Aku yakin kita pernah, bahkan sering mendengar statement berikut: berhati-hatilah dalam berkata-kata, karena apa yang kita ucapkan selalu saja menjadi kenyataan. Kalau kita mengucapkan kata-kata positif, maka peristiwa positiflah yang terjadi. Demikian juga sebaliknya, kalau yang keluar selalu statemen negatif, maka tragedilah yang terjadi.
Biasanya peringatan tersebut selalu diajukan kepada para orangtua yang punya anak kecil. Selalu dianjurkan agar menanamkan dalam pikiran anak mereka sebanyak mungkin perkataan positif supaya kelak waktu dewasa bisa menjadi orang yang bermental dan berperilaku positif juga. Kata para ahli sih jangan sekali-kali mengatakan atau memarahi anak kita dengan kata-kata kejam seperti: bodoh, goblok, tolol, dan semacamnya, karena diyakini ntar anak kita jadi bodoh atau goblok beneran. Apalagi mengumpat dengan kata anak setan, tahu-tahu ntar dewasa jadi setan beneran alias narkoba, mabuk-mabukan, judi, rampok, etc hehe
Tetapi kadang tidak kita sadari, sebenarnya orang dewasalah yang perlu banyak diajari untuk berkata-kata positif pada dirinya sendiri. Dalam dunia yang sangat keras ini, perkataan-perkataan yang bersifat positif dan optimis sangat diperlukan. Kalau tidak, niscaya kita akan semakin larut, hanyut, dan tenggelam dalam arus ketidakpastian dunia ini.
Berapa banyak orang putus asa karena himpitan ekonomi, tuntutan pekerjaan, masalah rumahtangga, kesulitan keuangan, dan banyak peristiwa negatif lainnya. Reaksi lazim orang menghadapinya adalah kuatir, cemas, takut, putus asa, hingga tidak sadar keluarlah pikiran dan perkataan negatif.
"Ah ... apa lagi yang bisa aku lakukan? Hidup ini sudah terlalu berat. Udah deh ... ikuti arus hidup aja, tidak usah terlalu ngoyo. Habis-habisin energi saja. Aku tidak bisa berprestasi maksimal lagi, udah mentok ... usia udah lanjut, tenaga udah habis, banyak orang muda yang datang silih berganti ..." Itulah sebagian statemen negatif yang tidak kita sadar merupakan jalan tol yang menggiring kita menuju jurang keputusasaan.
Terlalu panjang dan serius kali kalau mau menulis tentang efek perkataan dalam dunia bekerja dan manfaatnya sebagai motivasi dalam bekerja untuk meraih berprestasi. Mungkin kalau ada waktu aku menulisnya. Tapi satu hal yang pasti, janganlah pernah membiarkan perkataan dan pikiran negatif menguasai kita, enyahkanlah semuanya itu, dan jadikanlah dia sebagai musuh dan sampah yang layak dibuang dan dimusnahkan.
Sebaliknya tanamkanlah selalu statemen positif dalam setiap indera kita, karena berbahagialah kita yang selalu bertekad dan berusaha untuk menjadi insan dan pribadi yang positif. Merekalah para pemenang dan spirit keberhasilan selalu mengikuti mereka yang bermental positif. Setuju?
* * *
Aku pernah membaca sebuah kisah, yang mungkin pernah teman-teman baca juga. Kisah ini bercerita tentang seorang bapak, yang sedang pulang dari berpergian dengan keluarganya naik mobil. Selama perjalanan suasana begitu akrab dan dipenuhi dengan canda tawa. Nah ... entah kenapa tiba-tiba dalam pikiran sang bapak, melayang begitu saja sebuah pikiran negatif: selama ini belum pernah rem mobilku tidak bekerja alias bolong, gimana yah rasanya suatu saat kalau rem mobilku bolong?
Eh ... beberapa saat setelah pikiran tersebut melintas, sang bapak langsung panik. Kenapa? Karena benar terjadi: rem mobilnya bolong. Tapi supaya tidak menimbulkan kekuatiran dan kepanikan, bapak itu berusaha tenang sambil secara pelan-pelan pindah gear dan memelankan gas mobil, hingga di satu titik mobil itu berhenti sendiri dengan selamat. Waktu ditanya sama keluarganya kenapa tiba-tiba berhenti dengan cara yang aneh, barulah dijelaskan bahwa rem mobil sedang tidak bekerja. Dan yang tidak habis pikir sama keluarga ini, waktu berangkat tidak ada masalah sama sekali dengan rem mobil mereka. So ... kenapa hal itu bisa terjadi?
Konon, sejak itulah sang bapak tersebut tidak berani lagi membayangkan, berpikir, dan berkata-kata negatif lagi, dan selalu menanamkan hal-hal yang positif belaka, karena diyakini apa yang dikatakan itulah yang terjadi.
* * *
Kemarin persis aku baru mempraktekkan pikiran dan kata-kata positif. Waktu bangun pagi, aku udah merasakan badanku tidak begitu enak. Leher pegel sekali, tenggorokan sakit, dan badan rasanya hangat. Tapi aku pikir itu hal biasa saja, sindrom malas bangun pagi ... dan berangkatlah aku bekerja seperti biasanya. Paling ntar siangan akan normal juga kondisi tubuhku, demikian pikirku. Namun rupanya tidak demikian. Semakin siang, badanku semakin tidak enak. Tenggorokan tambah sakit, dan badan rasanya semakin panas. Wah ... kena deh, pikirku. Alhasil, sepanjang hari aku cuma diam aja tanpa tidak bereaksi di kursi kerjaku. Rasanya lemessss banget.
Waktu aku ceritakan ke teman-teman, mereka bukannya menghibur, malah menakut-nakuti dengan statemen: jangan-jangan kamu kena tipus. Soalnya kita-kira 2 minggu yang lalu aku sempat sakit juga, trus mungkin karena kecapekan dan belum sembuh total, makanya aku sakit lagi. Mendengar vonis teman-teman itu sempat cemas juga. Pikiran-pikiran negatif pun bermunculan, gimana kalau benar begini, bagaimana kalau begitu, seandainya begono aku harus gimana .. pokoknya melayang deh pikiranku seharian itu, membayangkan yang tidak-tidak ...
Waktu pulang kerja, aku mulai mencoba menangkal sakitku dengan kata-kata positif. Aku juga mulai merancang pencegahan atas rasa tidak enak badanku itu. Waktu aku mengucapkan kata-kata positif dalam pikiranku, entah kenapa terbanyang langsung 2 macam obat yang sering aku minum waktu kuliah kala sakit. Sanmol -- obat penurun panas-- dan bactrim --antibiotik untuk tenggorokan--. Alhasil akupun mampir ke apotik, beli obat tersebut, dan tentu saja tidak ketinggalan doa.
Sampai rumah, aku minta dimasakin air hangat untuk mandi, makan, minum obat, tidak ketinggalan request ke istri agar kerokan [thanks yah mum], pake baju berlapis ... dan tidur. Tidak lupa aku cek suhuku juga: 38,5 derajat. Hmm ... beneran aku demam hehe. Tapi satu hal, dalam pikiranku terus melantun kata-kata: besok aku pasti sembuh, besok aku pasti sembuh, besok aku pasti sembuh, dan bisa kerja seperti biasanya.
Efeknya ... luar biasa deh. Pas aku bangun tadi pagi, badanku seger, meskipun tidak fit 100%. Tapi kondisiku jauh membaik dan mendukung aku untuk bisa bekerja seperti biasanya. Temanku dan juga istri yang sempat cemas heran, kok bisa secepat itu aku sembuh. Aku cuma berkata: it's a magic hahaha
Tapi ... sempat beredar di benakku juga. Aku sembuh karena memang benar aku berpikiran positif, ataukah itu karena obat yang bekerja?
Biasanya peringatan tersebut selalu diajukan kepada para orangtua yang punya anak kecil. Selalu dianjurkan agar menanamkan dalam pikiran anak mereka sebanyak mungkin perkataan positif supaya kelak waktu dewasa bisa menjadi orang yang bermental dan berperilaku positif juga. Kata para ahli sih jangan sekali-kali mengatakan atau memarahi anak kita dengan kata-kata kejam seperti: bodoh, goblok, tolol, dan semacamnya, karena diyakini ntar anak kita jadi bodoh atau goblok beneran. Apalagi mengumpat dengan kata anak setan, tahu-tahu ntar dewasa jadi setan beneran alias narkoba, mabuk-mabukan, judi, rampok, etc hehe
Tetapi kadang tidak kita sadari, sebenarnya orang dewasalah yang perlu banyak diajari untuk berkata-kata positif pada dirinya sendiri. Dalam dunia yang sangat keras ini, perkataan-perkataan yang bersifat positif dan optimis sangat diperlukan. Kalau tidak, niscaya kita akan semakin larut, hanyut, dan tenggelam dalam arus ketidakpastian dunia ini.
Berapa banyak orang putus asa karena himpitan ekonomi, tuntutan pekerjaan, masalah rumahtangga, kesulitan keuangan, dan banyak peristiwa negatif lainnya. Reaksi lazim orang menghadapinya adalah kuatir, cemas, takut, putus asa, hingga tidak sadar keluarlah pikiran dan perkataan negatif.
"Ah ... apa lagi yang bisa aku lakukan? Hidup ini sudah terlalu berat. Udah deh ... ikuti arus hidup aja, tidak usah terlalu ngoyo. Habis-habisin energi saja. Aku tidak bisa berprestasi maksimal lagi, udah mentok ... usia udah lanjut, tenaga udah habis, banyak orang muda yang datang silih berganti ..." Itulah sebagian statemen negatif yang tidak kita sadar merupakan jalan tol yang menggiring kita menuju jurang keputusasaan.
Terlalu panjang dan serius kali kalau mau menulis tentang efek perkataan dalam dunia bekerja dan manfaatnya sebagai motivasi dalam bekerja untuk meraih berprestasi. Mungkin kalau ada waktu aku menulisnya. Tapi satu hal yang pasti, janganlah pernah membiarkan perkataan dan pikiran negatif menguasai kita, enyahkanlah semuanya itu, dan jadikanlah dia sebagai musuh dan sampah yang layak dibuang dan dimusnahkan.
Sebaliknya tanamkanlah selalu statemen positif dalam setiap indera kita, karena berbahagialah kita yang selalu bertekad dan berusaha untuk menjadi insan dan pribadi yang positif. Merekalah para pemenang dan spirit keberhasilan selalu mengikuti mereka yang bermental positif. Setuju?
* * *
Aku pernah membaca sebuah kisah, yang mungkin pernah teman-teman baca juga. Kisah ini bercerita tentang seorang bapak, yang sedang pulang dari berpergian dengan keluarganya naik mobil. Selama perjalanan suasana begitu akrab dan dipenuhi dengan canda tawa. Nah ... entah kenapa tiba-tiba dalam pikiran sang bapak, melayang begitu saja sebuah pikiran negatif: selama ini belum pernah rem mobilku tidak bekerja alias bolong, gimana yah rasanya suatu saat kalau rem mobilku bolong?
Eh ... beberapa saat setelah pikiran tersebut melintas, sang bapak langsung panik. Kenapa? Karena benar terjadi: rem mobilnya bolong. Tapi supaya tidak menimbulkan kekuatiran dan kepanikan, bapak itu berusaha tenang sambil secara pelan-pelan pindah gear dan memelankan gas mobil, hingga di satu titik mobil itu berhenti sendiri dengan selamat. Waktu ditanya sama keluarganya kenapa tiba-tiba berhenti dengan cara yang aneh, barulah dijelaskan bahwa rem mobil sedang tidak bekerja. Dan yang tidak habis pikir sama keluarga ini, waktu berangkat tidak ada masalah sama sekali dengan rem mobil mereka. So ... kenapa hal itu bisa terjadi?
Konon, sejak itulah sang bapak tersebut tidak berani lagi membayangkan, berpikir, dan berkata-kata negatif lagi, dan selalu menanamkan hal-hal yang positif belaka, karena diyakini apa yang dikatakan itulah yang terjadi.
* * *
Kemarin persis aku baru mempraktekkan pikiran dan kata-kata positif. Waktu bangun pagi, aku udah merasakan badanku tidak begitu enak. Leher pegel sekali, tenggorokan sakit, dan badan rasanya hangat. Tapi aku pikir itu hal biasa saja, sindrom malas bangun pagi ... dan berangkatlah aku bekerja seperti biasanya. Paling ntar siangan akan normal juga kondisi tubuhku, demikian pikirku. Namun rupanya tidak demikian. Semakin siang, badanku semakin tidak enak. Tenggorokan tambah sakit, dan badan rasanya semakin panas. Wah ... kena deh, pikirku. Alhasil, sepanjang hari aku cuma diam aja tanpa tidak bereaksi di kursi kerjaku. Rasanya lemessss banget.
Waktu aku ceritakan ke teman-teman, mereka bukannya menghibur, malah menakut-nakuti dengan statemen: jangan-jangan kamu kena tipus. Soalnya kita-kira 2 minggu yang lalu aku sempat sakit juga, trus mungkin karena kecapekan dan belum sembuh total, makanya aku sakit lagi. Mendengar vonis teman-teman itu sempat cemas juga. Pikiran-pikiran negatif pun bermunculan, gimana kalau benar begini, bagaimana kalau begitu, seandainya begono aku harus gimana .. pokoknya melayang deh pikiranku seharian itu, membayangkan yang tidak-tidak ...
Waktu pulang kerja, aku mulai mencoba menangkal sakitku dengan kata-kata positif. Aku juga mulai merancang pencegahan atas rasa tidak enak badanku itu. Waktu aku mengucapkan kata-kata positif dalam pikiranku, entah kenapa terbanyang langsung 2 macam obat yang sering aku minum waktu kuliah kala sakit. Sanmol -- obat penurun panas-- dan bactrim --antibiotik untuk tenggorokan--. Alhasil akupun mampir ke apotik, beli obat tersebut, dan tentu saja tidak ketinggalan doa.
Sampai rumah, aku minta dimasakin air hangat untuk mandi, makan, minum obat, tidak ketinggalan request ke istri agar kerokan [thanks yah mum], pake baju berlapis ... dan tidur. Tidak lupa aku cek suhuku juga: 38,5 derajat. Hmm ... beneran aku demam hehe. Tapi satu hal, dalam pikiranku terus melantun kata-kata: besok aku pasti sembuh, besok aku pasti sembuh, besok aku pasti sembuh, dan bisa kerja seperti biasanya.
Efeknya ... luar biasa deh. Pas aku bangun tadi pagi, badanku seger, meskipun tidak fit 100%. Tapi kondisiku jauh membaik dan mendukung aku untuk bisa bekerja seperti biasanya. Temanku dan juga istri yang sempat cemas heran, kok bisa secepat itu aku sembuh. Aku cuma berkata: it's a magic hahaha
Tapi ... sempat beredar di benakku juga. Aku sembuh karena memang benar aku berpikiran positif, ataukah itu karena obat yang bekerja?
positive thinking, talking and doing...
ReplyDeletesuch a hard thing to do...
why? karena kita manusia penuh ego dan jarang memikirkan yang baik-baik, yang dilihat selalu yang negatif aja
umm... Hendri jago jampi2 juga neh. hahahha....
ReplyDeleteBtw, yg pasti sih karna Tuhan kamu bisa sembuh. :)
Wah, hebat juga yah kekuatan pikiran... :) Manusia itu sebenernya hebat loh
ReplyDeleteKekuatan pikiran, kadang itu menakutkan, sekaligus mencengangkan.
ReplyDeletealamaaaaaaaaaaaaaak pantesan gue mikir setan setan setan ehh malamnya mimpi setan ihhhhhhhh lari
ReplyDeletehihihihi kalo gue sering mikir negative neh ga tau kenapa gak bisa mikir positve pikiran gue ini :((
ReplyDeletesalam kenal yah....
ReplyDeleteSyukurlah skr sdh sehat.. benar loh, kekuatan pikiran masuk menerobos ruang dimensi tanpa kita sadari.
ReplyDeleteHadapi semua dgn sikap positif dan tersenyumlah, temukan kejutannya :)