Skip to main content

Kebahagiaan

Bahagia. Itu mungkin satu dari sekian kata yang diincar dan dikejar-kejar manusia di bumi ini sebagai tujuan keberadaan mereka. Katanya hidup ini paling enak dan nikmat kalau bisa menemukan apa yang dinamakan bahagia. Katanya lagi, kalau sudah menemukan kebahagiaan, mati pun rasanya rela. Sebegitu dahsyat dan sakralnya hingga diimpi-impikan banyak orang, seberkas pertanyaan muncul di benakku: sebenarnya apa sih yang membuat manusia merasa bahagia? Dan apakah ada sebuah ukuran untuk kebahagiaan itu?

Setuju tidak kalau aku mengatakan punya uang melimpah adalah alasan dan sumber utama kebahagiaan? Aku pikir setuju yah. Gimana tidak? Dengan uang, apa aja bisa didapatkan. Rumah mewah ukuran ribuan meter persegi yang lengkap dengan taman dan kolam renang pribadi? Mobil keren keluaran terbaru yang di dalamnya bisa dibentuk seperti ruang bersantai seolah-olah dapur berjalan? Pakaian luks karya desain top dunia yang harganya selangit, yang dipakai sekali langsung buang? Hingga pesawat jet atau helikopter pribadi yang selalu stand by mengangkut kita kemana saja? Semuanya bisa didapatkan dengan apa? Uang bukan? Trus kalau sudah memiliki semuanya, tentunya kita akan menjadi orang yang paling bahagia sedunia.

Uang tak terbatas juga membuat kita bisa makan enak sepuasnya, nginap dan menikmati fasilitas terbaik di hotel berbintang lima, pergi berliburan keliling dunia tanpa harus memikirkan biaya yang harus dikeluarkan, tidak perlu bekerja pagi-siang-malam demi sesuap nasi, dan banyak kegiatan dan kenikmatan lainnya yang bisa didapatkan dengan uang. Dengan kata lain, semakin melimpah uang yang kita miliki, itu juga berarti semakin bahagia juga kita dalam menjalani hidup ini.

Jabatan yang tinggi. Itu mungkin alasan kedua yang mampu membuat orang yang memilikinya menjadi bahagia. Coba kalau kita cuma karyawan biasa, yang harus taat penuh dengan aturan tenaga kerja serta gaji yang pas-pasan. Tidak enak bukan? Mau ini susah, mau itu sulit, mau gini tidak bisa, mau gitu dipersulit. Begitu kontras dengan mereka-mereka yang berjabatan tinggi. Mau ngapain aja dilegalkan. Datang telat, lunch sampai lupa waktu, pulang sebelum weker berbunyi, hingga absen karena ingin bermain golf, semuanya diperbolehkan. Alasannya: itu khan teknik lobi tingkat tinggi. Jadi wajar dong mereka menikmati kebebasan seperti itu ...

Status terhormat, bagian yang tidak terpisahkan dengan alasan pertama dan kedua yang juga dikejar supaya bisa merasakan kebahagiaan. Enak loh jadi orang terhormat. Kemana-mana selalu disambut dengan meriah dan muka tersenyum lebar. Fasilitas wah juga kita ke mana saja kita berada. Karpet merah rasanya harus digelar di sepanjang kaki kita melangkah. Dan tentunya, tangan-tangan yang siap sedia menyodorkan apa yang keluar dari mulut kita. Pokoknya, apa saja yang kita perlukan, just say it. Dan secara kilat dan dalam tempo sesingkat-singkatnya, apa yang kita omongkan langsung tersedia. Wahhh ... luar biasa yah. Apakah kalau kita menjadi manusia semacam ini tidak bahagia? Jangan jawab tidak ... mengangguk-angguklah sebagai tanda setuju.

Punya pacar yang banyak. Bahagia khan? Bohong kalau kita katakan tidak bahagia kalau memiliki gawean atau cem-ceman yang melimpah. Bosan dengan yang satu ini, tinggal pindah ke pacar yang lain. Bosan dengan pacar ke dua, lompat ke pacar ke tiga, demikian selanjutnya hingga siklus giliran itu kembali lagi ke pasangan nomor satu. Enak oeiii ... punya pacar banyak. Jadi tidak perlu merasakan apa yang dinamakan bosan, malas, dan kesepian. Yang perlu hanyalah manajeman yang baik, supaya pembagian jatah waktu untuk pacar-pacar kita terasa adil dan merata. Selebihnya? Just enjoy it ... dan bahagia ...

Apa lagi yah sumber kebahagiaan manusia? Mungkin ada yang mendefinisikan naik gaji sudah merupakan kebahagiaan tersendiri. Ada juga yang menganggap lulus dan diwisuda juga sebuah kebahagiaan. Berkeluarga, punya anak, punya rumah sendiri meskipun tipe RSS, bisa beli motor meskipun kredit, hingga mampu beli TV meskipun cuma 14 inch bagi kebanyakan orang juga sebuah refleksi kebahagiaan.

Di tingkat yang lebih marjinal, tetap bertahan hidup dengan bisa makan sehari 3 x, punya pakaian yang layak pakai, bisa berteduh di rumah kontrakan yang sederhana namun nyaman, serta mampu menabung sekian perak sehari sebagai bekal masa depan juga patut dicatat sebagai seberkas kebahagiaan yang sangat dinikmati.

Jadi ... kalau ditanya, apakah ada ukuran kebahagiaan itu? Jawabannya sangat relatif. Tergantung bagaimana kita mengartikan makna kebahagiaan itu sendiri. Tapi kalau ditanya juga, apakah kebahagiaan itu? Mungkin jawaban berikut layak dan mewakilinya: seberapa besar kita bersyukur dengan apa yang kita miliki, itulah kebahagiaan sejati. So ... tidak usah bermuluk-muluk dalam mengejar kebahagiaan itu. Mulailah dengan menyukai dan mensyukuri apa yang ada di sekitar kita sekarang juga ... dan berbahagialah karenanya.

Comments

  1. gimana bisa bahagia kalo punya pacar banyak? repot atuh :D gak tahu mao ngapel yg mana wuahhaha

    ReplyDelete
  2. Anonymous7:40 PM

    Uang memang ga menjamin kebahagiaan, tapi uang adalah bentuk "terdekat" dari kebahagiaan... :D >> baca di buku mana yah???

    ReplyDelete
  3. Anonymous11:57 PM

    buat aku, kebahagiaan itu adalaahh ... stay at home, dikelilingin makanan2 enak, duduk manis nonton film2 kesukaanku sambil ngemil ... wakakakakaka.

    ReplyDelete
  4. Anonymous9:06 AM

    Sangat Setuju Sekali dengan paragraf terakhirnya.

    ReplyDelete
  5. Anonymous10:52 AM

    Thx Hen udah mengingatkan ak utk bersyukur. :)

    ReplyDelete
  6. Aku bahagia kalo sarananya *baca : duit* cukup, yang berarti masih bisa buat makan kenyang 3 kali sehari, dan engga perlu sepiring berdua lagi*inget lagu dangdut* hehe...

    Tapi kalo aku baca, Hen, orang kaya tuh lebih bahagia secara bisa semua yang diinginkan dibeli. apalagi orang kaya yang sehat dan rukun2 ama keluarga. BERKAH!

    ReplyDelete
  7. aku ingin ada yang bisa membahagiakan aku ...aku ingin bahagia :)

    ReplyDelete
  8. Hmm, kalo aku bahagia kalo bisa tinggal dirumah sendiri, liat anak tumbuh sehat dan suami ga macem2 juga pengertian, aku juga ga mau muluk2 hen... yg penting cukup.. cukup beli apartemen, cukup beli jaguar.. cukup jalan2 ke luar negeri.. :)

    ReplyDelete
  9. Anonymous9:54 AM

    Aku senang membaca alenia terakhir. Mengena sekali :)

    Btw, aku akan bahagia seandainya berkesempatan bertemu dikau hehe ... kapan neh mau kopdar?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pamali

Sedang membantu menyapu rumah. Saat sapuan mendekat pintu depan, istri langsung ambil alih sapu kemudian balikkan arah sapuan ke dalam rumah. Aku : Lho, ngapain sapu ke dalam? Istri : Kalau malam-malam sapu gak boleh ke depan. Ntar rejekinya ikut kesapu ...' * * * Aku percaya, mayoritas teman yang membaca kisah singat di atas akan tertawa -paling tidak tersenyum- sambil mengaku pernah menjadi 'korban' nasehat serupa. Paling tidak begitulah pengakuan sebagian temanku waktu aku melontarkan hal ini sebagai status. Nasehat yang terkenal ampuh untuk membuat kita 'diam' dan 'taat' waktu kecil karena di dalamnya terdapat unsur dan maksud untuk menakut-nakuti. Belakangan setelah kita dewasa kita mengenalnya sebagai nasehat pamali, yang kalau kita analisa dengan nalar ada maksud logis di balik nasehat tersebut. Sebagai contoh. Nasehat yang mengatakan kita tidak boleh menyapu keluar di malam hari karena rejeki akan keluar juga. Kemungkinan maksud nasehat ini dilatarbe...

Belajar Berenang Saat Kepala 3? Its Possible!

Salah satu hal yang mungkin tidak banyak orang tahu tentang aku adalah aku baru bisa berenang saat usiaku menginjak kepala 3. Ups ... aku baru saja membeberkan satu rahasia tentang diriku hehehe. Meskipun aku lahir dan besar di kampung yang notebene banyak airnya (baca: sungai), aku tidak bisa berenang. Dan ketidakbisaanku ini aku pelihara sampai desawa. Lantas, bagaimana ceritanya akhirnya aku bisa berenang? Sederhana saja. Semuanya berawal saat anak pertamaku menginjak usia Balita. Layaknya kesukaan para bocah, mereka selalu punya ketertarikan yang besar akan air yang menggenang (baca: kolam renang). Awalnya aku tidak terusik dengan nir-dayaku berenang saat menemani anakku ke kolam renang. Aku masih bisa menikmati ikut nyemplung di kolam anak-anak sambil menggendong dan menemani anaku di sana. Tetapi lama-lama, ketika anakku mulai bosan di habitatnya dan pengen terjun ke kolam orang dewasa, aku baru sadar. Ditambah dengan perasaan 'orang lain melihat' (kegeerank...

Introvert yang Memberontak

"Hen, kamu pilih mana. Lembur sampai jam 11 malam atau pergi meeting dengan klien?" Seandainya pertanyaan di atas dilontarkan 8 tahun yang lalu, saya pasti memilih untuk lembur. Tetapi kalau dilontarkan detik ini juga, dengan mantap saya akan memilih meeting dengan klien. Kenapa bisa begitu? Aku adalah seorang introvert yang cenderung ekstrim. Jejak hidupku menceritakan hal tersebut. Waktu SMA aku mengambil jurusan A1 (Fisika) yang notebene banyak hitungan. Masuk kuliah, aku ambil komputer. Pekerjaan pertama? Tidak jauh-jauh. Dengan alasan idealis, aku menekuni pekerjaan yang berhubungan dengan komputer seperti programming, system, trouble shooter, dll. Bisa dikatakan, aku sangat menikmati percumbuanku dengan 'mesin'. Keseharianku juga mengisahkan hal yang sama. Aku lebih suka mengurung diri di kamar dari pada berha-hi-ha-hi dengan banyak orang. Ketika diajak untuk ikut kegiatan-kegiatan yang mengharuskan aku berinteraksi dengan banyak orang, aku cen...