Jakarta banjir lagi? Ah ... itu bukan cerita baru, udah basi ... Sampai-sampai ada sebuah iklan yang selalu menyindir dan mengkritik mengatakan: selamat datang banjir bandang. Lho, banjir kok diselamati dan ditunggu-tunggu he he ... Tetapi itulah yang terjadi hari ini.
Setelah hampir seminggu kemarin, tepatnya setalah imlek, kota Jakarta disinari dengan gagah matahari. Aku kita musim penghujan udah lewat, jadi udah bersiap diri neh, menyambut indahnya dan panasnya kota Jakarta ... Namun, sejak 2 hari terakhir ini cuaca kembali berubah. Awan-awan gelap mulai berdatangan seolah berkata kepada matahari, 'hei ... masamu belum tiba, nyingkir sana. Kita masih belum puas dan cukup memberikan air mata kami sebagai tanda turut prihatin atas kejadian-kejadian yang sedang dan sudah dialami penduduk Jakarta ... '
Dan, kemarin pagi, hujan mulai turun. Tapi, itu belum cukup untuk menenggelamkan sebagian kota Jakarta. Puncaknya, sejak jam 3 pagi [kebetulan aku terbangun karena kebelet pipis he he], hujan dengan intensitas tinggi mengguyur Jakarta. Sampai aku bangun jam 05.30, hujan masih saja turun. Mmm ... alamat buruk neh, pasti ntar banjir di mana-mana, demikian pikirku.
Benar saja. Sepanjang jalan yang merupakan langganan banjir kelelep. Misiku pergi ke kantor diawali dengan sukses. Seperti biasa, aku kembali mengambil jalan Kemayoran untuk antar istri. Setelah itu, aku menelusuri ruteku yang hampir 3 tahun ndak bosan-bosannya aku lewati. Lancar ... begitulah pikirku. Tapi apa benar?
Ternyata tidak. Banjir kali ini lebih dahsyat dibanding kemarin. Sampai perempatan Cempaka Mas, aku lihat kiri-kanan banyak teman-teman senasib hanya bisa melonggok dan bengong karena banjirnya bener-bener dalam. Aku pun ikut bergabung dengan rombongan itu, sambil memperhatikan situasi dan menimbang-nimbang apakah motorku kali ini bisa lewat atau tidak.
Wuss ... dari kanan jalan ada pengendara motor yang nekad menerobos, namun beberapa saat kemudian diapun berbalik sambil mendorong dengan susah payah. Wah ... mogok he he ... Beberapa lama kemudian, lewat lagi beberapa motor, dan kali ini nggak balik, artinya sukses melewatinya. Berulang-ulang aku amati mereka-mereka yang memberanikan diri, dan statistikku berbicara lebih banyak yang berhasil daripada gagalnya. Setelah hampir 20 menit, di dalam sebuah persimpanan dan pergumulan apakah jalan terus atau balik ke rumah saja ... dan batinku mendesakku untuk mengambil keputusan tegas dan secepatnya. Balik atau maju ...
Akhirnya akupun mengambil langkah maju aja. Pikirku motorku rutin servis, berarti pasti ndak mudahlah untuk mogok, ditambah lagi aku juga melihat banyak yang berhasil ... kalau mereka iya kenapa aku juga tidak. Dengan doa minta perlindungan dariNya, sambil melantunkan lagu-lagu penguatan dan berharap, aku pun melewatinya, dan sukses.
Namun, ketika mendekati RS Mediros di Pulo Gadung, mesin motor saya mati juga. Aku pun meminggirkannya, dan berulang-ulang starter baik tangan maupun kaki. Syukur, berhasil nyala ... Sambil memanas-manasin mesin, seseorang mendekatiku dan bertanya, dalam nggak banjir jalur ke Cempaka Mas. Aku pun menjelaskan lumayan-lah, kalo mau nekad bisa lewat ... Aku pun balik tanya, kalo ke arah sebaliknya ... katanya lancar. Wow ... secercah harapan memelekkan mataku, dan sebelum berpisah aku ucapin sebuah kata, cobalah keberuntunganmu he he ...
* * *
Kalau aku bisa tulis ini, berarti aku udah duduk dengan manis di kantor. Namun, sepanjang perjalanan aku belajar beberapa hal.
Pertama, sering kali kita diperhadapkan pada sebuah persimpangan, yang memerlukan keteguhan hati kita untuk memilih dan menentukan, apa yang baik dan buruk, benar dan salah, dan mendesak kita untuk segera memutuskannya. Aku bercermin pada diriku, masih banyak titik-titik yang selama ini aku abaikan dan telantarkan begitu saja tanpa ada sebuah keputusan yang jelas. Istilahnya masih ngambang. Apakah dengan kejadian ini, aku semakin dicerahkan dan dikuatkan untuk segera memutuskan ke-ngambang-anku selama ini? Semoga ...
Kedua, keyakinan. Sama seperti teman-teman perjalanan lain yang berani menerobos meskipun melihat kiri-kanan ada yang mogok dan menunggu lihat-lihat kondisi, namun aku percaya mereka mempunyai sebuah keyakinan bahwa mereka bisa melewatinya, dan benar. Aku pun yang tertular keyakinan tersebut akhirnya bisa melewatinya juga.
Ketiga, kita memerlukan partner untuk mengetahui situasi di mana kita sedang berada. Seperti ketika aku mendapatkan informasi bahwa jalur yang akan aku lewati tidak kebanjiran, maka dengan penuh percaya diri aku melaju. Seandainya aku tidak dapat info tersebut, mungkin sepanjang jalan aku akan was-was dan ketika melihat di depan ada sedikit genangan, aku pasti berhenti sebentar atau memelankan laju motorku untuk melihat situasi dan apa yang orang lain lakukan ...
* * *
Dan aku tidak tahu apa yang dilakukan teman baruku yang mendapat info dariku ... aku yakin dia juga dalam sebuah persimpangan juga ... semoga dia juga bisa belajar sesuatu seperti diriku ...
Setelah hampir seminggu kemarin, tepatnya setalah imlek, kota Jakarta disinari dengan gagah matahari. Aku kita musim penghujan udah lewat, jadi udah bersiap diri neh, menyambut indahnya dan panasnya kota Jakarta ... Namun, sejak 2 hari terakhir ini cuaca kembali berubah. Awan-awan gelap mulai berdatangan seolah berkata kepada matahari, 'hei ... masamu belum tiba, nyingkir sana. Kita masih belum puas dan cukup memberikan air mata kami sebagai tanda turut prihatin atas kejadian-kejadian yang sedang dan sudah dialami penduduk Jakarta ... '
Dan, kemarin pagi, hujan mulai turun. Tapi, itu belum cukup untuk menenggelamkan sebagian kota Jakarta. Puncaknya, sejak jam 3 pagi [kebetulan aku terbangun karena kebelet pipis he he], hujan dengan intensitas tinggi mengguyur Jakarta. Sampai aku bangun jam 05.30, hujan masih saja turun. Mmm ... alamat buruk neh, pasti ntar banjir di mana-mana, demikian pikirku.
Benar saja. Sepanjang jalan yang merupakan langganan banjir kelelep. Misiku pergi ke kantor diawali dengan sukses. Seperti biasa, aku kembali mengambil jalan Kemayoran untuk antar istri. Setelah itu, aku menelusuri ruteku yang hampir 3 tahun ndak bosan-bosannya aku lewati. Lancar ... begitulah pikirku. Tapi apa benar?
Ternyata tidak. Banjir kali ini lebih dahsyat dibanding kemarin. Sampai perempatan Cempaka Mas, aku lihat kiri-kanan banyak teman-teman senasib hanya bisa melonggok dan bengong karena banjirnya bener-bener dalam. Aku pun ikut bergabung dengan rombongan itu, sambil memperhatikan situasi dan menimbang-nimbang apakah motorku kali ini bisa lewat atau tidak.
Wuss ... dari kanan jalan ada pengendara motor yang nekad menerobos, namun beberapa saat kemudian diapun berbalik sambil mendorong dengan susah payah. Wah ... mogok he he ... Beberapa lama kemudian, lewat lagi beberapa motor, dan kali ini nggak balik, artinya sukses melewatinya. Berulang-ulang aku amati mereka-mereka yang memberanikan diri, dan statistikku berbicara lebih banyak yang berhasil daripada gagalnya. Setelah hampir 20 menit, di dalam sebuah persimpanan dan pergumulan apakah jalan terus atau balik ke rumah saja ... dan batinku mendesakku untuk mengambil keputusan tegas dan secepatnya. Balik atau maju ...
Akhirnya akupun mengambil langkah maju aja. Pikirku motorku rutin servis, berarti pasti ndak mudahlah untuk mogok, ditambah lagi aku juga melihat banyak yang berhasil ... kalau mereka iya kenapa aku juga tidak. Dengan doa minta perlindungan dariNya, sambil melantunkan lagu-lagu penguatan dan berharap, aku pun melewatinya, dan sukses.
Namun, ketika mendekati RS Mediros di Pulo Gadung, mesin motor saya mati juga. Aku pun meminggirkannya, dan berulang-ulang starter baik tangan maupun kaki. Syukur, berhasil nyala ... Sambil memanas-manasin mesin, seseorang mendekatiku dan bertanya, dalam nggak banjir jalur ke Cempaka Mas. Aku pun menjelaskan lumayan-lah, kalo mau nekad bisa lewat ... Aku pun balik tanya, kalo ke arah sebaliknya ... katanya lancar. Wow ... secercah harapan memelekkan mataku, dan sebelum berpisah aku ucapin sebuah kata, cobalah keberuntunganmu he he ...
* * *
Kalau aku bisa tulis ini, berarti aku udah duduk dengan manis di kantor. Namun, sepanjang perjalanan aku belajar beberapa hal.
Pertama, sering kali kita diperhadapkan pada sebuah persimpangan, yang memerlukan keteguhan hati kita untuk memilih dan menentukan, apa yang baik dan buruk, benar dan salah, dan mendesak kita untuk segera memutuskannya. Aku bercermin pada diriku, masih banyak titik-titik yang selama ini aku abaikan dan telantarkan begitu saja tanpa ada sebuah keputusan yang jelas. Istilahnya masih ngambang. Apakah dengan kejadian ini, aku semakin dicerahkan dan dikuatkan untuk segera memutuskan ke-ngambang-anku selama ini? Semoga ...
Kedua, keyakinan. Sama seperti teman-teman perjalanan lain yang berani menerobos meskipun melihat kiri-kanan ada yang mogok dan menunggu lihat-lihat kondisi, namun aku percaya mereka mempunyai sebuah keyakinan bahwa mereka bisa melewatinya, dan benar. Aku pun yang tertular keyakinan tersebut akhirnya bisa melewatinya juga.
Ketiga, kita memerlukan partner untuk mengetahui situasi di mana kita sedang berada. Seperti ketika aku mendapatkan informasi bahwa jalur yang akan aku lewati tidak kebanjiran, maka dengan penuh percaya diri aku melaju. Seandainya aku tidak dapat info tersebut, mungkin sepanjang jalan aku akan was-was dan ketika melihat di depan ada sedikit genangan, aku pasti berhenti sebentar atau memelankan laju motorku untuk melihat situasi dan apa yang orang lain lakukan ...
* * *
Dan aku tidak tahu apa yang dilakukan teman baruku yang mendapat info dariku ... aku yakin dia juga dalam sebuah persimpangan juga ... semoga dia juga bisa belajar sesuatu seperti diriku ...
satu kata perjuangan ihihih
ReplyDeleteturut prihatin dah sama banjirnya...benci aku kalo hujan dan banjir!
Iya ... perjuangan ... *sambil manggut-manggut*
ReplyDeleteduh banjir lagi banjir lagi. semoga besok cerah dah cuacanya. serba susah ya...hujan banjir, panas kemarau, kering
ReplyDeleteDian: yah ... begitulah yang namanya manusia, maunya seenaknya :)
ReplyDeleteEh, blogmu kok ndak ada link-nya?
Apa ngak bosan tiap kali musti hadapin banjir ? tapi sama spt hidup , suka tidak suka , mau tidak mau kita harus hadapi semuanya yah Hen.Kalau gitu nyetok sendal jepit aja lebihan hahaha
ReplyDeleteApa ngak bosan tiap kali musti hadapin banjir ? tapi sama spt hidup , suka tidak suka , mau tidak mau kita harus hadapi semuanya yah Hen.Kalau gitu nyetok sendal jepit aja lebihan hahaha
ReplyDeleteHendri,
ReplyDeleteBanjir bawa hikmah, setidaknya ada 3 pelajaran yang di petik :)
Di lubuk hatiku, dgn tulus mendoakan semoga peristiwa was was sepanjang tahun itu cepat diantisipasi pemerintah...Jd ingat kejadian bulan February bbrp tahun silam...sepinggang..bersama para tetangga ..berjalan tersendat sendat..
Wah, untung Jogja ga sering2 banjir.... :)
ReplyDeletebanjir emang menyebalkan kadang2, tapi itu kan gara2 ulah manusia yang buang sampah sembarangan... saluran air jadi mampet... banjir deh...
ReplyDeletejadi inget iklan TANYA KENAPA yang versi banjir... hehehe
Lisa: betullll ... bukankah dengan adanya kejadian ini membuat kita semakin tangguh? Sandal jepit he he ... good idea :)
ReplyDeleteSisca: Ohhh ... pernah toh mengalaminya he he ... aku pernah punya pengalaman yang mengasyikkan kala itu, kapan2 aku cerita yah :)
Zilko: Iya tuh. Bersyukurlah dikau dilahirkan di sono :)
pernah juga tuh gw kerja di kantor smg, banjir selutut, tapi tetep disuruh kerja juga. untung sangu sepatu boots. sambil liat kebawah terus kalo2 ada ular nyasar, hiiii...
ReplyDeleteYah ... begitulah kalau jadi karyawan yah. Banjir tetap harus masuk. Kalo bos tinggal telp, "aku cuti hari ini, ada pertemuan bisnis ha ha "
ReplyDeleteUlar nyasar? Ihhh ... seremmmmmmm