Skip to main content

Seandainya Saja [Aku Meninggal] ...

Lahir - bayi - balita - anak-anak - remaja - pemuda - dewasa - orangtua - kakek - meninggal. Itulah sebuah siklus hidup manusia. Bagi kita-kita yang beruntung dan diberi siklus lengkap tersebut dari Sang Maha Kuasa, sudah selayaknya kita bersyukur, nikmati, dan manfaatkanlah satu persatu peran tersebut dengan sebaik-baiknya. Banyak orang di sekeliling kita, entah itu saudara ataupun orang-orang yang tidak kita kenal, hanya dikasih kesempatan untuk memainkan sebagian peran. Ada yang hanya sampai orang dewasa, pemuda, bahkan tidak sedikit yang hanya kebagian secuil peran sebagai balita atau bayi.

Kita tidak bisa memprotes kenapa setiap orang diberi jatah yang berbeda-beda. Kita tidak berhak menggugat seandainya dilimpahi peran yang hanya sebentar. Kita juga tidak boleh mempertanyakan kenapa bagian kita berbeda dengan bagian orang lain. Semuanya mutlak ada di tanganNya, sudah direncanakan dalam sebuah master plan yang begitu besar dan kompleks, dan begitulah seharusnya destiny kita sebagai hasil ciptaanNya. Bagian kita hanyalah melewati masa-masa tersebut, dan bersikap bijak dalam menghitung hari demi hari seraya berusaha mempercantik peran dengan segala talenta dan bakat yang sudah dititipkan kepada kita.

Tapi apakah benar semuanya sudah digariskan begitu saja? Apakah sudah mutlak bahwa usia seseorang sudah direncanakan sedemikian panjang? Apakah dari sononya sudah terbentang jalur dan batas hidup masing-masing pribadi?

Hal-hal tersebut kadang aku pertanyakan ketika melihat sebuah peristiwa yang namanya kematian. Tidak aku berpikir panjang seandainya yang pulang ke pangkuanNya adalah mereka yang sudah sepantasnya berkumpul bersama leluhur mereka dalam sebuah keabadian. Tapi akalku tak habis pikir seandainya yang harus kembali ke sana adalah mereka-mereka yang menurutku belum saatnya dipanggil. Naluriku memberontak kala mendapati beberapa teman dekat yang seolah-olah dipaksa untuk berpulang, padahal menurutku belumlah tiba waktunya dan banyak hal lain yang bisa mereka kerjakan di bumi ini.

Tapi kepada siapa aku bisa bertanya? Kepada siapa aku meminta jawaban? Kepada siapa aku menagih sebuah kebenaran logika? Kepada siapa aku diijinkan untuk beradu argumentasi? Dan yang mungkin ini pertanyaan yang pantas aku layangkan: PANTASKAH AKU MEMPERTANYAKAN SEMUANYA ITU?

Dalam sebuah kesempatan untuk merenung, entah kenapa topik ini berkeliling terus memenuhi pikiranku. Bagaikan nyamuk yang mengiang-ngiang di telinga waktu malam-malam yang sanggup menganggu sang pemilik telinga untuk sekedar bereaksi dengan mengibaskan tangan, hingga kadang sekuat tenaga menepuk dengan harapan mematikan sang pengganggu tersebut, demikianlah topik ini mengiang-ngiang terus di benakku seolah meminta sebuah jawaban. Seandainya aku meninggal ... so what will be happen?

* * *

Seandainya aku meninggal
apakah ada air mata untukku?
apakah ada tetesan dan isak tangis yang tercurahkan
sebagai tanda kehilangan yang begitu mendalam
sebagai tanda frustasi karena akan jauh dari gapaian
sebagai tanda berkabung dalam balutan kesedihan
sebagai tanda berduka yang menusuk batin
akan perginya seorang pribadi
akan berpulangnya seorang insan
akan hengkangnya seorang manusia
dalam berbagai status yang berbeda
dan peran yang bermacam-macam
yang sanggup menghadirkan sejuta kenangan
sehingga dia pantas untuk ditangisi?

Seandainya aku meninggal
jangan-jangan tawalah yang aku dapatkan
sebagai sebuah tanda bersuka
sebuah tanda kemenangan
sebuah tanda kelegaan
sebuah tanda kebahagiaan
karena telah pergi seseorang
yang patut disyukuri karenanya
yang sudah didoakan dan diharapkan oleh orang banyak
karena pribadi ini bagi mereka
sangat layak untuk pulang sekarang juga
lebih cepat lebih bagus
hingga sebuah pesta terselubung dalam kedukaan
diadakan sebagai simbol penghormatan
atas kepergian diriku?

Seandainya aku meninggal
jangan-jangan tidak ada yang mempedulikan
siapa sih diriku ini
hingga layak meminta perhatian
apa efek kehadiranku bagi dunia ini
apa kontribusiku terhadap lingkungan sekitarku
apa manfaat keberadaanku bagi masyarakatku
membuat aku berpikir
jangan-jangan tidak ada
hingga menjelang ajal pun
tidak ada yang memperhatikan
berkurang seorang anak manusia
tidak berpengaruh terhadap kehidupan ini
karena aku memang orang biasa
yang tidak ada apa-apanya ...

* * *

Tidak masalah kali apapun peran dan kontribusimu selama hidup. Tidak jadi persoalan sepanjang apa kita diberi usia. Tidak urusan kali seberapa lama jatah kita memainkan peran kita. Tapi yang terpenting adalah bagaimana kita menghidupinya dan mengelolanya hingga menjadi sebuah cerita hidup yang menarik untuk dilihat dan dibaca orang. Bagaimana kita mengisi dan menambahkan aksesoris yang berwarna-warni dalam buku kehidupan kita, mungkin itulah yang lebih berharga dan pantas dilirik oleh orang.

Apalah artinya hidup lama tapi tidak ada manfaatnya alias sia-sia belaka? Apa artinya usia panjang tapi hanya diisi dengan sebuah kebosanan saja? Apa artinya umur yang berlimpah tapi tidak ada kebahagiaan sama sekali dalam melewatinya? Apa artinya detik lebih lama kalau hanya menghitungnya tanpa ada gairah sama sekali?

Teringat aku sebuah lagu lama, yang bercerita tentang kehidupan ini. Bagian reffnya berkata: hidup bukan karna hari ... hidup hanya karna arti ... bla bla bla ...

So ... apakah caramu mengisi hari-harimu?

Comments

  1. Anonymous7:41 AM

    Hiatus sebulan saja sudah ku cari dirimu.Tetaplah nge-blog, beri pencerahan bagi diri sendiri dan org lain. Ok bro? Kekekee :)

    ReplyDelete
  2. Anonymous7:42 AM

    Hiatus sebulan saja sudah ku cari dirimu.Tetaplah nge-blog, beri pencerahan bagi diri sendiri dan org lain. Ok bro? Kekekee :)

    ReplyDelete
  3. gua hidup dengan bersyukur tiap pagi, kalo bisa melek brarti Tuhan masih kasih kesempatan.
    jalanin hari seolah esok tidak akan datang, dengan begitu pasti lebih menyenangkan.

    ReplyDelete
  4. Yang penting selama hidup giving the best and fulfill the best :))

    ReplyDelete
  5. bersyukur kita masih bisa melakukan apa aja yang kita mau, yang baik2 tentunya.

    ReplyDelete
  6. Anonymous4:20 PM

    Just do the best n let God do the rest.

    duhh... Hendri kok ngomongin meninggal sih? :(

    ReplyDelete
  7. Menurut bang Ebiet...

    kematian hanyalah tidur panjang..

    dan mimpi mimpi didalamnya menjadi indah, ketika kita telah melakukan hal hal baik menurutNya.... setiap saat..sepanjang usia....hingga tidur panjang menjadi kenangan manis bagi semua orang yg pernah mengenal kita :)

    ReplyDelete
  8. Anonymous10:06 AM

    Karena kita nggak tahu punay waktu sampai kapan, nikmati waktu saat ini yang masih merupakan berkah untuk kita, dan isi dengan hal2 yg berguna, he3... :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pamali

Sedang membantu menyapu rumah. Saat sapuan mendekat pintu depan, istri langsung ambil alih sapu kemudian balikkan arah sapuan ke dalam rumah. Aku : Lho, ngapain sapu ke dalam? Istri : Kalau malam-malam sapu gak boleh ke depan. Ntar rejekinya ikut kesapu ...' * * * Aku percaya, mayoritas teman yang membaca kisah singat di atas akan tertawa -paling tidak tersenyum- sambil mengaku pernah menjadi 'korban' nasehat serupa. Paling tidak begitulah pengakuan sebagian temanku waktu aku melontarkan hal ini sebagai status. Nasehat yang terkenal ampuh untuk membuat kita 'diam' dan 'taat' waktu kecil karena di dalamnya terdapat unsur dan maksud untuk menakut-nakuti. Belakangan setelah kita dewasa kita mengenalnya sebagai nasehat pamali, yang kalau kita analisa dengan nalar ada maksud logis di balik nasehat tersebut. Sebagai contoh. Nasehat yang mengatakan kita tidak boleh menyapu keluar di malam hari karena rejeki akan keluar juga. Kemungkinan maksud nasehat ini dilatarbe...

Belajar Berenang Saat Kepala 3? Its Possible!

Salah satu hal yang mungkin tidak banyak orang tahu tentang aku adalah aku baru bisa berenang saat usiaku menginjak kepala 3. Ups ... aku baru saja membeberkan satu rahasia tentang diriku hehehe. Meskipun aku lahir dan besar di kampung yang notebene banyak airnya (baca: sungai), aku tidak bisa berenang. Dan ketidakbisaanku ini aku pelihara sampai desawa. Lantas, bagaimana ceritanya akhirnya aku bisa berenang? Sederhana saja. Semuanya berawal saat anak pertamaku menginjak usia Balita. Layaknya kesukaan para bocah, mereka selalu punya ketertarikan yang besar akan air yang menggenang (baca: kolam renang). Awalnya aku tidak terusik dengan nir-dayaku berenang saat menemani anakku ke kolam renang. Aku masih bisa menikmati ikut nyemplung di kolam anak-anak sambil menggendong dan menemani anaku di sana. Tetapi lama-lama, ketika anakku mulai bosan di habitatnya dan pengen terjun ke kolam orang dewasa, aku baru sadar. Ditambah dengan perasaan 'orang lain melihat' (kegeerank...

Introvert yang Memberontak

"Hen, kamu pilih mana. Lembur sampai jam 11 malam atau pergi meeting dengan klien?" Seandainya pertanyaan di atas dilontarkan 8 tahun yang lalu, saya pasti memilih untuk lembur. Tetapi kalau dilontarkan detik ini juga, dengan mantap saya akan memilih meeting dengan klien. Kenapa bisa begitu? Aku adalah seorang introvert yang cenderung ekstrim. Jejak hidupku menceritakan hal tersebut. Waktu SMA aku mengambil jurusan A1 (Fisika) yang notebene banyak hitungan. Masuk kuliah, aku ambil komputer. Pekerjaan pertama? Tidak jauh-jauh. Dengan alasan idealis, aku menekuni pekerjaan yang berhubungan dengan komputer seperti programming, system, trouble shooter, dll. Bisa dikatakan, aku sangat menikmati percumbuanku dengan 'mesin'. Keseharianku juga mengisahkan hal yang sama. Aku lebih suka mengurung diri di kamar dari pada berha-hi-ha-hi dengan banyak orang. Ketika diajak untuk ikut kegiatan-kegiatan yang mengharuskan aku berinteraksi dengan banyak orang, aku cen...