Skip to main content

Rokok

Hari ini, Sabtu 4 Februari 2006, pemerintah secara resmi akan melaksanakan peraturan tentang lingkungan hidup, di mana salah satu pasalnya adalah tentang larangan merokok di tempat-tempat umum, seperti pusat perbelanjaan, rumah sakit, angkutan umum, kantor, dan beberapa tempat umum lainnya. Mmm... sebuah berita buruk bagi perokok, namun menjadi berita gembira bagi kita-kita yang tidak merokok.

Aku sampai sekarang masih bingung, heran, tidak habis pikir, serta belum bisa mamahami pikiran rekan-rekanku yang merokok, apa sih enaknya dan untungnya merokok? Rata-rata ketika aku tanyakan, mereka juga susah menjawab. Namun, ada kesamaan alasan bahwa dengan merokok ada sensasi, kepuasan, dan kebanggaan tersendiri yang susah untuk dijelaskan. Nah, ini yang membuat aku makin bingung.

Coba kita lihat yuk, untung dan ruginya dari merokok.

Kita mulai dari untungnya. Menurutku sih ndak ada. Paling bagi sebagian orang dengan merokok itu ada perasaan bangga, macho, dan naluri menjadi laki-laki sejati tersalurkan dengannya. Selebihnya ... akal sehatku susah untuk menjangkau dan memahaminya. Mungkin ada juga yang bilang, itu sih udah sebuah tradisi dari dulu. Sedari kecil aku udah diajarin rokok sama orang tua, atau lingkunganku memang lingkungan perokok, jadi wajar khan aku juga ikut-ikutan ... Mmmm ... sebuah alasan yang sangat klasik.

Namun kalau kita mendata ruginya merokok, sangat banyak. Peringatan pemerintah yang tertera di setiap bungkus rokok sudah menjelaskan semuanya. Impotensi-lah, kanker-lah, gangguan pernafasan-lah ... dan banyak lagi. Bahkan aku pernah membaca brosur tentang bahaya merokok yang ditempel di setiap rumah sakit, dan di situ dijelaskan bahwa asap yang dikeluarkan dari hasil pembakaran sebatang rokok kadar pencemaran dan bahayanya sama dengan asap hitam yang dikeluarkan oleh knalpot bis-bis yang memakai bahan bakar jelek, yang sangat menyesakkan nafas. Woww ... menakutkan he he ...

Satu lagi kerugian merokok adalah biaya yang dikeluarkan. Nah, ini juga yang aku heran. Katanya bangsa kita ini terpuruk dan kemiskinan di negeri kita ini semakin bertambah. Namun herannya, yang aku perhatikan justru yang paling banyak merokok itu adalah mereka-mereka itu. Lho, katanya untuk beli makan aja susah, tapi untuk rokok ... ndak masalah tuh. Coba kita hitung yah, harga satu bungkus rokok anggap aja rata-rata Rp. 5.000,- dan sehari rata-rata menghabiskan 1/2 bungkus rokok, berarti sama saja dengan satu hari mereka membakar uang sebanyak Rp. 2.500,-. Seandainya itu dialihkan untuk keperluan lain, khan lumayan untuk makan misalnya. Di Warteg dengan uang segitu bisa sekali makan puas dan kenyang.

Satu hal yang membuat aku benci rokok adalah perilaku sang perokok itu sendiri. Gimana yah ... kadang aku merasa mereka egois gitu loh. Dengan seenaknya mereka kapan saja, dan di mana saja dengan santai dan tanpa beban mengeluarkan sebatang rokok, dan dengan style sendiri menyalakan korek api ... tussss ... asap-asap pun beterbangan memenuhi ruangan sekitar. Alhasil, kita yang tidak merokok langsung ngacir secepat mungkin menghindarinya ... karena bukankah dijelaskan bahwa kita-kita yang perokok pasif justru lebih berbahaya?

Aku juga kasihan dan tidak tega, ketika melihat ada bayi yang masih belum tahu apa-apa, dalam gendongan ibunya ... tiba-tiba sang ayah dengan tidak mempunyai kesadaran lagi menyalakan rokoknya ... khan kasihan, kecil-kecil udah terkontaminasi dengan zat-zat yang berbahaya ...

Hmm ... banyak sekali yang bisa ditumpahkan. Namun aku bersyukur, meskipun pernah hidup dalam sebuah lingkungan yang hampir 90% adalah perokok, aku tetap disadarkan dan dihindarkan dari terseret dalam arus menjadi seorang perokok. Dan satu hal yang sangat aku syukuri, aku dilahirkan dalam sebuah keluarga yang juga anti-rokok, dan dididik untuk menjauhinya ... Thanks to my family.

Aku hanya bisa berbicara dengan sudut pandang seorang anti-rokok. Namun, apakah ada pro-rokok yang bisa menjelaskan kepadaku tentang dunia 'per-rokok-kan'? Monggo ...

* * *

Seorang anak kecil, berusia sekitar 4 tahun, dengan sebuah perasaan yang begitu penasaran melihat tamu papa-nya dengan begitu asyik memasukkan sebatang benda putih ke mulutnya, dan tidak lama kemudian keluarlah asap putih dari mulut dan hidungnya. Wah ... keren sekali.

Dengan malu-malu, sang bocah ini pun mendekat ke papanya, dan berbisik ... aku pengen coba benda putih itu.

Setelah berkali-kali merengek, akhirnya sang tamu pun mendekatkan batang putih tersebut ke mulut bocah ini, dan ... uhuk ... uhukkk ... uhukkkkk ...

Itulah kali pertama dan terakhir aku merasakan apa yang namanya merokok ...

Comments

  1. salut deh ama postingannya. met kenal yach. aku ama suamiku juga gak pernah ngerokok. gak ada untungnya koq.

    ReplyDelete
  2. Miniez: Sama dong kalo gitu. Met kenal juga ...

    Beverly: Iya tuh ... Itu pun belum tau cara pengawasannya. Se-7 ... Bravo anti-rokok

    ReplyDelete
  3. Anonymous11:57 AM

    Hallo Hendri,

    Merokok memang tidak baik untuk kesehatan fisik maupun kantong!!!

    Sangat bagus bila kamu tidak menyukainya...:)

    ReplyDelete
  4. Anonymous7:00 PM

    aku sih sangat setuju dgn adanya undang2 tsb , masalahnya praktek di lapangan belum tentu bisa. contoh konkrit yah di kantor ku , boss ku sehari2 merokok ,dan aku udah jadi perokok pasif selama 10th neh , mustinya nanti kalau boss ku kena denda mendingan dendanya kasih ke aku haha

    ReplyDelete
  5. :)) Sama, aku jg ngga ngerokok. Hidup Anti Rokok!!! :) Ngerokok emang ga ada untungnya...

    Oya, yg penting tuh justru pelaksanaan UUnya tuh. Kalo ga salah di beberapa kota ada denda buang sampah sembarangan kan? Tp di lapangan kalo ada yg buang sampah sembarangan jg ga didenda, akhirnya ya sama aja deh...

    ReplyDelete
  6. Lisa: Ha ha ha ... sama dong kalo gitu. Kita usulin aja yu ke pemda, kalo di acc khan lumayan :)

    Zilko: Bener tuh .. yang penting adalah bagaimana pelaksanaan dan pengawasannya. Mmm ... membayangkan negara-negara tetangga yang serba tertib dan bersih ... pengennnnnnnnnnnn

    ReplyDelete
  7. hendri wrote :
    Kita mulai dari untungnya. Menurutku sih ndak ada. Paling bagi sebagian orang dengan merokok itu ada perasaan bangga, macho, dan naluri menjadi laki-laki sejati tersalurkan dengannya.

    HAH ?! BENCONG AJA NGEROKOK HEHE...

    ReplyDelete
  8. Dian: Berarti itu bencong yang macho ha ha ...

    ReplyDelete
  9. berarti yg merokok gak beda ama bencong haha...abis sebel, suka ngaku2x macho karena merokok. wong bencong aja merokok

    ReplyDelete
  10. Yah begitulah ... bencong tapi macho gitu he he ...

    ReplyDelete
  11. Anonymous7:42 AM

    ah... denger kata "ROKOK" aje gue dah muak buangeett, pa lagi ketika gi naek angkot or bus umum ada yang nge"ROKOK" depan gue... hih serasa mo sekap mulutnye, biar asapnye masuk ke 'knalpot'nye lagee.. :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pamali

Sedang membantu menyapu rumah. Saat sapuan mendekat pintu depan, istri langsung ambil alih sapu kemudian balikkan arah sapuan ke dalam rumah. Aku : Lho, ngapain sapu ke dalam? Istri : Kalau malam-malam sapu gak boleh ke depan. Ntar rejekinya ikut kesapu ...' * * * Aku percaya, mayoritas teman yang membaca kisah singat di atas akan tertawa -paling tidak tersenyum- sambil mengaku pernah menjadi 'korban' nasehat serupa. Paling tidak begitulah pengakuan sebagian temanku waktu aku melontarkan hal ini sebagai status. Nasehat yang terkenal ampuh untuk membuat kita 'diam' dan 'taat' waktu kecil karena di dalamnya terdapat unsur dan maksud untuk menakut-nakuti. Belakangan setelah kita dewasa kita mengenalnya sebagai nasehat pamali, yang kalau kita analisa dengan nalar ada maksud logis di balik nasehat tersebut. Sebagai contoh. Nasehat yang mengatakan kita tidak boleh menyapu keluar di malam hari karena rejeki akan keluar juga. Kemungkinan maksud nasehat ini dilatarbe...

Belajar Berenang Saat Kepala 3? Its Possible!

Salah satu hal yang mungkin tidak banyak orang tahu tentang aku adalah aku baru bisa berenang saat usiaku menginjak kepala 3. Ups ... aku baru saja membeberkan satu rahasia tentang diriku hehehe. Meskipun aku lahir dan besar di kampung yang notebene banyak airnya (baca: sungai), aku tidak bisa berenang. Dan ketidakbisaanku ini aku pelihara sampai desawa. Lantas, bagaimana ceritanya akhirnya aku bisa berenang? Sederhana saja. Semuanya berawal saat anak pertamaku menginjak usia Balita. Layaknya kesukaan para bocah, mereka selalu punya ketertarikan yang besar akan air yang menggenang (baca: kolam renang). Awalnya aku tidak terusik dengan nir-dayaku berenang saat menemani anakku ke kolam renang. Aku masih bisa menikmati ikut nyemplung di kolam anak-anak sambil menggendong dan menemani anaku di sana. Tetapi lama-lama, ketika anakku mulai bosan di habitatnya dan pengen terjun ke kolam orang dewasa, aku baru sadar. Ditambah dengan perasaan 'orang lain melihat' (kegeerank...

Introvert yang Memberontak

"Hen, kamu pilih mana. Lembur sampai jam 11 malam atau pergi meeting dengan klien?" Seandainya pertanyaan di atas dilontarkan 8 tahun yang lalu, saya pasti memilih untuk lembur. Tetapi kalau dilontarkan detik ini juga, dengan mantap saya akan memilih meeting dengan klien. Kenapa bisa begitu? Aku adalah seorang introvert yang cenderung ekstrim. Jejak hidupku menceritakan hal tersebut. Waktu SMA aku mengambil jurusan A1 (Fisika) yang notebene banyak hitungan. Masuk kuliah, aku ambil komputer. Pekerjaan pertama? Tidak jauh-jauh. Dengan alasan idealis, aku menekuni pekerjaan yang berhubungan dengan komputer seperti programming, system, trouble shooter, dll. Bisa dikatakan, aku sangat menikmati percumbuanku dengan 'mesin'. Keseharianku juga mengisahkan hal yang sama. Aku lebih suka mengurung diri di kamar dari pada berha-hi-ha-hi dengan banyak orang. Ketika diajak untuk ikut kegiatan-kegiatan yang mengharuskan aku berinteraksi dengan banyak orang, aku cen...