Skip to main content

Mie Godog Jawa ... Harga Sebuah Ketaatan


Aku ada janji meeting jam 14.00 di Bentara Budaya Palmerah. Jam 12.30, aku jalan dari kantor (Galaxy Bekasi). Tidak ketinggalan aku aktifkan Maps untuk mendapatkan advise jalur yang paling lancar. Maps merekomendasikan tol dalam kota, dan diperkirakan aku tiba di lokasi jam 13.45.
Ok. Aku jalan. Kalau aku tiba sesuai waktu yang diperkirakan itu berarti aku akan kehilangan kesempatan untuk lunch. Berpaculah aku dengan waktu.

Saat masuk tol Bekasi Barat, Maps merekomendasikan jalur alternatif yang bisa menghemat waktuku sekitar 15 menit. Hmmm ... interesting. Aku lirik jalur yang direkomendasikan. Aku harus keluar di Cawang, kemudian lanjut arteri sampai Pancoran, setelah itu baru nyambung tol lagi di Pancoran.

Akal sehatku berkata: itu kan jalur macetttt. Sempat terlintas untuk aku abaikan rekomendasi ini. Apalagi menjelang simpang keluar cawang dan Gate Halim, aku lihat arah Halim lancar.

Bimbang dan nimbang. Sepersekian detik, aku putuskan untuk ikut rekomendasi maps. Aku pun keluar ke Cawang.

Bener saudara-saudara. Lancaaarrrrr. Arah gate Halim? Lancar sesaat sampai gerbang bayar, selebihnya padataattt. Owww ... aku langsung bersyukur karena mengikuti rekomendasi Maps. Memang sih ada padat sedikit saat mau masuk Pancoran. Tetapi setelah itu lancar jaya.

Hasilnya, jam 13.20 aku sudah tiba di lokasi. Lebih awal 25 menit dari perkiraan awal, dan masih ada waktu 40 menit sebelum meeting. Jadilah aku pesan lunch ... mie godog Jawa yang yummie :)

* * *

TAAT. Itulah tema yang aku sematkan pada pengalamanku kemarin. Seperti aku taat dan memasrahkan perjalananku ke Maps dengan alasan dia lebih mengetahui jalan karena melihat dari ketinggian (satelit), seharusnya kita juga taat dan memasrahkan hidup kita kepada DIA yang mengatur seluruh perjalanan hidup kita. Dia punya master plan dan tahu jalur apa yang kita harus lewati. Sikap kita hanya menaati petunjuk yang diberikan. Hal yang penting juga adalah kita harus punya tujuan hidup yang harus jelas serta menguasai medan yang akan kita lewati. Setuju? Yaksip!

-Hendri Bun
bun.hendri@gmail.com

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hendribun/mie-godog-jawa-harga-sebuah-ketaatan_58e33a29c223bd6b0e177296
Aku ada janji meeting jam 14.00 di Bentara Budaya Palmerah. Jam 12.30, aku jalan dari kantor (Galaxy Bekasi). Tidak ketinggalan aku aktifkan Maps untuk mendapatkan advise jalur yang paling lancar. Maps merekomendasikan tol dalam kota, dan diperkirakan aku tiba di lokasi jam 13.45. Ok. Aku jalan. Kalau aku tiba sesuai waktu yang diperkirakan itu berarti aku akan kehilangan kesempatan untuk lunch. Berpaculah aku dengan waktu. Saat masuk tol Bekasi Barat, Maps merekomendasikan jalur alternatif yang bisa menghemat waktuku sekitar 15 menit. Hmmm ... interesting. Aku lirik jalur yang direkomendasikan. Aku harus keluar di Cawang, kemudian lanjut arteri sampai Pancoran, setelah itu baru nyambung tol lagi di Pancoran. Akal sehatku berkata: itu kan jalur macetttt. Sempat terlintas untuk aku abaikan rekomendasi ini. Apalagi menjelang simpang keluar cawang dan Gate Halim, aku lihat arah Halim lancar. Bimbang dan nimbang. Sepersekian detik, aku putuskan untuk ikut rekomendasi maps. Aku pun keluar ke Cawang. Bener saudara-saudara. Lancaaarrrrr. Arah gate Halim? Lancar sesaat sampai gerbang bayar, selebihnya padataattt. Owww ... aku langsung bersyukur karena mengikuti rekomendasi Maps. Memang sih ada padat sedikit saat mau masuk Pancoran. Tetapi setelah itu lancar jaya. Hasilnya, jam 13.20 aku sudah tiba di lokasi. Lebih awal 25 menit dari perkiraan awal, dan masih ada waktu 40 menit sebelum meeting. Jadilah aku pesan lunch ... mie godog Jawa yang yummie :) * * * TAAT. Itulah tema yang aku sematkan pada pengalamanku kemarin. Seperti aku taat dan memasrahkan perjalananku ke Maps dengan alasan dia lebih mengetahui jalan karena melihat dari ketinggian (satelit), seharusnya kita juga taat dan memasrahkan hidup kita kepada DIA yang mengatur seluruh perjalanan hidup kita. Dia punya master plan dan tahu jalur apa yang kita harus lewati. Sikap kita hanya menaati petunjuk yang diberikan. Hal yang penting juga adalah kita harus punya tujuan hidup yang harus jelas serta menguasai medan yang akan kita lewati. Setuju? Yaksip! -Hendri Bun bun.hendri@gmail.com

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hendribun/mie-godog-jawa-harga-sebuah-ketaatan_58e33a29c223bd6b0e177296
Aku ada janji meeting jam 14.00 di Bentara Budaya Palmerah. Jam 12.30, aku jalan dari kantor (Galaxy Bekasi). Tidak ketinggalan aku aktifkan Maps untuk mendapatkan advise jalur yang paling lancar. Maps merekomendasikan tol dalam kota, dan diperkirakan aku tiba di lokasi jam 13.45. Ok. Aku jalan. Kalau aku tiba sesuai waktu yang diperkirakan itu berarti aku akan kehilangan kesempatan untuk lunch. Berpaculah aku dengan waktu. Saat masuk tol Bekasi Barat, Maps merekomendasikan jalur alternatif yang bisa menghemat waktuku sekitar 15 menit. Hmmm ... interesting. Aku lirik jalur yang direkomendasikan. Aku harus keluar di Cawang, kemudian lanjut arteri sampai Pancoran, setelah itu baru nyambung tol lagi di Pancoran. Akal sehatku berkata: itu kan jalur macetttt. Sempat terlintas untuk aku abaikan rekomendasi ini. Apalagi menjelang simpang keluar cawang dan Gate Halim, aku lihat arah Halim lancar. Bimbang dan nimbang. Sepersekian detik, aku putuskan untuk ikut rekomendasi maps. Aku pun keluar ke Cawang. Bener saudara-saudara. Lancaaarrrrr. Arah gate Halim? Lancar sesaat sampai gerbang bayar, selebihnya padataattt. Owww ... aku langsung bersyukur karena mengikuti rekomendasi Maps. Memang sih ada padat sedikit saat mau masuk Pancoran. Tetapi setelah itu lancar jaya. Hasilnya, jam 13.20 aku sudah tiba di lokasi. Lebih awal 25 menit dari perkiraan awal, dan masih ada waktu 40 menit sebelum meeting. Jadilah aku pesan lunch ... mie godog Jawa yang yummie :) * * * TAAT. Itulah tema yang aku sematkan pada pengalamanku kemarin. Seperti aku taat dan memasrahkan perjalananku ke Maps dengan alasan dia lebih mengetahui jalan karena melihat dari ketinggian (satelit), seharusnya kita juga taat dan memasrahkan hidup kita kepada DIA yang mengatur seluruh perjalanan hidup kita. Dia punya master plan dan tahu jalur apa yang kita harus lewati. Sikap kita hanya menaati petunjuk yang diberikan. Hal yang penting juga adalah kita harus punya tujuan hidup yang harus jelas serta menguasai medan yang akan kita lewati. Setuju? Yaksip! -Hendri Bun bun.hendri@gmail.com

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hendribun/mie-godog-jawa-harga-sebuah-ketaatan_58e33a29c223bd6b0e177296

Comments

Popular posts from this blog

Pamali

Sedang membantu menyapu rumah. Saat sapuan mendekat pintu depan, istri langsung ambil alih sapu kemudian balikkan arah sapuan ke dalam rumah. Aku : Lho, ngapain sapu ke dalam? Istri : Kalau malam-malam sapu gak boleh ke depan. Ntar rejekinya ikut kesapu ...' * * * Aku percaya, mayoritas teman yang membaca kisah singat di atas akan tertawa -paling tidak tersenyum- sambil mengaku pernah menjadi 'korban' nasehat serupa. Paling tidak begitulah pengakuan sebagian temanku waktu aku melontarkan hal ini sebagai status. Nasehat yang terkenal ampuh untuk membuat kita 'diam' dan 'taat' waktu kecil karena di dalamnya terdapat unsur dan maksud untuk menakut-nakuti. Belakangan setelah kita dewasa kita mengenalnya sebagai nasehat pamali, yang kalau kita analisa dengan nalar ada maksud logis di balik nasehat tersebut. Sebagai contoh. Nasehat yang mengatakan kita tidak boleh menyapu keluar di malam hari karena rejeki akan keluar juga. Kemungkinan maksud nasehat ini dilatarbe...

Introvert yang Memberontak

"Hen, kamu pilih mana. Lembur sampai jam 11 malam atau pergi meeting dengan klien?" Seandainya pertanyaan di atas dilontarkan 8 tahun yang lalu, saya pasti memilih untuk lembur. Tetapi kalau dilontarkan detik ini juga, dengan mantap saya akan memilih meeting dengan klien. Kenapa bisa begitu? Aku adalah seorang introvert yang cenderung ekstrim. Jejak hidupku menceritakan hal tersebut. Waktu SMA aku mengambil jurusan A1 (Fisika) yang notebene banyak hitungan. Masuk kuliah, aku ambil komputer. Pekerjaan pertama? Tidak jauh-jauh. Dengan alasan idealis, aku menekuni pekerjaan yang berhubungan dengan komputer seperti programming, system, trouble shooter, dll. Bisa dikatakan, aku sangat menikmati percumbuanku dengan 'mesin'. Keseharianku juga mengisahkan hal yang sama. Aku lebih suka mengurung diri di kamar dari pada berha-hi-ha-hi dengan banyak orang. Ketika diajak untuk ikut kegiatan-kegiatan yang mengharuskan aku berinteraksi dengan banyak orang, aku cen...

Belajar Berenang Saat Kepala 3? Its Possible!

Salah satu hal yang mungkin tidak banyak orang tahu tentang aku adalah aku baru bisa berenang saat usiaku menginjak kepala 3. Ups ... aku baru saja membeberkan satu rahasia tentang diriku hehehe. Meskipun aku lahir dan besar di kampung yang notebene banyak airnya (baca: sungai), aku tidak bisa berenang. Dan ketidakbisaanku ini aku pelihara sampai desawa. Lantas, bagaimana ceritanya akhirnya aku bisa berenang? Sederhana saja. Semuanya berawal saat anak pertamaku menginjak usia Balita. Layaknya kesukaan para bocah, mereka selalu punya ketertarikan yang besar akan air yang menggenang (baca: kolam renang). Awalnya aku tidak terusik dengan nir-dayaku berenang saat menemani anakku ke kolam renang. Aku masih bisa menikmati ikut nyemplung di kolam anak-anak sambil menggendong dan menemani anaku di sana. Tetapi lama-lama, ketika anakku mulai bosan di habitatnya dan pengen terjun ke kolam orang dewasa, aku baru sadar. Ditambah dengan perasaan 'orang lain melihat' (kegeerank...