Skip to main content

The Quick and The Dead

Kemarin malam, jam 9-an aku sebenarnya udah ngantuk banget. Kebiasaanku, menjelang sukma-sukmaku melepaskan diri dari ragaku dan terbang mengembara ke alam mimpi nan indah, TV selalu menjadi sobat yang setia dalam menemani dan menghantarku memasukinya. Setelah pencet sana pencet sini, channel TV-ku berhenti di salah satu stasiun yang setiap jam 9 menyajikan tontonan film-film box office yang memasang jargon "bioskop sendiri".

Terpampang di layar TV, sebuah film koboi dengan setting khas: tanah gersang dan tandus dengan beberapa penunggang berkuda dengan seketika menyedot perhatianku. Entah kenapa, aku selalu tertarik dengan film koboi, yang banyak adegan kejar-kejaran pake kuda plus suara ringkikan dan teriakan khas koboi, serta tidak ketinggalan hebat dan kentalnya adegan tembak-tembakan. Ada perasaan gimana gitu saat menyaksikannya, adrenalinku seolah mengalir dengan lancar dan kencang.

Saat openingnya disajikan, terpampang seraut wajah yang langsung mem-flash back ingatanku untuk membuka memori sekitar 11 tahun yang lalu, kala di sebuah bioskop di Jogja aku duduk dengan cemilan dan soft drink menikmati film tersebut dengan beberapa teman kuliahku. Aku berusaha keras menebak judul film itu ... dan setelah sekian lama, seuntai kata terangkai dengan lengkap di pikiranku: the quick and the dead.

Teman-teman pernah menontonnya? Yap ... ini memang film lama, dan entah sudah keberapa kalinya juga aku menontonnya. Tapi aku tidak bosan-bosan tuh menontonnya berulang-ulang. Adegan demi adegan sudah aku hafal. Alur ceritanya juga aku sudah tahu. Endingnya? Jangan ditanya. Tapi mungkin ini yang namanya juga doyan kali yah, jadi mau nonton berapa kali pun selalu ada rasa nikmat dan deg-degannya. Perasaan yang sama juga aku alami kala lihat Sponge Bob, Tom and Jerry, Boboho, ataupun Mr. Bean hehehe ...

Selain karena doyan, film ini juga memberikan hiburan tersendiri. Apa itu? Hehehe ... malu mengakuinya :) Tahu khan salah satu pemeran utamanya? Yap ... Sharon Stone. *udah bisa nebak khan apa hiburan itu* Yah ... itung-itung sebagai penyegaran mata-lah, bisa melihat Sharon Stone masih muda, trus ada Leonardo Caprio yang masih imut-imut, Russel Crown yang belum tenar, serta gagahnya Gene Hackman yang berperan sebagai tokoh antagonis di sini.

Tidak seru kali kalau aku cerita detail film ini. Yang udah pernah nonton pasti bosan dan langsung teriak: huuuuu ... serta langsung close blog-ku ini hehehe ... Tapi inti dari film ini adalah kisah sebuah perkampungan koboi yang dikuasai oleh seorang Godfather [diperankan Gene Hackman], yang merupakan seorang koboi jahat yang terkenal cepat dan jitu dalam menembak. Dikisahkan juga ada seorang nona [Sharon Stone], yang ingin menebus dendam atas kematian ayahnya karena kekejaman sekelompok koboi yang notebene dipimpin oleh Godfather tersebut. Trus ada bekas penjahat, teman seperjuangan sang Godfather yang dikisahkan bertobat dan mengundurkan diri dari dunia koboi dan menjadi seorang pendeta [Russell Crowe]. Serta dikisahkan juga seorang anak muda [Leonardo DiCaprio] yang sedang mencari jati dirinya, dan secara kebetulan adalah anak dari Godfather tersebut.

Suatu saat, diadakanlah kompetisi adu tembak cepat khas para koboi bertarung. Ada 16 peserta yang ikut, dan di antara para peserta tersebut ikut juga ke-4 tokoh utama itu. Babak pertama lewat, menyisakan 8 peserta. Babak ke-2 juga berlalu begitu saja hingga menyisakan 4 peserta yang notebene adalah mereka ber-4. Di sinilah ketegangan terjadi. Ada konflik, serta tidak ketinggalan kisah asmara terjadi. Tapi dari semua adegan tersebut, ada satu dialog yang menyita perhatianku dan terngiang-ngiang terus di benakku.

Adegan tersebut adalah saat Sharon Stone saat menganjurkan Leonardo untuk mengundurkan diri karena lawannya di 4 besar adalah ayahnya sendiri. Tapi anjuran tersebut ditolak mentah-mentah dengan sebuah kalimat yang berbunyi sekali di telingaku: "Aku ingin membuktikan ke ayahku bahwa aku ini ada. Aku hanya ingin mendapatkan sedikit penghormatan dan pengakuan dari dia."

Wow ... sebuah kalimat yang kelihatan biasa tapi maknanya begitu mendalam. Setelah sekian kali melihat film ini, dialog ini selalu luput dari perhatianku. Dan tontonan kemarin seolah memberi pengertian dan pencerahan baru kepadaku makna hubungan seorang ayah atau orang tua dengan anak.

Kalau aku melihat realita yang terjadi di muka bumi ini, di mana ada anak memberontak dan tidak taat kepada orangtua, atau anak membangkang dan memusuhi orangtua, atau bahkan yang lebih tragis seorang anak tega merancang dan berbuat jahat kepada orangtuanya, dugaanku kemungkinan besar akar permasalahannya adalah bermula dari perlakuan orangtua tersebut yang tidak layak dan sepantasnya kepada anaknya sendiri.

Jiwa seorang anak begitu polos dan rapuh. Mereka sangat membutuhkan dan mencari tokoh, figur, contoh, dan tidak ketinggalan kasih sayang. Dari mereka mendapatkan semuanya kalau tidak dari lingkungan terdekat mereka: keluarga? Tapi yang sering menjadi masalah adalah banyak mereka-mereka yang berstatus sebagai orangtua yang tidak pernah atau tidak mau menyadarinya. Entah karena permasalahan mereka yang sudah begitu banyak dan kompleks, secara tidak sadar mereka mengikis dan secara perlahan membunuh figur yang mereka cari dan dambakan.

Hasilnya: kekecewaan dan kepahitan dialami sang anak. Persepsi dan harapan mereka melenceng dan musnah. Bahkan banyak dari mereka terpaksa harus menerima kenyataan yang aku sebut sebagai pembunuhan karakter dalam bentuk kekerasan. Apa akibatnya kalau mereka alami itu semua? Yah ... langkah pertama mungkin mereka mencari figur di luar. Bagus kalau figur luar yang mereka dapatkan adalah figur yang baik. Tapi kenyataan selalu menunjukkan, figur dunia begitu keras dan kejam. Jadi tidak heran, secara perlahan tapi pasti, jiwa yang polos bertransformasi dengan quantum leap menjadi jiwa yang liar, sadis, dan keras. Semuanya ibarat bom waktu saja, yang tinggal menunggu waktu kala picunya ditarik ... then ... BOOM!!!

Narkoba, mabuk-mabukan, judi, kekerasan, perkelahian bebas, rampok, hingga bunuh-bunuhan adalah buah dari semuanya. Tentu kita tidak ingin semuanya terjadi pada anak kita bukan?

Aku pernah mendengar sharing dari seorang teman, yang berkisah bagaimana dia selalu mendapat perlakuan tidak sepantasnya dari orang tuanya. Tahu apa pikiran mereka waktu itu. Dendam begitu kental di dada dan hatinya. Dan dalam hatinya dia berkata: memang saat ini aku masih kecil dan kalah kuat. Tapi tunggu saja kalau aku sudah besar, aku akan memperlakukan kamu [ortunya] persis yang kamu lakukan kepadaku ... bahkan lebih lagi ... Serem oeiiii ...

* * *

Kata orang pintar, membesarkan seorang anak sama seperti kita menanam dan mengusahakan sebatang pohon. Bagaimana kita merawat dan menjaga pohon tersebut, hasilnya nanti adalah buah yang bisa kita nikmati. Kalau kita selalu memupuk dengan segala yang baik, buah yang baik juga akan kita petik, demikian juga sebaliknya.

Semuanya tergantung kita.

Comments

  1. ini jadi peringatan buat gua, untuk memperlakukan anak sebagaimana mestinya. Titipan dari Tuhan untuk dibina sebaik-baiknya dan dihargai sebagai ciptaanNya.

    ReplyDelete
  2. Anonymous12:01 PM

    gw udah nonton filmnya belon yah? Lupa. hehe...

    Thx sharingnya yah Hen.

    ReplyDelete
  3. Anonymous2:11 PM

    Aku dulu pernah nonton tuh, gak full sih, tapi pas akhir2nya... :)

    Bener tuh, anak harus dididik dengan baik... :D

    ReplyDelete
  4. Hen, sebatang pohon itu telah tumbuh di dalam halaman rumahmu,pupuk, sirami dan berilah perhatian terbaik..spy suatu hari, kalian bangga mendapati hasilnya :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pamali

Sedang membantu menyapu rumah. Saat sapuan mendekat pintu depan, istri langsung ambil alih sapu kemudian balikkan arah sapuan ke dalam rumah. Aku : Lho, ngapain sapu ke dalam? Istri : Kalau malam-malam sapu gak boleh ke depan. Ntar rejekinya ikut kesapu ...' * * * Aku percaya, mayoritas teman yang membaca kisah singat di atas akan tertawa -paling tidak tersenyum- sambil mengaku pernah menjadi 'korban' nasehat serupa. Paling tidak begitulah pengakuan sebagian temanku waktu aku melontarkan hal ini sebagai status. Nasehat yang terkenal ampuh untuk membuat kita 'diam' dan 'taat' waktu kecil karena di dalamnya terdapat unsur dan maksud untuk menakut-nakuti. Belakangan setelah kita dewasa kita mengenalnya sebagai nasehat pamali, yang kalau kita analisa dengan nalar ada maksud logis di balik nasehat tersebut. Sebagai contoh. Nasehat yang mengatakan kita tidak boleh menyapu keluar di malam hari karena rejeki akan keluar juga. Kemungkinan maksud nasehat ini dilatarbe...

Belajar Berenang Saat Kepala 3? Its Possible!

Salah satu hal yang mungkin tidak banyak orang tahu tentang aku adalah aku baru bisa berenang saat usiaku menginjak kepala 3. Ups ... aku baru saja membeberkan satu rahasia tentang diriku hehehe. Meskipun aku lahir dan besar di kampung yang notebene banyak airnya (baca: sungai), aku tidak bisa berenang. Dan ketidakbisaanku ini aku pelihara sampai desawa. Lantas, bagaimana ceritanya akhirnya aku bisa berenang? Sederhana saja. Semuanya berawal saat anak pertamaku menginjak usia Balita. Layaknya kesukaan para bocah, mereka selalu punya ketertarikan yang besar akan air yang menggenang (baca: kolam renang). Awalnya aku tidak terusik dengan nir-dayaku berenang saat menemani anakku ke kolam renang. Aku masih bisa menikmati ikut nyemplung di kolam anak-anak sambil menggendong dan menemani anaku di sana. Tetapi lama-lama, ketika anakku mulai bosan di habitatnya dan pengen terjun ke kolam orang dewasa, aku baru sadar. Ditambah dengan perasaan 'orang lain melihat' (kegeerank...

Introvert yang Memberontak

"Hen, kamu pilih mana. Lembur sampai jam 11 malam atau pergi meeting dengan klien?" Seandainya pertanyaan di atas dilontarkan 8 tahun yang lalu, saya pasti memilih untuk lembur. Tetapi kalau dilontarkan detik ini juga, dengan mantap saya akan memilih meeting dengan klien. Kenapa bisa begitu? Aku adalah seorang introvert yang cenderung ekstrim. Jejak hidupku menceritakan hal tersebut. Waktu SMA aku mengambil jurusan A1 (Fisika) yang notebene banyak hitungan. Masuk kuliah, aku ambil komputer. Pekerjaan pertama? Tidak jauh-jauh. Dengan alasan idealis, aku menekuni pekerjaan yang berhubungan dengan komputer seperti programming, system, trouble shooter, dll. Bisa dikatakan, aku sangat menikmati percumbuanku dengan 'mesin'. Keseharianku juga mengisahkan hal yang sama. Aku lebih suka mengurung diri di kamar dari pada berha-hi-ha-hi dengan banyak orang. Ketika diajak untuk ikut kegiatan-kegiatan yang mengharuskan aku berinteraksi dengan banyak orang, aku cen...