Skip to main content

Jalur Kereta Api

Yuk ... berandai-andai sejenak. Itung-itung sebagai refreshing otak setelah lama libur panjang. Katanya kalo lama tidak digunakan khan bisa berkarat, makanya sebelum itu terjadi, anggap aja posting ini sebagai alat untuk mengasah kembali ketajaman berpikir kita. Setuju :)

Bayangkanlah Anda adalah seorang petugas pengatur jalur di sebuah persimpangan rel kereta api. Tugas Anda adalah mengatur perjalanan setiap kereta yang lewat dengan mengganti-ganti arah rel lewat sebuah panel yang sudah terprogram sedemikian rupa sehingga kereta yang lewat tidak saling tabrakan, dan yang penting arah tujuan kereta tersebut benar sampai ke tujuan.

Kebetulan dari sekian jalur yang ada, terdapat sebuah jalur yang sudah tidak aktif alias tidak pernah lagi dilewati kereta. Karena Anda termasuk karyawan baru, Anda pun tidak mengetahui kenapa jalur tersebut tidak pernah digunakan lagi. Yang Anda tahu hanyalah itu jalur yang tidak aktif. Karena jalur ini dekat dengan pemukiman penduduk, maka tiap hari pasti banyak anak kecil yang bermain-main di sekitar rel kereta api. Biasanya mereka datang berbondong-bondong, dan dengan penuh kegembiraan serta suka cita mereka bermain di sana.

Suatu hari, seperti biasa datanglah sekelompok anak kecil bermain. Mereka bermain di jalur kereta yang masih aktif, persis di sebelah jalur yang sudah tidak aktif. Entah kenapa, ada seorang bocah mengasingkan diri dari kelompok tersebut, dan bermain sendirian di jalur yang tidak aktif. Tiba-tiba, dari kejauhan terlihat ada kereta api yang mendekat dengan kecepatan tinggi. Pilihan Anda hanya 2. Pertama membiarkan kereta tersebut melaju di jalur yang banyak anak-anak bermain, atau kedua mengalihkan kereta tersebut ke jalur yang tidak aktif tersebut, karena itu satu-satunya jalur yang bisa di-switch saat itu juga.

Sebagai petugas, apakah tindakan yang akan Anda lakukan? Apakah Anda akan memindahkan arah kereta tersebut ke jalur sudah tidak aktif dan menyelamatkan sebagian besar anak kecil yang sedang bermain, namun konsekuensinya berarti Anda akan mengorbankan nyawa seorang anak yang sedang bermain di jalur KA yang tidak aktif. Ataukah Anda justru membiarkan kereta tersebut berada di jalur yang seharusnya?

Sebelum lanjut baca, mari berhenti sejenak dan berpikir keputusan apa yang sebaiknya diambil ? Pikirkan baik-baik jawaban Anda ... dan setelah yakin benar, baru teruskan membaca.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Aku menduga, sebagian besar dari Anda-Anda akan memilih untuk memindahkan arah kereta ke jalur tidak aktif dengan konsekuensi hanya mengorbankan jiwa seorang anak. Benar??? Angkat tangan dan mengangguklah jika iya hehe ...

Awalnya aku juga berpikiran begitu. Secara logika keputusan tersebut sangat rasional dan dapat dilegalkan. Pilihan tersebut dari segi moral juga dapat dipertanggungjawabkan, yaitu nyawa banyak anak lebih berharga dibandingkan nyawa seorang anak. Istilahnya, daripada jatuh korban yang banyak, kalau bisa meminimalkan jumlah korban, kenapa tidak dilakukan?

Saat aku lemparkan isyu ini ke milis internalku, mayoritas juga menjawab demikian. Hal yang sama juga aku dapatkan kala aku mendiskusikan langsung hal ini dengan beberapa rekan. Namun kalau kita kaji lebih lanjut, kita akan menemukan bahwa pilihan yang kita anggap tepat tersebut justru tidak tepat sama sekali. Anda mungkin bertanya, kok bisa?

IYA. Dari hasil diskusiku dengan teman-teman, ada beberapa hal yang membenarkan bahwa pilihan mengalihkan arah kereta ke jalur tidak aktif adalah keputusan yang SALAH BESAR. Apakah itu?

Pertama, jika kita memutuskan demikian, secara sadar ataupun tidak, kita sudah bertindak tidak fair. Bukankah anak kecil yang bermain di jalur tidak aktif itu sebenarnya sudah di posisi benar, dan kelompok anak yang bermain di jalur aktif sebenarnya berada di pihak yang salah. Sungguh sebuah keputusan yang tidak adil jika kita harus mengorbankan nyawa anak yang tidak bersalah itu karena kecerobohan teman-temannya yang bermain di tempat berbahaya.

Alasan kedua, percayalah bahwa saat kereta tersebut sudah mendekati kelompok anak yang bermain di jalur yang aktif, sang masinis pasti akan membunyikan peluit atau klakson sebagai tanda peringatan. Dan ketika mereka mendengar suara kereta yang semakin mendekat, mereka pasti segera berlari berhamburan menghindarkan diri dari bahaya ditabrak karena mereka sadar bahwa jalur tersebut masih aktif.

Beda ceritanya jika kereta diarahkan ke jalur tidak aktif. Sang anak yang asyik bermain pasti akan tewas ditabrak kereta. Mengapa? Karena dia pasti tidak pernah berpikir kereta tersebut akan lewat di jalur tersebut, karena dalam pikirannya itu jalur tidak aktif kok, mustahil ada kereta akan lewat.

Alasan lain, pasti ada alasan tertentu hingga sebuah jalur dinonaktifkan. Salah satu alasannya adalah kemungkinan karena jalur tersebut sudah tidak aman. Nah ... bila kita mengarahkan laju kereta tersebut ke jalur yang tidak aktif tersebut, secara tidak langsung sama saja kita meletakkan nyawa seluruh penumpang di dalam kereta tersebut ke dalam bahaya. Bisa saja kereta tersebut anjlok atau terbalik karena lepas dari rel. Alih-alih ingin menyelamatkan sekumpulan anak dengan mengorbankan seorang anak, yang ada malah kita mengorbankan ratusan nyawa penumpang di kereta tersebut.

Itulah 3 alasan yang dapat kami simpulkan. Apakah ada alasan lain dari teman-teman?

* * *

Hidup ini selalu diwarnai keputusan-keputusan seperti itu. Dan sering kali kita terjebak dalam pilihan yang justru menyebabkan sebuah masalah bukanlah clear, malah kita membawa masalah tersebut ke dalam sebuah situasi yang super ekstra kompleks. Tapi itulah realita yang ada, dan harus kita alami selama ada sebuah pilihan.

Jadi, apa yang harus kita lakukan. Mungkin statemen ini patut kita pegang dan ingat senantiasa: sesuatu yang benar tidak selalu disukai dan sesuatu yang disukai tidak selalu benar... Setuju???

Comments

  1. Aku nggak ngangkat tangan lhooo.... . Soale kan jelas aja kalo ada kereta mendekat, anak2 gak mungkin kan tetep dengan santainya bermain di rel yang masih aktif. Kalaupun engga, masih ada pihak lain yang bisa mengingatkan mereka (dgn cara teriak misalnya) untuk minggir, misalnya si orang-tua anak itu (klo misalnya tuh rel ada di deket perumahan anak2 itu), atau klakson kereta, atau si petugas sendiri.... :D

    ReplyDelete
  2. yang sulit bukannya menentukan pilihan itu, tapi memikirkan dampak yang terjadi. buat yang terbiasa bertindak cepat pasti tidak akan betah lama-lama memikirkannya. nah yang penuh pertimbangan pasti butuh waktu untuk memutuskan, apa gak keburu telat tuh?

    kalo gua pribadi pilih tidak memindahkan jalur... play by the rule aja prinsipnya.

    tapi kalo di indonesia, semua pilihan itu serba salah, gak ada yang bener.. iya apa iya?!

    ReplyDelete
  3. kalo aku seh biarin tuh kereta melaju ke rel yg aktif.

    ReplyDelete
  4. Yang pasti, kita sebage manusia gak hidup sendirian. Kita punya peran dan kewajiban. Jadi ketika kita membuat keputusan, semuanya harus berdasarkan tanggung jawab bukan cuma semata untuk solusi egoisme diri sendiri...banyak keputusan yang harus kita buat karena tuntutan peran n tanggung jawab , padahal kita benci keputusan itu. Tapi apa daya, namanya juga kita manusia yang bukan hidup sendirian :)

    ReplyDelete
  5. Zilko: Hmmm ... gitu yah. Cerdas juga adikku yang satu ini hehe ...

    Xu: Ngerasa juga yah. Emang kadang minoritas sering dikorbankan demi kepentingan mayoritas. Kalau udah gitu, mau ngomong apa lagi hehehe

    Mel: Wahhh ... ndak nyangka bolot yang satu ini pilihannya tepat yah hehehe ... bravoooooo

    Yenny: Begitulah. Istilah kerennya sih toleransi hehe ... Gimana yah seandainya tidak ada perbedaan. PAsti bosan kali yah???

    ReplyDelete
  6. kok jd ngomongin kereta api, sih hen ? disuruh mikir pulak. pala gue udha mumet gini hahahha

    ReplyDelete
  7. Anonymous2:55 AM

    Kereta apiku lari dengan kencang... hehe..

    Hen pa kabar? Long time no see..

    ReplyDelete
  8. Anonymous10:16 AM

    Setiap keputusan pasti ada resikonya masing2. :)

    ReplyDelete
  9. setiap pagi dlm perjalanan ke kantor g liat bapak petugas di lintasan kereta api berdiri dan meletakkan salah satu kakinya di atas rel, mungkin untuk merasakan getaran kereta yang akan datan g. kadang gue bertanya selama berapa menit, berapa jamkah mereka dalam posisi begitu?
    pagi hari yang ga begitu panas aja menurut gue udah cukup menyiksa. kebayang kan kalo pas tengah hari bolong.
    dan gue salut sama mereka.

    jika gue dihadapkan pada posisi yang elo sebut diatas, hen. seharusnya jika gue adalah orang yang bertanggung jawab pada pekerjaan dan kepercayaan yang diberikan ke gue, maka seharusnya dari beberapa saat sebelum kereta itu kelihatan, gue sudah melakukan tindakan yang menurut gue paling baik saat itu,
    kalo bapak2 di lintasan itu bisa, masa gue ga bisa?

    ReplyDelete
  10. Dian: kenapa dengan kereta api? kenapa dengan mikir? Hehehe ... dan kenapa kepalanya mhumet :))

    Tina: Kabar baikkkk ... Long time no see jugaaaa :)

    Dewi: Iya ... dan semoga keputusan kita selalu yg terbaik :)

    Ester: Wahhh ... rekor sekali komenmu, panjangggg dan berisi :) Sebenarnya bnyk profesi yang kadang dianggap sepele oleh banyak orang, justru berperanan penting bagi kelancaran hidup ini yah, salah satunya pak ptugas yang kamu lihat itu :) Semoga kita bisa termotivasi dan belajar dari mereka :)

    ReplyDelete
  11. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pamali

Sedang membantu menyapu rumah. Saat sapuan mendekat pintu depan, istri langsung ambil alih sapu kemudian balikkan arah sapuan ke dalam rumah. Aku : Lho, ngapain sapu ke dalam? Istri : Kalau malam-malam sapu gak boleh ke depan. Ntar rejekinya ikut kesapu ...' * * * Aku percaya, mayoritas teman yang membaca kisah singat di atas akan tertawa -paling tidak tersenyum- sambil mengaku pernah menjadi 'korban' nasehat serupa. Paling tidak begitulah pengakuan sebagian temanku waktu aku melontarkan hal ini sebagai status. Nasehat yang terkenal ampuh untuk membuat kita 'diam' dan 'taat' waktu kecil karena di dalamnya terdapat unsur dan maksud untuk menakut-nakuti. Belakangan setelah kita dewasa kita mengenalnya sebagai nasehat pamali, yang kalau kita analisa dengan nalar ada maksud logis di balik nasehat tersebut. Sebagai contoh. Nasehat yang mengatakan kita tidak boleh menyapu keluar di malam hari karena rejeki akan keluar juga. Kemungkinan maksud nasehat ini dilatarbe...

Belajar Berenang Saat Kepala 3? Its Possible!

Salah satu hal yang mungkin tidak banyak orang tahu tentang aku adalah aku baru bisa berenang saat usiaku menginjak kepala 3. Ups ... aku baru saja membeberkan satu rahasia tentang diriku hehehe. Meskipun aku lahir dan besar di kampung yang notebene banyak airnya (baca: sungai), aku tidak bisa berenang. Dan ketidakbisaanku ini aku pelihara sampai desawa. Lantas, bagaimana ceritanya akhirnya aku bisa berenang? Sederhana saja. Semuanya berawal saat anak pertamaku menginjak usia Balita. Layaknya kesukaan para bocah, mereka selalu punya ketertarikan yang besar akan air yang menggenang (baca: kolam renang). Awalnya aku tidak terusik dengan nir-dayaku berenang saat menemani anakku ke kolam renang. Aku masih bisa menikmati ikut nyemplung di kolam anak-anak sambil menggendong dan menemani anaku di sana. Tetapi lama-lama, ketika anakku mulai bosan di habitatnya dan pengen terjun ke kolam orang dewasa, aku baru sadar. Ditambah dengan perasaan 'orang lain melihat' (kegeerank...

Introvert yang Memberontak

"Hen, kamu pilih mana. Lembur sampai jam 11 malam atau pergi meeting dengan klien?" Seandainya pertanyaan di atas dilontarkan 8 tahun yang lalu, saya pasti memilih untuk lembur. Tetapi kalau dilontarkan detik ini juga, dengan mantap saya akan memilih meeting dengan klien. Kenapa bisa begitu? Aku adalah seorang introvert yang cenderung ekstrim. Jejak hidupku menceritakan hal tersebut. Waktu SMA aku mengambil jurusan A1 (Fisika) yang notebene banyak hitungan. Masuk kuliah, aku ambil komputer. Pekerjaan pertama? Tidak jauh-jauh. Dengan alasan idealis, aku menekuni pekerjaan yang berhubungan dengan komputer seperti programming, system, trouble shooter, dll. Bisa dikatakan, aku sangat menikmati percumbuanku dengan 'mesin'. Keseharianku juga mengisahkan hal yang sama. Aku lebih suka mengurung diri di kamar dari pada berha-hi-ha-hi dengan banyak orang. Ketika diajak untuk ikut kegiatan-kegiatan yang mengharuskan aku berinteraksi dengan banyak orang, aku cen...