)

    Since: Hehehehe ... emang paling sebel udah rapi2 tiba-tiba ujan :) Jadi ceritanya lebih banyak senangnya atau bencinya dengan hujan?

    Zilko: Berarti sebentar lagi bukan hujan air, tapi hujan abu :) Bener tuh, kebanyakan hujan dan mati lampu itu pasti bareng, yah, kayak kakak dan adik kali yah hahaha

    Nita: sama dong kalo gitu :) Tapi di sana ndak sampai banjir khan ...

    ReplyDelete
  13. Hujan,
    Kurindui hadirnya saat kemarau panjang
    Kuhindari curahannya ketika berlebihan
    Karena aku hanya ingin keseimbangan

    Terlebih lagi,
    aku ingin hujan,
    ketika sore belum jadi
    Karena disana akan kudapati
    Pesona pelangi :)

    waddoooww..kok definisinya hancur banget seh, maaf ya jiwa puitisnya belon kumat hari ini heheheh

    ReplyDelete
  14. Sisca: hahaha ... ada apa? Saking sibuknya sampai jiwa puitisnya terlantarkan :) Btw, dikau selain menebar pesona mimosa, juga mulai menebar pesona pelangi :) thanks yah ...

    ReplyDelete
  15. tauk deh ...gak pernah suka yang naamnya hujan :(

    ReplyDelete
  16. Bolot: Kenapa tidak suka hujan? Takut basah-basahan yah :))

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Private

Sejak blogger menyempurnakan versi betanya, dari sekian perbaikan dan fitur baru yang diperkenalkan, ada satu fitur baru yang belakangan marak dimanfaatkan oleh para blogger. Fitur tersebut adalah blog readers. Aku yakin teman-teman sudah tahu apa fungsi fitur yang terletak di menu permission ini. Yap ... Fungsinya adalah men-setting blog menjadi private sehingga tidak semua orang berhak dan boleh bersantai di sana, tetapi hanyalah orang-orang pilihan yang di-choose atau di-invite yang bisa masuk dan ngopi di sana. Jadi janganlah heran kalau saja suatu saat Anda meng-klik sebuah blog, yang keluar adalah tulisan "blogger: permission denied; this blog is open for invited readers only", yang artinya Anda tidak diundang dan tidak diperbolehkan untuk mengintip isi blog tersebut. Jangan merasa kecewa, karena pasti ada alasan tertentu mengapa seseorang men-setting blog mereka dari semula open menjadi private. Jangan juga merasa patah hati, karena di balik privatisasi tersebut selalu...

Pamali

Sedang membantu menyapu rumah. Saat sapuan mendekat pintu depan, istri langsung ambil alih sapu kemudian balikkan arah sapuan ke dalam rumah. Aku : Lho, ngapain sapu ke dalam? Istri : Kalau malam-malam sapu gak boleh ke depan. Ntar rejekinya ikut kesapu ...' * * * Aku percaya, mayoritas teman yang membaca kisah singat di atas akan tertawa -paling tidak tersenyum- sambil mengaku pernah menjadi 'korban' nasehat serupa. Paling tidak begitulah pengakuan sebagian temanku waktu aku melontarkan hal ini sebagai status. Nasehat yang terkenal ampuh untuk membuat kita 'diam' dan 'taat' waktu kecil karena di dalamnya terdapat unsur dan maksud untuk menakut-nakuti. Belakangan setelah kita dewasa kita mengenalnya sebagai nasehat pamali, yang kalau kita analisa dengan nalar ada maksud logis di balik nasehat tersebut. Sebagai contoh. Nasehat yang mengatakan kita tidak boleh menyapu keluar di malam hari karena rejeki akan keluar juga. Kemungkinan maksud nasehat ini dilatarbe...

Introvert yang Memberontak

"Hen, kamu pilih mana. Lembur sampai jam 11 malam atau pergi meeting dengan klien?" Seandainya pertanyaan di atas dilontarkan 8 tahun yang lalu, saya pasti memilih untuk lembur. Tetapi kalau dilontarkan detik ini juga, dengan mantap saya akan memilih meeting dengan klien. Kenapa bisa begitu? Aku adalah seorang introvert yang cenderung ekstrim. Jejak hidupku menceritakan hal tersebut. Waktu SMA aku mengambil jurusan A1 (Fisika) yang notebene banyak hitungan. Masuk kuliah, aku ambil komputer. Pekerjaan pertama? Tidak jauh-jauh. Dengan alasan idealis, aku menekuni pekerjaan yang berhubungan dengan komputer seperti programming, system, trouble shooter, dll. Bisa dikatakan, aku sangat menikmati percumbuanku dengan 'mesin'. Keseharianku juga mengisahkan hal yang sama. Aku lebih suka mengurung diri di kamar dari pada berha-hi-ha-hi dengan banyak orang. Ketika diajak untuk ikut kegiatan-kegiatan yang mengharuskan aku berinteraksi dengan banyak orang, aku cen...