Skip to main content

Bangsa yang Akrab dengan Kekerasan

Pertandingan memasuki menit ke-85. Angka di papan skor menunjukkan 0-0. Pemain dari kedua kesebelasan lagi tegang-tegangnya dalam mengolah si bola bundar. Mendadak, seperti pasukan yang sudah mendapat komando dari panglima tinggi, ribuan suporter secara serentak dari arah timur stadion dengan beringas dan ganas menyerbu ke lapangan. Dengan senjata botol minuman serta benda keras, pasukan tersebut melempari aparat keamanan yang memang bertugas menjaga agar pertandingan bisa berjalan dengan aman dan lancar.

Namun kekuatan aparat yang hanya 1.000 personel tidak berdaya menghadapi sekitar 23.000 suporter yang kesurupan dan dihinggapi roh anarkis. Alhasil, dari pada menjadi korban, aparat pun mundur, dan membiarkan pasukan anarkis tersebut berpesta dalam rangka membuat kerusuhan dan mulai melakukan pengrusakan.

Korban berjatuhan. Dari aparat, dikabarkan 13 personel mengalami luka-luka karena lemparan benda keras. Pihak sipil yang tidak berdosa pun kecipratan sialnya. Puluhan masyarakat termasuk anak-anak yang tidak tahu menahu permasalahan juga cedera akibat keganasan para suporter. Sepanjang jalan Tambaksari juga rusak menjadi korban amukan massa. Seluruh kaca bagian depan stadion yang tidak terhalang pagar besi pecah semua. Sebanyak 3 mobil juga jadi korban pembakaran. Total kerugian ditaksir miliaran rupiah.

Aku yakin sidang pembaca sudah bisa menebak peristiwa apa itu. Yap ... pertandingan sepakbola babak 8 besar antara Persebaya vs Arema yang berlangsung Senin kemarin berakhir dengan kerusuhan. Karena di pertandingan pertama waktu diadakan di Malang, Persebaya kalah 0-1 dari Arema, dan seandainya di pertandingan ke-2 yang berlangsung di Surabaya berakhir dengan seri, maka Persebaya akan tersingkir dari Arena Copa Dji Sam Soe 2006. Makanya ketika memasuki menit 85 skor masih 0-0, suporter Persebaya sudah tidak bisa menahan diri karena tim kesayangannya kalah, dan mulailah 'reptilian brain' mereka bereaksi ... dan itulah yang terjadi.

Bukan kali ini saja even olahraga, terutama sepakbola, berakhir dengan kerusuhan. Sudah sering dan sepertinya sudah menjadi sebuah kemakluman besar bahwa sepakbola Indonesia selalu identik dengan kerusuhan. Entah karena rasa fanatisme yang begitu tinggi dalam membela tim kesayangannya, hingga ketika dirasa bahwa timnya akan kalah dan tidak rela menerimanya, makanya bentuk pembelaan terhadap timnya selalu ditunjukkan dalam bentuk tindakan anarkis. Mungkin juga tindakan kekerasan tersebut terjadi karena alasan unjuk kekuatan dan kehebatan. Mereka seolah-olah ingin menunjukkan ke lawan, bahkan ke Republik ini, bahwa keberadaan mereka tidak bisa dianggap remeh. Istilah kerennya mungkin pengen pamer kekuatan.

Awalnya aku pikir kerusuhan dan rasa tidak puas itu hanya terjadi di Republik tercinta ini saja. Tetapi ternyata tidak loh. Buktinya? Beberapa waktu lalu, saat pertandingan final antara Indonesia vs Myamar di kejuaraan Piala Merdeka yang diselenggarakan negara Malaysia dalam rangka peringatan kemerdekaan mereka, tindakan tercela dan memalukan suporter Indonesia juga terjadi di sana.

Waktu itu ada pemain Indonesia yang sedang menggiring bola di kotak pinalti lawan. Karena suatu hal, pemain tersebut jatuh. Menurut suporter, seharusnya Indonesia dihadiahi tendangan pinalti. Tetapi wasit berkata lain, itu bukan pelanggaran hingga tidak ada hukuman pinalti, dan hanya diberi tendangan sudut. Nah ... di sinilah tindakan tidak etis itu terjadi. Karena merasa tidak puas dengan keputusan wasit, secara spontan dan seperti sudah ada aba-aba, dari tribun penonton suporter Indonesia, terbanglah barang-barang yang kebanyakan dalam bentuk botol minuman. Sampai-sampai para pemain dan pelatih Indonesia harus turun tangan menenangkan mereka ... baru tindakan tersebut berhenti.

Aku yang kebetulan menonton semua itu hanya bisa tersenyum saja, rupanya habit masyarakat Republik ini tidak berubah entah dia masih dalam kedaulatan Republik ini ataupun sudah di negara lain. Hingga aku pun mencoba berpendapat dan menyimpulkan --tolong koreksi jika salah-- menurutku, semua fenomena kekerasan dan kerusuhan yang terjadi adalah karena bangsa ini sudah terlalu akrab dengan kekerasan. Yah ... budaya kekerasan sudah demikian mengakar dan menjadi karakter bangsa ini, hingga susah dibendung lagi tindakan yang dinamakan: ANARKIS.

* * *

Lebih lanjut aku merenung, apa benar bangsaku sudah sedemikian parah? Sulit aku mengatakan TIDAK, dan susah aku mengatakan bangsaku yang terkenal dengan keramahtamahannya masih tetap ramah dan bersahabat. Melihat fenomena dan kejadian di sekelilingku, rasanya semua setuju dengan kesimpulanku bahwa bangsa ini sudah akrab dengan kekerasan.

Tidak percaya? Lihat saja di TV. Hampir semua stasiun ada program khusus yang isinya berita kriminal yang notebene adalah pembiasan dari bentuk kekerasan. Sebut saja BxxxR, Paxxxli, Sxxxxp, Jxxxk Kxxxs, dan masih banyak program lainnya yang diklaim membahas secara tuntas tentang berita kriminal. Dan yang aku heran, kok setiap hari ada yah, berita-berita gituan, seolah-olah tidak pernah habis-habisnya saja. Aku pikir kalau hari-hari besar seperti tahun baru, lebaran, atau tujuhbelasan, bangsa ini akan aman dan sepi dari berita gituan ... tapi aku kecele. Waktu tidak sengaja stel acara tersebut, tetap saja ada berita yang bisa membuat bulu kudukku merinding dan membuat jariku cepat-cepat tekan remote pindah ke channel lain.

Bahkan yang menurutku parah, ada sebagian stasiun yang membuat tayangan rekonstruksi lengkap sebuah peristiwa kejahatan. Dengan diperankan oleh model, acara tersebut dibuat serapi, sebagus, dan semirip mungkin dan ingin menjelaskan dengan detail bagaimana sebuah tragedi terjadi. Mungkin tujuan utama tayangan ini bagus, yaitu ingin memberikan pencerahan dan kewaspadaan kepada masyarakat bahwa sebuah kejahatan bisa terjadi dengan cara begini, alasan begitu, hingga diharapkan penonton bisa memiliki sikap lebih waspada dan hati-hati.

Tapi mungkin ada sisi lain yang tidak dilihat para pembuat acara, yaitu bagaimana seandainya acara yang menguak tabir kejahatan tersebut dengan gamblang dilihat oleh mereka-mereka yang sedang menimbang-nimbang dan mencari cara untuk berbuat kejahatan? Bukankah itu sama artinya memberikan ide kepada calon pelaku kejahatan untuk lebih meyakinkan mereka dan membuat mereka lebih kreatif untuk berbuat kejahatan?

Selain TV, sejumlah koran juga mem-spesialkan diri mereka dengan berita-berita yang isinya kejahatan semua. Contohnya tidak usahlah aku sebut, karena aku yakin semua sudah tahu dan pernah membacanya. Ugh ... benarkan kalau aku mengatakan bangsa ini sudah akrab dengan kekerasan?

* * *

Mungkin terlalu naif kalau aku menyamaratakan sebagian kecil peristiwa kekerasan hingga menyimpulkan Republik ini sudah sedemikian parah terjebak dalam dunia kekerasan. Masih banyak tempat dan masyarakat yang masih menjaga nilai-nilai luhur bangsa ini: bangsa yang ramah dan bersahabat. Republik ini masih sangat aman untuk ditinggali, dan bangsa ini masih indah untuk dikasihi.

Tapi kalau pikiran ini terus menerus dijejali dengan informasi dan peristiwa tidak bagus tersebut, lama kelamaan pikiran bersih dan murni akan terkontaminasi juga bukan? Kalau begitu ... harus bagaimana dong. Apakah aku harus pindah dari Jakarta, dan mengungsi ke desa terpencil yang masih perawan, dan memulai kehidupan baru di sana dengan bercocok tanam, berkebun, dan beternak?

Tapi sebuah pertanyaan lagi, apakah bisa dijamin bahwa di sana juga tidak ada kekerasan?

Comments

  1. Anonymous2:51 PM

    hahaha... aku lom pernah nonton sepak bola indo Hen. Tapi kata temenku ada yah yg sampe wasitnya di injek injek. hiyyy.. sadis amat. :(

    ReplyDelete
  2. sama hen, gue juga ga suka nonton acr kriminal.
    selama ini gue mikirnya ngapain juga hidup yang udah rumit ini dimasukin dengan input yang negatif kayak berita2 itu. cuma bikin tambah stress.

    dan setelah baca postingan elo gue baru ngeh lagi,iya yah, trik dan cara2 yang dikupas disitu kan bisa dijadikan sebagai contoh dan ide buat mengembangkan kreatifitas orang2 yang berniat jahat. pantes aja makin lama makin kreatif tuh maling dan rampok. ternyata tanpa kita sadari ada kursusnya di tipi. ck..ck...

    ReplyDelete
  3. gak perlu koreksi kok latte
    kalo gak rusuh, gak sampe bonyok bukan org indonesia lagi namanya. bangsa yg ramah? oh yeah, rite, ramah dengan bom-nya. malas ngomonging org gitu lol

    ReplyDelete
  4. Hen, kalo urusan sepak bola, supporter, pengrusakan sampe kerusuhan mah 'gak hanya di Indonesia.

    Menurut aku sih kebodohan dan kebrutalan itu terjadi karena para pendukung itu merasa didukung oleh sesamanya, kelompoknya. Arogansi kelompok. Siapa yg berani menyentuh mereka saat mereka sedang dalam group yg besar begitu? Sedangkan dalam kesehariannya mungkin dia "bukan siapa-siapa".

    Bangsa yang akrab dengan kekerasan?
    Terlalu naif jika hanya dijawab dengan ya atau tidak, kan?

    ReplyDelete
  5. Anonymous6:21 PM

    Sebagai Arek Suroboyo Asli, aku malu Broo... Tapi itulah kenyataannya yang dihadapi sekarang.
    Buat para BONEX mudah2an ini untuk yang terakhir kali nya. Salam Bonexmania

    ReplyDelete
  6. Itulah, aku sebel dan juga malu ttg Indonesia ya seperti ini. Menunjukkan klo bangsanya masih "berkelas rendah". Katanya bangsa yang membangga-banggakan adat (moral) Timur yang tinggi,tapi koq dalam pertandingan sportif yang fair, koq gabisa menerima kekalahan sih?? Padahal kan wajar ada menang-kalah dalam suatu pertandingan???

    ReplyDelete
  7. Haiya! nonton bolanya lewat teve aja. takut keinjak-injak!
    pemain bola kudu sportif, penontonnya juga donk.

    ReplyDelete
  8. dari dulu sampai sekarang emang gak pernah berubah tuh.
    kebetulan kantor gua deket ama stadion Persib, tiap kali gua lewat di sana di hari pertandingan, adanya deg-degan takut ada apa2 di jalan... soalnya udah sering lihat supporternya gak ramah, malah ada yang pukul2 mobil pake kayu pas mereka konvoi....
    tapi rasanya bukan Indonesia aja yang anarkis seperti ini... pas piala dunia kemarin kan ada juga yang ribut2...

    ReplyDelete
  9. emang pada ga punya otak semua tuh..
    di pikir kesebelasan itu nenek moyangnya kali

    ReplyDelete
  10. Heran ya..kenapa mrk berbuat begitu, apa untungnya ???dan anehnya mrk sadar, itu gak baik.

    Pesanku : jika memilih bercocok taman apalagi di pedalaman, pasang koneksi internet, jadilah petani yg elite.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pamali

Sedang membantu menyapu rumah. Saat sapuan mendekat pintu depan, istri langsung ambil alih sapu kemudian balikkan arah sapuan ke dalam rumah. Aku : Lho, ngapain sapu ke dalam? Istri : Kalau malam-malam sapu gak boleh ke depan. Ntar rejekinya ikut kesapu ...' * * * Aku percaya, mayoritas teman yang membaca kisah singat di atas akan tertawa -paling tidak tersenyum- sambil mengaku pernah menjadi 'korban' nasehat serupa. Paling tidak begitulah pengakuan sebagian temanku waktu aku melontarkan hal ini sebagai status. Nasehat yang terkenal ampuh untuk membuat kita 'diam' dan 'taat' waktu kecil karena di dalamnya terdapat unsur dan maksud untuk menakut-nakuti. Belakangan setelah kita dewasa kita mengenalnya sebagai nasehat pamali, yang kalau kita analisa dengan nalar ada maksud logis di balik nasehat tersebut. Sebagai contoh. Nasehat yang mengatakan kita tidak boleh menyapu keluar di malam hari karena rejeki akan keluar juga. Kemungkinan maksud nasehat ini dilatarbe...

Belajar Berenang Saat Kepala 3? Its Possible!

Salah satu hal yang mungkin tidak banyak orang tahu tentang aku adalah aku baru bisa berenang saat usiaku menginjak kepala 3. Ups ... aku baru saja membeberkan satu rahasia tentang diriku hehehe. Meskipun aku lahir dan besar di kampung yang notebene banyak airnya (baca: sungai), aku tidak bisa berenang. Dan ketidakbisaanku ini aku pelihara sampai desawa. Lantas, bagaimana ceritanya akhirnya aku bisa berenang? Sederhana saja. Semuanya berawal saat anak pertamaku menginjak usia Balita. Layaknya kesukaan para bocah, mereka selalu punya ketertarikan yang besar akan air yang menggenang (baca: kolam renang). Awalnya aku tidak terusik dengan nir-dayaku berenang saat menemani anakku ke kolam renang. Aku masih bisa menikmati ikut nyemplung di kolam anak-anak sambil menggendong dan menemani anaku di sana. Tetapi lama-lama, ketika anakku mulai bosan di habitatnya dan pengen terjun ke kolam orang dewasa, aku baru sadar. Ditambah dengan perasaan 'orang lain melihat' (kegeerank...

Introvert yang Memberontak

"Hen, kamu pilih mana. Lembur sampai jam 11 malam atau pergi meeting dengan klien?" Seandainya pertanyaan di atas dilontarkan 8 tahun yang lalu, saya pasti memilih untuk lembur. Tetapi kalau dilontarkan detik ini juga, dengan mantap saya akan memilih meeting dengan klien. Kenapa bisa begitu? Aku adalah seorang introvert yang cenderung ekstrim. Jejak hidupku menceritakan hal tersebut. Waktu SMA aku mengambil jurusan A1 (Fisika) yang notebene banyak hitungan. Masuk kuliah, aku ambil komputer. Pekerjaan pertama? Tidak jauh-jauh. Dengan alasan idealis, aku menekuni pekerjaan yang berhubungan dengan komputer seperti programming, system, trouble shooter, dll. Bisa dikatakan, aku sangat menikmati percumbuanku dengan 'mesin'. Keseharianku juga mengisahkan hal yang sama. Aku lebih suka mengurung diri di kamar dari pada berha-hi-ha-hi dengan banyak orang. Ketika diajak untuk ikut kegiatan-kegiatan yang mengharuskan aku berinteraksi dengan banyak orang, aku cen...