Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2006

Hati Seorang Pria

Rupanya bukan hanya pria saja yang selalu mengeluh betapa rumit dan kompleksnya hati seorang wanita hingga dia bagaikan buah simalakama yang membuat sang pria serba salah dalam bersikap dan bertindak [selengkapnya silakan baca posting hati seorang wanita ]. Dari sejumlah pengamatan dan kejadian nyata di lapangan, ternyata tidak kalah banyaknya wanita-wanita yang juga mengeluhkan hal yang sama: susah sekali memahami dan menyelami apa sebenarnya keinginan hati seorang pria. Bagi mereka, hati seorang pria juga misterius dan aneh. Ia juga layak disamakan dengan samudera yang kedalamannya susah untuk diukur, diibaratkan cakrawala yang tidak ketahuan di manakah ujung pangkalnya, disandingkan dengan angin yang entah berhembus dan bergerak ke mana sesuka hatinya. Tapi ... benarkah demikian? Sebenarnya sangat mudah untuk memahami dan mengerti hati seorang pria. Sangat simple dan sederhana. Kalau sempat membaca buku 'Men from Mars, Women from Venus', maka tidak akan sulit untuk mengetah

Masa Kecil

Masa kecil merupakan masa penuh eksplorasi diri dan keberanian. Pengalaman-pengalaman di masa ini sangatlah indah untuk diingat kembali dengan berbagai kegiatan dan aktivitas yang nyaris tanpa sekat dan halangan untuk berekspresi. Memanjat pohon, mencuri mangga tetangga, bermain lumpur, menceburkan diri ke kali, memberanikan diri menerobos hutan belantara, mengunjungi kuburan, serta banyak keberanian-keberanian lainnya senantiasa mengiringi keceriaan dan kegembiraan masa kanak-kanak. Di kamus mereka tidak ada istilah takut. Mereka juga tidak kenal kata kesakitan. Demikian juga tidak pandang bahaya ... Masa kecil juga masa penuh kasih sayang. Ingatan kala dimanja dan disayang sama orang tua yang selalu memberikan ketenangan, keteduhan, serta kebahagiaan bagi jiwa ini selalu menjadi memori yang sulit untuk disingkirkan dalam benak ini. Kenangan saat dibeliin baju dan mainan baru, waktu sakit diperhatikan sedemikian rupa dengan hadiah istimewa berupa makan malam spesial, serta ingatan kal

Sebuah Perenungan

"Ko, bersyukur banget si Asan tidak sampai masuk RSJ alias gila. Setelah mengalami percobaan yang begitu besar dia masih bisa bertahan, dan yang paling penting dia sekarang semakin mendekatkan diri dengan Tuhan ..." Itulah sepenggal penuturan adik sepupuku kala beberapa waktu yang lalu mampir ke rumahku. Awalnya dia cuma mau berkonsultasi tentang merit, menanyakan macam-macam sebagai persiapan, karena menurut rencana mereka bulan Oktober nanti mereka akan menikah. Setelah ngobrol sana ngobrol sini, entah gimana caranya pembicaraan kita bergeser menjadi share-share yang selama ini jauh dari jangkauanku. Semua bermula sewaktu aku bertanya begini. "Calonmu sekarang kerjaannya apa? Masih buka toko khan?" Aku bertanya begitu karena sekitar 2 tahun yang lalu saat ketemu dengannya begitulah berita yang aku dengar. "Ooo ... sudah tidak lagi." jawab adik sepupuku singkat."Oh ya? Trus sekarang ngapain?" Rupanya pertanyaan singkatku itu menjadi awal kisah d

Ketika Waktu Itu Tiba

Kala maut menjemput kita apakah kita sanggup mengelaknya dengan mengatakan aku bukanlah orang yang tepat aku bukanlah penumpang yang harus mengikuti jemputanmu aku hanyalah korban yang salah sasaran seseorang yang seharusnya menempati kursi tungganganmu dia berada nun jauh di sana dengan segala keberadaan mereka demikian juga diriku engkau salah orang Dia datang begitu saja tanpa sebuah peringatan sama sekali layaknya seekor singa yang sedang mencari mangsa dia mengintai mengintip selalu waspada ganas garang tidak kompromi menunggu waktu yang tepat menunggu mangsanya lengah dengan sekuat tenaga melompat menerkam menerjang menggigit merobek menghancurkan mematikan ... Bagaimanakah bentuk dia sebenarnya apakah benar berjubah hitam dengan muka ditutupi topeng memegang sebuah tombak panjang yang ujungnya tajam seperti golok yang konon siap menghujam dan menarik dengan paksa roh si mangsa untuk kemudian dihantarkan kepada penguasa dunia akhirat untuk di tempatkan di sebuah tempat yang sudah

Jeans

Pernah dengar Levi's, Wrangler, atau Guess. Yap, mereka merupakan sejumlah merek jeans yang sudah menjadi trademark dan menjadi buruan orang, terutama fanatik jeans. Emang siapa sih yang tidak pernah pakai jeans? Bentuk lain dari kain yang sifatnya kasar, tebal, dan kaku merupakan variasi dari berbagai pilihan untuk dikonsumsi oleh khalayak ramai. Seolah tidak mau kalah dengan kelembutan kain sutra, jeans muncul dengan tampilan garang, keras, dan tentunya berkelas tinggi. Coba saja lihat iklan-iklan jeans, hampir tidak pernah kita temukan iklannya di-shoot dengan alunan musik lembut yang dipadu dengan suasana kalem dan tenang. Mereka selalu tampil dengan musik keras, nge-rock, bahkan mungkin sedikit metal dengan latar dunia keras dan juga brutal, serta diselingi dengan wanita seksi dan cantik seolah ingin menunjukkan dirinya dengan berkata: jeans is something too, jadi tidak bisa diremehkan begitu saja. Mendengar jeans, pikiran pertama apa sih yang muncul dalam benak Anda? Yap ...

Seuntai Kata untuk Anakku

Anakku, masih jelas sekali kala dad dan mum mendengar suaramu dalam lengkingan tangisan bahagia untuk pertama kalinya. Kamu begitu kecil, merah, dan kelihatan keriput. Dad yang menemani di ruang bersalin sempat bengong sebentar, kok kamu kayak gitu? Tidak seperti yang dad lihat di TV, di mana diceritakan di sana kalau seorang bayi lahir pasti digambarkan sudah rapi, cakep, gemuk, dan jauh dari kesan keriput begitu. Namun itu tidak menjadi masalah, kerena belakangan dad baru mengerti kamu begitu karena memang begitu adanya. Masih dalam selimut kegembiraan, dad melihat kamu mulai dibersihkan, dilap, dimandiin, diukur panjangnya [bukan tingginya], ditimbang beratnya, didekatkan ke mum untuk pertama kalinya, serta direbahkan ke dada mum untuk mendengar detak jantung mum. Hingga kemudian kamu dibawa ke ruang bayi, mulai dipakaikan baju [atau popok tepatnya], diberi tanda pengenal bahwa kamu adalah anak dad dan mum, hingga ditempatkan dalam box, sebelum akhirnya dad diusir sama suster untuk

Sepucuk Surat untuk Istriku

Waktu terus berlalu. Detik demi detik dia merambat menjadi menit. Dalam hitungan sekejap dia melesat menjadi hitungan jam. Tidak kita sadari, hari pun menyongsong, dan dalam sesaat kita tercengang bahwa hitungan sudah menginjak minggu. Tak heran, kala kita mengambil waktu sesaat untuk merenung, bilangan bulan dengan tanpa malu-malu menunjukkan dirinya begitu saja. Kita tidak mungkin menghentikan waktu. Kita juga tidak bisa memperlambat waktu berjalan. Mempercepat waktu? Itu adalah sebuah pekerjaan yang mustahil. Dia sepertinya tercipta begitu saja untuk mengiringi langkah demi langkah insan di semesta ini. Dia bagaikan saksi hidup yang dengan setia memberikan dirinya untuk menyorot apa yang terjadi pada manusia di muka bumi ini. Dia melebur dalam sebuah keabadiaan untuk memberikan makna dan arti bagi penghuni semesta ini dalam melewatkan hari-hari mereka mencapai sebuah kesempurnaan. Dalam fenomena abstraknya sebuah waktu, hari ini diriku sengaja mengambil dan bergelut dengannya untuk