Skip to main content

Kekuatan Perkataan

Aku yakin kita pernah, bahkan sering mendengar statement berikut: berhati-hatilah dalam berkata-kata, karena apa yang kita ucapkan selalu saja menjadi kenyataan. Kalau kita mengucapkan kata-kata positif, maka peristiwa positiflah yang terjadi. Demikian juga sebaliknya, kalau yang keluar selalu statemen negatif, maka tragedilah yang terjadi.

Biasanya peringatan tersebut selalu diajukan kepada para orangtua yang punya anak kecil. Selalu dianjurkan agar menanamkan dalam pikiran anak mereka sebanyak mungkin perkataan positif supaya kelak waktu dewasa bisa menjadi orang yang bermental dan berperilaku positif juga. Kata para ahli sih jangan sekali-kali mengatakan atau memarahi anak kita dengan kata-kata kejam seperti: bodoh, goblok, tolol, dan semacamnya, karena diyakini ntar anak kita jadi bodoh atau goblok beneran. Apalagi mengumpat dengan kata anak setan, tahu-tahu ntar dewasa jadi setan beneran alias narkoba, mabuk-mabukan, judi, rampok, etc hehe

Tetapi kadang tidak kita sadari, sebenarnya orang dewasalah yang perlu banyak diajari untuk berkata-kata positif pada dirinya sendiri. Dalam dunia yang sangat keras ini, perkataan-perkataan yang bersifat positif dan optimis sangat diperlukan. Kalau tidak, niscaya kita akan semakin larut, hanyut, dan tenggelam dalam arus ketidakpastian dunia ini.

Berapa banyak orang putus asa karena himpitan ekonomi, tuntutan pekerjaan, masalah rumahtangga, kesulitan keuangan, dan banyak peristiwa negatif lainnya. Reaksi lazim orang menghadapinya adalah kuatir, cemas, takut, putus asa, hingga tidak sadar keluarlah pikiran dan perkataan negatif.

"Ah ... apa lagi yang bisa aku lakukan? Hidup ini sudah terlalu berat. Udah deh ... ikuti arus hidup aja, tidak usah terlalu ngoyo. Habis-habisin energi saja. Aku tidak bisa berprestasi maksimal lagi, udah mentok ... usia udah lanjut, tenaga udah habis, banyak orang muda yang datang silih berganti ..." Itulah sebagian statemen negatif yang tidak kita sadar merupakan jalan tol yang menggiring kita menuju jurang keputusasaan.

Terlalu panjang dan serius kali kalau mau menulis tentang efek perkataan dalam dunia bekerja dan manfaatnya sebagai motivasi dalam bekerja untuk meraih berprestasi. Mungkin kalau ada waktu aku menulisnya. Tapi satu hal yang pasti, janganlah pernah membiarkan perkataan dan pikiran negatif menguasai kita, enyahkanlah semuanya itu, dan jadikanlah dia sebagai musuh dan sampah yang layak dibuang dan dimusnahkan.

Sebaliknya tanamkanlah selalu statemen positif dalam setiap indera kita, karena berbahagialah kita yang selalu bertekad dan berusaha untuk menjadi insan dan pribadi yang positif. Merekalah para pemenang dan spirit keberhasilan selalu mengikuti mereka yang bermental positif. Setuju?

* * *

Aku pernah membaca sebuah kisah, yang mungkin pernah teman-teman baca juga. Kisah ini bercerita tentang seorang bapak, yang sedang pulang dari berpergian dengan keluarganya naik mobil. Selama perjalanan suasana begitu akrab dan dipenuhi dengan canda tawa. Nah ... entah kenapa tiba-tiba dalam pikiran sang bapak, melayang begitu saja sebuah pikiran negatif: selama ini belum pernah rem mobilku tidak bekerja alias bolong, gimana yah rasanya suatu saat kalau rem mobilku bolong?

Eh ... beberapa saat setelah pikiran tersebut melintas, sang bapak langsung panik. Kenapa? Karena benar terjadi: rem mobilnya bolong. Tapi supaya tidak menimbulkan kekuatiran dan kepanikan, bapak itu berusaha tenang sambil secara pelan-pelan pindah gear dan memelankan gas mobil, hingga di satu titik mobil itu berhenti sendiri dengan selamat. Waktu ditanya sama keluarganya kenapa tiba-tiba berhenti dengan cara yang aneh, barulah dijelaskan bahwa rem mobil sedang tidak bekerja. Dan yang tidak habis pikir sama keluarga ini, waktu berangkat tidak ada masalah sama sekali dengan rem mobil mereka. So ... kenapa hal itu bisa terjadi?

Konon, sejak itulah sang bapak tersebut tidak berani lagi membayangkan, berpikir, dan berkata-kata negatif lagi, dan selalu menanamkan hal-hal yang positif belaka, karena diyakini apa yang dikatakan itulah yang terjadi.

* * *

Kemarin persis aku baru mempraktekkan pikiran dan kata-kata positif. Waktu bangun pagi, aku udah merasakan badanku tidak begitu enak. Leher pegel sekali, tenggorokan sakit, dan badan rasanya hangat. Tapi aku pikir itu hal biasa saja, sindrom malas bangun pagi ... dan berangkatlah aku bekerja seperti biasanya. Paling ntar siangan akan normal juga kondisi tubuhku, demikian pikirku. Namun rupanya tidak demikian. Semakin siang, badanku semakin tidak enak. Tenggorokan tambah sakit, dan badan rasanya semakin panas. Wah ... kena deh, pikirku. Alhasil, sepanjang hari aku cuma diam aja tanpa tidak bereaksi di kursi kerjaku. Rasanya lemessss banget.

Waktu aku ceritakan ke teman-teman, mereka bukannya menghibur, malah menakut-nakuti dengan statemen: jangan-jangan kamu kena tipus. Soalnya kita-kira 2 minggu yang lalu aku sempat sakit juga, trus mungkin karena kecapekan dan belum sembuh total, makanya aku sakit lagi. Mendengar vonis teman-teman itu sempat cemas juga. Pikiran-pikiran negatif pun bermunculan, gimana kalau benar begini, bagaimana kalau begitu, seandainya begono aku harus gimana .. pokoknya melayang deh pikiranku seharian itu, membayangkan yang tidak-tidak ...

Waktu pulang kerja, aku mulai mencoba menangkal sakitku dengan kata-kata positif. Aku juga mulai merancang pencegahan atas rasa tidak enak badanku itu. Waktu aku mengucapkan kata-kata positif dalam pikiranku, entah kenapa terbanyang langsung 2 macam obat yang sering aku minum waktu kuliah kala sakit. Sanmol -- obat penurun panas-- dan bactrim --antibiotik untuk tenggorokan--. Alhasil akupun mampir ke apotik, beli obat tersebut, dan tentu saja tidak ketinggalan doa.

Sampai rumah, aku minta dimasakin air hangat untuk mandi, makan, minum obat, tidak ketinggalan request ke istri agar kerokan [thanks yah mum], pake baju berlapis ... dan tidur. Tidak lupa aku cek suhuku juga: 38,5 derajat. Hmm ... beneran aku demam hehe. Tapi satu hal, dalam pikiranku terus melantun kata-kata: besok aku pasti sembuh, besok aku pasti sembuh, besok aku pasti sembuh, dan bisa kerja seperti biasanya.

Efeknya ... luar biasa deh. Pas aku bangun tadi pagi, badanku seger, meskipun tidak fit 100%. Tapi kondisiku jauh membaik dan mendukung aku untuk bisa bekerja seperti biasanya. Temanku dan juga istri yang sempat cemas heran, kok bisa secepat itu aku sembuh. Aku cuma berkata: it's a magic hahaha

Tapi ... sempat beredar di benakku juga. Aku sembuh karena memang benar aku berpikiran positif, ataukah itu karena obat yang bekerja?

Comments

  1. positive thinking, talking and doing...
    such a hard thing to do...
    why? karena kita manusia penuh ego dan jarang memikirkan yang baik-baik, yang dilihat selalu yang negatif aja

    ReplyDelete
  2. Anonymous9:10 AM

    umm... Hendri jago jampi2 juga neh. hahahha....

    Btw, yg pasti sih karna Tuhan kamu bisa sembuh. :)

    ReplyDelete
  3. Anonymous10:28 AM

    Wah, hebat juga yah kekuatan pikiran... :) Manusia itu sebenernya hebat loh

    ReplyDelete
  4. Kekuatan pikiran, kadang itu menakutkan, sekaligus mencengangkan.

    ReplyDelete
  5. alamaaaaaaaaaaaaaak pantesan gue mikir setan setan setan ehh malamnya mimpi setan ihhhhhhhh lari

    ReplyDelete
  6. hihihihi kalo gue sering mikir negative neh ga tau kenapa gak bisa mikir positve pikiran gue ini :((

    ReplyDelete
  7. Anonymous12:20 AM

    salam kenal yah....

    ReplyDelete
  8. Syukurlah skr sdh sehat.. benar loh, kekuatan pikiran masuk menerobos ruang dimensi tanpa kita sadari.

    Hadapi semua dgn sikap positif dan tersenyumlah, temukan kejutannya :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pamali

Sedang membantu menyapu rumah. Saat sapuan mendekat pintu depan, istri langsung ambil alih sapu kemudian balikkan arah sapuan ke dalam rumah. Aku : Lho, ngapain sapu ke dalam? Istri : Kalau malam-malam sapu gak boleh ke depan. Ntar rejekinya ikut kesapu ...' * * * Aku percaya, mayoritas teman yang membaca kisah singat di atas akan tertawa -paling tidak tersenyum- sambil mengaku pernah menjadi 'korban' nasehat serupa. Paling tidak begitulah pengakuan sebagian temanku waktu aku melontarkan hal ini sebagai status. Nasehat yang terkenal ampuh untuk membuat kita 'diam' dan 'taat' waktu kecil karena di dalamnya terdapat unsur dan maksud untuk menakut-nakuti. Belakangan setelah kita dewasa kita mengenalnya sebagai nasehat pamali, yang kalau kita analisa dengan nalar ada maksud logis di balik nasehat tersebut. Sebagai contoh. Nasehat yang mengatakan kita tidak boleh menyapu keluar di malam hari karena rejeki akan keluar juga. Kemungkinan maksud nasehat ini dilatarbe...

Belajar Berenang Saat Kepala 3? Its Possible!

Salah satu hal yang mungkin tidak banyak orang tahu tentang aku adalah aku baru bisa berenang saat usiaku menginjak kepala 3. Ups ... aku baru saja membeberkan satu rahasia tentang diriku hehehe. Meskipun aku lahir dan besar di kampung yang notebene banyak airnya (baca: sungai), aku tidak bisa berenang. Dan ketidakbisaanku ini aku pelihara sampai desawa. Lantas, bagaimana ceritanya akhirnya aku bisa berenang? Sederhana saja. Semuanya berawal saat anak pertamaku menginjak usia Balita. Layaknya kesukaan para bocah, mereka selalu punya ketertarikan yang besar akan air yang menggenang (baca: kolam renang). Awalnya aku tidak terusik dengan nir-dayaku berenang saat menemani anakku ke kolam renang. Aku masih bisa menikmati ikut nyemplung di kolam anak-anak sambil menggendong dan menemani anaku di sana. Tetapi lama-lama, ketika anakku mulai bosan di habitatnya dan pengen terjun ke kolam orang dewasa, aku baru sadar. Ditambah dengan perasaan 'orang lain melihat' (kegeerank...

Introvert yang Memberontak

"Hen, kamu pilih mana. Lembur sampai jam 11 malam atau pergi meeting dengan klien?" Seandainya pertanyaan di atas dilontarkan 8 tahun yang lalu, saya pasti memilih untuk lembur. Tetapi kalau dilontarkan detik ini juga, dengan mantap saya akan memilih meeting dengan klien. Kenapa bisa begitu? Aku adalah seorang introvert yang cenderung ekstrim. Jejak hidupku menceritakan hal tersebut. Waktu SMA aku mengambil jurusan A1 (Fisika) yang notebene banyak hitungan. Masuk kuliah, aku ambil komputer. Pekerjaan pertama? Tidak jauh-jauh. Dengan alasan idealis, aku menekuni pekerjaan yang berhubungan dengan komputer seperti programming, system, trouble shooter, dll. Bisa dikatakan, aku sangat menikmati percumbuanku dengan 'mesin'. Keseharianku juga mengisahkan hal yang sama. Aku lebih suka mengurung diri di kamar dari pada berha-hi-ha-hi dengan banyak orang. Ketika diajak untuk ikut kegiatan-kegiatan yang mengharuskan aku berinteraksi dengan banyak orang, aku cen...