Skip to main content

100 Ribu

Siapa sih yang tidak pernah melihat dan memiliki selembar uang berwarna merah muda [benar yah, warnanya merah muda hehehe] dengan tulisan angka 1 yang diikuti 5 buah 0 di belakangnya alias 100.000? Di mana-mana lembaran itu bisa dijumpai dengan mudah. Di pasar, kasir-kasir pusat perbelanjaan, ATM, dan aku yakin sebagian nongkrong dengan manis di dompet teman-teman.

Tapi pernahkah teman-teman berpikir, seberapa besarkah arti dan makna uang 100.000 bagi kebanyakan orang? Apakah dia sangat bernilai dan berharga, atau biasa-biasa saja layaknya uang dengan nilai lainnya, atau malah tidak bernilai sama sekali?

Bagi puluhan juta penduduk di Republik ini yang dikategorikan pemerintah sebagai kelompok orang miskin, uang 100.000 boleh dikatakan penyelamat dan sebuah angka yang bisa memperpanjang hidup mereka selama 1 bulan. Yah ... Bantuan Langsung Tunai alias BLT yang sejak kenaikan dan dihilangkannya subsidi BBM sebagai bentuk kebijakan pemerintah dalam membantu mereka-mereka yang dipandang memiliki standar kehidupan yang rendah, yang dibagikan secara berkala 3 bulan sekali, dengan setiap keluarga mendapatkan 300.000 alias 100.000 sebulan, adalah bentuk perpanjangan nafas bagi mereka yang sangat-sangat-sangat membutuhkan.

Tekanan ekonomi dari kiri-kanan, krisis dan kenaikan harga yang melonjak, serta kejamnya persaingan hidup membuat kelompok ini tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka mau protes, tapi harus protes ke mana? Minta perlindungan, diajukan ke siapa? Mohon bantuan, tapi siapa yang mau menolong mereka? Makanya ketika program ini digulirkan, dengan antusias kelompok ini menyambutnya dengan gembira dan sukacita. Meski mereka sadar, bantuan sejumlah 100.000 sebulan tentu tidak mampu menghidupi mereka selama sebulan penuh, tapi aku pikir mereka pasti bersyukur sekali karena jumlah tersebut minimal dapat mereka manfaatkan untuk hal-hal lain yang mendesak, seperti membiayai uang sekolah anaknya, membeli beras sebagai cadangan, membayar utang, dan tentunya banyak hal lainnya yang bisa mereka manfaatkan dari bantuan tersebut.

Karena begitu berharganya uang 100.000 bagi mereka, saat hari pembagian atau jatah pencairan dana tersebut tiba, dengan berbondong-bondong mereka menyerbu tempat-tempat yang sudah ditunjuk sebagai tempat bagi mereka untuk menukarkan selembar kupon sebagai kartu pass untuk mendapatkan bantuan yang dimaksudkan. Aku lihat dari berita, entah TV, koran, situs berita, banyak yang harus berjuang ekstra keras dalam mengambil jatah mereka. Ada yang harus berjalan kaki beberapa kilometer jauhnya demi sampai tujuan, mereka harus berdesak-desakan karena takut tidak kebagian hingga banyak dari mereka, terutama ibu-ibu tua yang sampai pingsan, dan yang tragis ada oknum yang tega hati memotong jatah tersebut dengan berbagai alasan yang dibuat-buat, padahal itu dilakukan sebagai bagian dari bentuk birokrasi yang hanya untuk memperkaya diri mereka saja. Mereka BERJUANG untuk itu ...

Ketika akhir-akhir ini ada isu bantuan tersebut akan dihentikan, dan katanya ada program lain sebagai bentuk lain dari bantuan tersebut, mereka mulai kuatir, cemas, resah, dan takut. Mereka mungkin berpikir bagaimanakah cara mereka melewati dan menjalani hidup yang semakin keras ini? Dengan adanya bantuan itu saja, mereka masih harus bekerja ekstra keras, membanting tulang tanpa melihat waktu, dan menghalalkan segala cara demi memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Dan seandainya benar bantuan itu hilang, kesulitan apa lagi yang akan menghadang mereka?

Jadi ... berhargakah uang 100.000 itu? Kalau ditanyakan ke mereka yang diatas: SANGAT berharga dan bernilai.

* * *

Uang 100.000 bagi sekelompok orang yang lain mungkin berharga, tetapi tidak terlalu berharga. Bagi mereka, 100.000 bisa berarti jatah makan mereka selama seminggu. Dengan asumsi makan 3 kali, sekali makan dengan lauk telor, tempe, sayur, yang kadang-kadang diselingi daging plus minum air putih yang dirata-ratakan sekali makan menghabiskan sekitar 4000 perak. Untuk jatah makan hari minggu, mungkin bisa lebih mewah sedikit kali yeee.

Kelompok ini tidak pernah berpikir untuk menghabiskan uang 100.000 untuk hal lain kecuali makan. Tidak terbersit dalam pikiran mereka membeli pakaian bagus, sepatu baru, nonton di bioskop, dan menikmati berbagai bentuk dan kegiatan yang dianggap mewah dalam pandangan mereka. Dalam benak mereka, bagaimana bisa tetap mengantongi 100.000, dan itulah hidup mereka seminggu ke depan.

Jadi itulah makna 100.000 bagi mereka. Kalau dikatakan berharga, iya. Tetapi kalau dikatakan SANGAT berharga, tidak juga, karena mereka masih bisa hidup dan bertahan, serta mampu mengusahakan ada dan tersedianya uang sejumlah itu aman dalam genggaman mereka, dan tidak terlalu tergantung pada bantuan dari luar dalam rangka pemenuhan dan kelangsungan hidup mereka.

Kelompok yang lebih tinggi akan menganggap uang 100.000 sebagai lembaran yang sama dengan uang nilai lainnya hingga merasa tidak begitu sayang mengeluarkan dan menghabiskannya begitu saja. Kelompok ini boleh dikatakan sudah lebih mapan dan lebih royal dalam menikmati hidup mereka. Makan di restoran fast food, di mana sekali makan menghabiskan sekitar 50.000 adalah hal yang biasa bagi kelompok ini. Membeli pakaian baru dengan kisaran harga 100.000 juga bukan masalah bagi mereka. Keluar-masuk salon, entah sekedar gunting rambut, cream bath, pedi-medi yang kira-kira senilai begitu juga bukan hal yang perlu mereka pertimbangkan dengan serius dalam mengeluarkannya. Nonton bioskop lengkap dengan minuman dan makanan kecil juga hal yang wajar bagi mereka untuk dinikmati.

Dengan kata lain, uang 100.000 bukanlah sesuatu yang harus mereka perjuangkan dalam mengeluarkannya. Hilang satu lembar --atau bahkan berlembar-lembar-- dalam sehari, tapi yang penting hati ini merasa bahagia dan senang, itu adalah hal yang setimpal. Kira-kira mungkin begitulah logika mereka memandang dan memaknai uang 100.000. Jumlah tersebut tetap berharga, tetapi tingkat pemaknaan dan penghargaan atasnya adalah kecil.

* * *

Kelompok yang mungkin menganggap 100.000 tidak ada nilainya bisa kita dapati di sebagian orang dalam Republik ini. Bagi mereka 100.000 itu layaknya uang receh, yang dengan mudah keluar-masuk dalam dompet mereka, atau bahkan jumlah tersebut dianggap tidak ada dalam kamus mereka. Pembicaraan mereka udah dalam level 6, 7, bahkan 8 angka 0. Selembar uang 100.000 seandainya terselip entah kemana, mungkin tidak akan dianggap mereka. Apalah artinya selembar uang dengan 5 angka 0 dibandingkan dengan harta mereka yang angka 0-nya sudah berlipat ganda?

Aku pernah dengar cerita teman, yang karena tugas kantor harus menjamu tamu mereka di salah satu restoran terkenal di daerah elit tentunya. Sistem makan mereka dihitung berdasarkan meja. Enak-enak makanannya, lezat-lezat disajikan, bervariasi menunya, dan berlimpah hingga banyak makanan yang tersisa. Waktu aku iseng tanya, habis berapa tuh sekali makan kayak gitu? Bagai godam menghantam kepalaku, kaget aku mendengarnya: satu meja habisnya sekitar 5.000.000,- [baca lima juta rupiah].

ASTAGA!!! Dalam satu malam, hanya beberapa jam, uang segitu mengalir begitu saja, hanya untuk sebuah dinner? Tidak habis pikir aku ... semuanya ini dalam rangka menyenangkan tamu mereka, atau karena kantor mereka kebingungan menghabiskan uang karena saking banyaknya uang mereka? How come .... Pikiranku mulai menghitung-hitung. 5.000.000 itu sama artinya 50 lembar 100.000. Yang kalau dikonversikan berarti sanggup membiayai 50 orang miskin di Republik ini selama 1 bulan. Dan ... dengan ringan dan mudah mereka menghabiskannya hanya dalam waktu semalam?

Tapi itulah realita yang ada. Dan aku pikir itu bukan hal yang aneh lagi. Memang ada sekelompok orang yang menganggap 100.000 TIDAK BERHARGA sama sekali.

* * *

Kalau ditanyakan kepada diriku sendiri, apakah makna 100.00 itu? Hmmm .... let me think.

Mungkin aku akan menjawab: 100.000 sama artinya ke mal, masuk toko buku, kemudian cari buku Be Happy, Smile Pliz, dan Kafe Etos, ke kasir, bayar ... Lantas menuju ke salah satu restoran fast food kesukaan saya, pesan paket tertentu, makan ... dan pulang.

Bagaimana dengan teman-teman? Let me know juga-lah ...


*) Setelah hampir sebulan berhenti menulis, awalnya aku pikir tidak punya sense menulis lagi. Tapi rupanya posting ini jadi juga yah hehehe ... Senang aku :)

Comments

  1. Welcome back, hen!
    Seneng baca tulisan elo lagi.

    Buat gue 100rb itu beda2 artinya, tergantung masanya, hehehe....

    Sekarang, 100rb itu sama dengan ke toko langganan gue, pilih2 motif kraft lalu pulang dan ngerjain dirumah. Yaaa... 100rb bisalah untuk modal seminggu, hahahaa...

    ReplyDelete
  2. Hen, dgn 100 rb, kalo beli buku mu yang baru itu masih dapet kembalian lohhh...hehehe... untung harganya gak digenapin 100 ribu ama si Khun :))

    ReplyDelete
  3. 100rb buat beli susunya Den Zio..masi kurang coy :((

    ReplyDelete
  4. Hen, gw geram tuh ama tukang catut! dosa, ngambil duit yg bukan haknya.
    100 ribu, dulu di Indo bisa buat beli beras beberapa kilo.
    jadi berharga banget tuh duit.
    tapi di sini/Holan, 100 ribu bisa buat belanja daging ama sayur mungkin ditambah roti, buat maem sehari. apa2 mahal sih...

    ReplyDelete
  5. 100rb buat sisca... beli beras, sayur, lauk dan masak sendiri, bila jemu dengan hidangan dari koki...diusahakan doyan sih..abis
    apa2 mahal Hen..jd kudu irit.

    ReplyDelete
  6. Anonymous8:29 PM

    Hallo hallo

    Welcome back yah... :)

    Klo aku tergantung waktu juga sih, skrh 100.000 entah kenapa jadi lebih sering ngeloyor pergi dari dompet, gara2 banyak skali keperluan untuk OSPEK, mana pulsa jadi boros skali juga... :( Klo hari biasa, 100.000 ya untuk hidup sehari2 lah, untuk makan, internet, klo sisa ya u/ jalan2 juga, he3... :) Masuk kelompok yang mana yah??

    ReplyDelete
  7. wah.... sense menulis itu ga pernah mati hen, kalo terus diasah :)
    100 ribu di sini kurang dari 10 pounds... bisa utk belanja seminggu/seminggu setengah kali ya (makanan maksudku, sayur dll). Di sini diusahakan seirit mungkin hehehehe...

    ReplyDelete
  8. Anonymous12:14 AM

    yg aku tau, banyak yg suka ketukar mao bayar uang 10ribu dengan 100ribu (terutama kalo naik bajaj/becak malam2 n mao cepet2 keluarin uang dari dompet tuk bayar) and itu rasanya perihhhh sekali!!

    for me, uang berapapun penting!! capek pegel lemes ini badan kerja buat nyari sesuap nasi -_-

    ReplyDelete
  9. hi there! welkom bak!!
    dah lama gak nongol, tulisannya masih bagus juga yak.. sibuk apa Om?

    buat gua 100ribu itu bisa bermacam2 artinya, kalo awal bulan bisa buat 5 kali makan siang di cafe di jalan Wayang. Kalo ditengah bulan bisa buat beli pulsa telepon 100ribu. Kalo di akhir bulan bisa buat ajak pacar jalan2 dan makan yah 2 kalian deh.

    ReplyDelete
  10. hen..yg rajin nulis ya...jgn libur mulu :), kalo nurut aku uang 100rb, bisa tergantung kecil/besar tergantung buat beli apa ? kalo buat beli kerupuk dpt banyak, kalo buat nyalon..paling cuman 1x aja.

    ReplyDelete
  11. Anonymous9:38 AM

    PRT di tempat gw itu malah menganggap 100 ribu itu = baju.

    Suatu saat dia gajian beberapa lbr 100 ribuan yg bahannya dari plastik, eh uangnya basah entah kenapa. Terus diseterika selayaknya baju. Huaaaa ... langsung dalam hitungan detik, tuh 100 ribu mengkeret kayak tempe gosong .. kekekek

    ReplyDelete
  12. Hen, 100rb mungkin bagi golongan orang tertentu hanyalah receh, tapi "receh" juga duit kan??
    100rb buat aku, tergantung lagi situasi sih.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Private

Sejak blogger menyempurnakan versi betanya, dari sekian perbaikan dan fitur baru yang diperkenalkan, ada satu fitur baru yang belakangan marak dimanfaatkan oleh para blogger. Fitur tersebut adalah blog readers. Aku yakin teman-teman sudah tahu apa fungsi fitur yang terletak di menu permission ini. Yap ... Fungsinya adalah men-setting blog menjadi private sehingga tidak semua orang berhak dan boleh bersantai di sana, tetapi hanyalah orang-orang pilihan yang di-choose atau di-invite yang bisa masuk dan ngopi di sana. Jadi janganlah heran kalau saja suatu saat Anda meng-klik sebuah blog, yang keluar adalah tulisan "blogger: permission denied; this blog is open for invited readers only", yang artinya Anda tidak diundang dan tidak diperbolehkan untuk mengintip isi blog tersebut. Jangan merasa kecewa, karena pasti ada alasan tertentu mengapa seseorang men-setting blog mereka dari semula open menjadi private. Jangan juga merasa patah hati, karena di balik privatisasi tersebut selalu

Barang Baru

Kira-kira sebulan yang lalu, laptop saya mengalami masalah. Entah karena sudah tua, atau kebanyakan buka program, atau isinya udah penuh, mendadak laptop saya hang. Karena kurang sabar, langsung saja aku matiin dengan paksa. Ketika aku mulai menyalakannya lagi, berhasil ... Namun belum sempat aku klik tombol start, mendadak blue screen error muncul. Awalnya aku pikir itu error normal. Aku pun mematikannya lagi, kemudian restart. Windows menyarankanku memilih Safe Mode, aku pun mengikutinya. Namun, apa yang terjadi, tunggu punya tunggu, nanti detik demi detik, windows yang aku nantikan tidak muncul-muncul. Aku mulai panik ... karena secara pelan mulai terdengar suara berisik yang semakin lama semakin keras. Waduh ... fellingku berbicara kali ini harddisk-ku yang kena. Aku coba tenang, lalu mematikan laptop, dan menunggu sekitar 10 menit. Kembali aku coba nyalain ... dan benar, suara gemerisik harddisk membuatku patah arang ... terbayang sudah data-dataku yang bakalan lenyap [karena suda

Sedang ingin bercinta

Wuihhh ... serem abiz yah judulnya: sedang ingin bercinta ... hahaha. Eit ... jangan berpikir yang macam-macam dulu, meskipun benar Hendri sekarang sedang berpuasa panjang dari aktivitas yang namanya bercinta, bukan berarti ini sebuah proklamir atau deklarasi dari hati terdalam tentang keinginan yang terpendam selama waktu yang sangat panjang. BUKAN .... Semuanya berawal dari suatu malam saat aku tidak bisa tidur karena terlalu capek. Seperti biasa, sebagai pelarian dari ketidakbisatiduranku, remote TV selalu menjadi sasaranku. Setelah aku pencet sana pencet sini, sebuah klip musik dengan alunan lumayan keras menarik perhatianku. Aku perhatikan personil yang nyanyi, oh ... Dewa. Biasanya aku kalau dengar lagu Dewa, entah itu di radio maupun TV, dengan spontan aku langsung memindahkan salurannya karena emang aku kurang menyukai musiknya. Namun entah kenapa, lagu ini kok menyita banget perhatianku, dan tanganku sepertinya dihipnotis untuk tidak macam-macam alias hanya kaku saja tak kuasa