Kejadian yang masih fresh ini baru aku alami 2 hari yang lalu, waktu aku dalam perjalanan pulang kerja. Layaknya kota Jakarta, selalu saja dengan mudah kita bisa menemukan beberapa titik yang mengharuskan kita untuk parkir sementara di tengah jalan alias terjebak macet [baca postingku yang judulnya macet]. Nah, belajar dari pengalaman, makanya aku selalu kreatif mencari jalan baru. Harapannya sih supaya bisa menemukan jalan yang bebas dari macet. Yah ... kalo pun tidak 100% bebas macet, minimal lancarlah hingga perjalananku pulang rumah bisa lebih cepat.
Seperti biasa, saat perjalananku sudah dekat rumah, aku pun ambil jalur yang tiap hari aku lewat selalu lancar. Tapi entah kenapa, hari itu kok rame banget ... dan macet lagi. Alhasil, bagaikan pasukan semut, aku pun ikut merayap mengikuti arus mengalir. Kalau sudah terjebak dalam situasi demikian, tidak ada pilihan lain bagiku kecuali bertindak menghibur diri. Apakah itu? Yap ... lirik kiri-kanan seraya melihat-lihat, siapa tahu ada pemandangan yang menarik atau lucu. Itung-itung sebagai refreshing-lah, dari pada ikut-ikutan meramaikan suasana alias pencet klakson yang ujung-ujungnya bikin stres hehe ...
Sekian lama aku scanning mata, pandanganku terpaku pada sebuah kejadian yang langsung mengilhamiku untuk menulis posting itu. Peristiwa apakah itu?
Di pinggir jalan tidak jauh dariku, ada sebuah gerobak yang jualan rambutan. Lho, emang ada yang salah dengannya? Hehehe ... tidak sih kalo gerobak itu tepat di posisinya. Yang satu ini, entah disengajakan atau tidak oleh sang pemilik, posisi moncongnya dimajuin dikit hingga memenuhi jalan. Alhasil, lalu lintas yang sudah macet gitu makin menjadi-jadi.
Lantas di manakah gerangan sang empunya gerobak? Mungkin kalau dia tidak kelihatan alias tidak di tempat, maka aku tidak bakal tulis posting ini. Justru karena sikapnya yang menurutku "keterlaluan" itu, yang memancing diriku sampai mengangkat topik ini sebagai topik postingku. Mau tahu ke manakah sang pemiliknya?
Entah gimana reaksi teman-teman kalo melihatnya sendiri. Tapi yang jelas, aku sampai geleng-geleng kepala tanda tidak mengerti. Yang punya gerobak itu ada persis di samping gerobaknya, dengan tampang culun tak berdosa, melongok kiri-kanan, sambil sesekali tangannya dimasukkan ke idungnya alias ngupil, dan bentar-bentar pencet-pencet jerawat di mukanya.
Astaga!!! Tidak habis pikir aku. Kok ada orang secuek itu. Mbok yah dikit koorperatif-lah, misalnya dengan memundurkan sedikit gerobaknya. Ok-lah kalo misalnya di belakangnya tembok atau sesuatu yang menghalangnya hingga susah untuk dimundurin. Yang ini ... udah tidak ada tembok, kosong melompong lagi. Padahal kalau dia berbuat gitu, bisalah dia berbuat kebaikan bagi sesama, karena celah yang dipakai moncong gerobaknya bisa dipakai oleh pengendara motor untuk lewat. Dan siapa tahu, melihat kebaikan hati dia, ada yang tergerak hingga mau beli jualannya. Khan saling bersinergi namanya ...
Tapi begitulah ... :)
* * *
Cuek is the best. Mungkin ini pakem yang sering dibangga-banggakan oleh tipe orang seperti di atas. Dan rasanya tidak susah untuk menemukan orang-orang seperti itu. Di kantor, mal, supermarket, bioskop, jalan raya, bis kota, hingga di keluarga *semoga yang ini jangan deh* ... hampir semua tempat bisa kita temui orang cuek.
Entah kesimpulan yang aku ambil benar atau tidak *koreksi aku kalau salah ... dan harapanku semoga saja salah*, pengalamanku sampai detik ini berbicara, kayaknya kota Jakarta merupakan tempat yang sangat-sangat-sangat cuek. Kenapa aku berkata begitu? Karena aku pernah mengalaminya sendiri.
Waktu aku kuliah di Jogja, keramah-tamahan dan kepedulian orang-orang begitu terasa. Contoh yang paling nyata waktu tanya jalan atau rumah atau lokasi tertentu. Saat kita bertanya pada orang-orang di pinggir jalan, dengan ramah dan sabar mereka menunjukkan tempat yang kita tanyakan, kadang sampai detail banget.
Kalo di Jakarta, sering aku dapat jawaban: ndak tahu [kadang dengan nada ketus seolah kita hanya mengganggu waktu mereka saja]. Yah ... terlalu 'jahat' sih kalo aku seolah-olah menghakimi gitu, karena pada prakteknya ada juga yang menjawab dengan ramah, terutama tukang ojek atau penjaga warung. Tapi itulah sebuah realita yang mengatakan orang-orang sudah semakin cuek.
Lantas timbul pertanyaan kenapa orang bisa cuek seperti itu? Jawabannya mungkin karena orang sudah kurang menghargai makna kebersamaan dan saling pengertian lagi. Situasi yang berkembang pesat dengan segala kemajuan dan kehebatannya, menghasilkan konsekuensi budaya individualisme dan egoisme berkembang dengan pesat juga. Ditambah lagi tuntutan dan himpitan dari banyak aspek, yang semakin memperkokoh dan menguatkannya hingga tidak heran sikap cuek berkembang pinak dengan liar.
Jadi bagaimana dong kita harus bersikap? Kayaknya tidak ada formula yang manjur. Tapi sebuah petuah singkat bisa mulai kita terapkan dalam keseharian: mulailah berusaha peduli pada orang lain dengan melakukan hal-hal kecil yang kadang kita pikir tidak bermakna. Namun kadang tidak kita sadari bahwa tindakan kecil itu bisa jadi sangat besar maknanya bagi yang menerimanya.
Langkah selanjutnya selalu ingat bahwa apa yang kita tabur tidak akan sia-sia. Kalau kita tabur kebaikan dengan peduli sama orang lain, maka dengan sendirinya kepedulian dari orang lain akan kita terima juga.
So ... cuek is the best? No way-lah!!!
Seperti biasa, saat perjalananku sudah dekat rumah, aku pun ambil jalur yang tiap hari aku lewat selalu lancar. Tapi entah kenapa, hari itu kok rame banget ... dan macet lagi. Alhasil, bagaikan pasukan semut, aku pun ikut merayap mengikuti arus mengalir. Kalau sudah terjebak dalam situasi demikian, tidak ada pilihan lain bagiku kecuali bertindak menghibur diri. Apakah itu? Yap ... lirik kiri-kanan seraya melihat-lihat, siapa tahu ada pemandangan yang menarik atau lucu. Itung-itung sebagai refreshing-lah, dari pada ikut-ikutan meramaikan suasana alias pencet klakson yang ujung-ujungnya bikin stres hehe ...
Sekian lama aku scanning mata, pandanganku terpaku pada sebuah kejadian yang langsung mengilhamiku untuk menulis posting itu. Peristiwa apakah itu?
Di pinggir jalan tidak jauh dariku, ada sebuah gerobak yang jualan rambutan. Lho, emang ada yang salah dengannya? Hehehe ... tidak sih kalo gerobak itu tepat di posisinya. Yang satu ini, entah disengajakan atau tidak oleh sang pemilik, posisi moncongnya dimajuin dikit hingga memenuhi jalan. Alhasil, lalu lintas yang sudah macet gitu makin menjadi-jadi.
Lantas di manakah gerangan sang empunya gerobak? Mungkin kalau dia tidak kelihatan alias tidak di tempat, maka aku tidak bakal tulis posting ini. Justru karena sikapnya yang menurutku "keterlaluan" itu, yang memancing diriku sampai mengangkat topik ini sebagai topik postingku. Mau tahu ke manakah sang pemiliknya?
Entah gimana reaksi teman-teman kalo melihatnya sendiri. Tapi yang jelas, aku sampai geleng-geleng kepala tanda tidak mengerti. Yang punya gerobak itu ada persis di samping gerobaknya, dengan tampang culun tak berdosa, melongok kiri-kanan, sambil sesekali tangannya dimasukkan ke idungnya alias ngupil, dan bentar-bentar pencet-pencet jerawat di mukanya.
Astaga!!! Tidak habis pikir aku. Kok ada orang secuek itu. Mbok yah dikit koorperatif-lah, misalnya dengan memundurkan sedikit gerobaknya. Ok-lah kalo misalnya di belakangnya tembok atau sesuatu yang menghalangnya hingga susah untuk dimundurin. Yang ini ... udah tidak ada tembok, kosong melompong lagi. Padahal kalau dia berbuat gitu, bisalah dia berbuat kebaikan bagi sesama, karena celah yang dipakai moncong gerobaknya bisa dipakai oleh pengendara motor untuk lewat. Dan siapa tahu, melihat kebaikan hati dia, ada yang tergerak hingga mau beli jualannya. Khan saling bersinergi namanya ...
Tapi begitulah ... :)
* * *
Cuek is the best. Mungkin ini pakem yang sering dibangga-banggakan oleh tipe orang seperti di atas. Dan rasanya tidak susah untuk menemukan orang-orang seperti itu. Di kantor, mal, supermarket, bioskop, jalan raya, bis kota, hingga di keluarga *semoga yang ini jangan deh* ... hampir semua tempat bisa kita temui orang cuek.
Entah kesimpulan yang aku ambil benar atau tidak *koreksi aku kalau salah ... dan harapanku semoga saja salah*, pengalamanku sampai detik ini berbicara, kayaknya kota Jakarta merupakan tempat yang sangat-sangat-sangat cuek. Kenapa aku berkata begitu? Karena aku pernah mengalaminya sendiri.
Waktu aku kuliah di Jogja, keramah-tamahan dan kepedulian orang-orang begitu terasa. Contoh yang paling nyata waktu tanya jalan atau rumah atau lokasi tertentu. Saat kita bertanya pada orang-orang di pinggir jalan, dengan ramah dan sabar mereka menunjukkan tempat yang kita tanyakan, kadang sampai detail banget.
Kalo di Jakarta, sering aku dapat jawaban: ndak tahu [kadang dengan nada ketus seolah kita hanya mengganggu waktu mereka saja]. Yah ... terlalu 'jahat' sih kalo aku seolah-olah menghakimi gitu, karena pada prakteknya ada juga yang menjawab dengan ramah, terutama tukang ojek atau penjaga warung. Tapi itulah sebuah realita yang mengatakan orang-orang sudah semakin cuek.
Lantas timbul pertanyaan kenapa orang bisa cuek seperti itu? Jawabannya mungkin karena orang sudah kurang menghargai makna kebersamaan dan saling pengertian lagi. Situasi yang berkembang pesat dengan segala kemajuan dan kehebatannya, menghasilkan konsekuensi budaya individualisme dan egoisme berkembang dengan pesat juga. Ditambah lagi tuntutan dan himpitan dari banyak aspek, yang semakin memperkokoh dan menguatkannya hingga tidak heran sikap cuek berkembang pinak dengan liar.
Jadi bagaimana dong kita harus bersikap? Kayaknya tidak ada formula yang manjur. Tapi sebuah petuah singkat bisa mulai kita terapkan dalam keseharian: mulailah berusaha peduli pada orang lain dengan melakukan hal-hal kecil yang kadang kita pikir tidak bermakna. Namun kadang tidak kita sadari bahwa tindakan kecil itu bisa jadi sangat besar maknanya bagi yang menerimanya.
Langkah selanjutnya selalu ingat bahwa apa yang kita tabur tidak akan sia-sia. Kalau kita tabur kebaikan dengan peduli sama orang lain, maka dengan sendirinya kepedulian dari orang lain akan kita terima juga.
So ... cuek is the best? No way-lah!!!
Sekali lagi.. Sapa suruh tinggal di Jakarta? kekek Kalo di Pwt jarang orang cuek malah banyakan orang keipo :P
ReplyDeleteBakar!!!!Bakar aja tugh gerobak sekalian ma orgnya hidup2.. guooblok, sebeell bgt gw bacanya...
ReplyDeleteHihihi kenapa gw yg esmosih yah hen.. makasih yah komen utk zaki kmrn.. duh cinta deh ma blogger..
Hv a nice weekend yah hen.. sun sayang buat Marv
Iya neh ... di kantorku juga banyak yang nyebelin, cuek bebek. Saking sebelnya ... kadang kepikiran tuh jitakin palaknya, biar tau rasa hahaha ...
ReplyDeleteCuek bisa gara-gara bego ato egois ato emang gak mau tau.
ReplyDeleteSoal tanya alamat itu, coba deh yg nanya itu cantik dan bahenol... doooo langsung dilayani dengan keramah-tamahan yg berlebihan. Huahahaha... :D
Amey: Hahaha ... jadi kesimpulan paling enak di kampung yah. Jadi kangen balik PWT oeiiiiiii :)
ReplyDeleteWina: waduhhh ... sabar ... sabar Win. Jangan asal main bakar saja hahaha ... Gimana kabar Zaki? Banyak berdoa yah ;)
Rudy: HAHAHAHa ... sekali2 perlu tuh jitakin kepalanya. Itung2 shock therapy ;)
Since: gitu yah. Tapi kayaknya sih kebanyakan bukan bego, tapi emang egois xixixixi *senangnya hendri main hakim sendiri* Iya tuh ... wanita selalu punya senjata plus ... untuk meluluhkan hati seorang pria ... *ceileeee *
Iya tu, banyak bener orang yg cuek kaya gitu, paling sebel saya sama orang yang kaya gitu. Satu lagi, sama orang yg ga tahu diri / ga tahu malu...
ReplyDeleteMisal, kita lagi tanya2 hasil tes sama ahli farmasi, nah, etikanya orang yg dateng setelah kita kan ngantri di belakang kita kan?? Eh, ni orang engga, dia dengan seenaknya memotong pembicaraan dan nanya2 ke ahli farmasi itu, TANPA RASA BERSALAH. Waktu ditegur: "Kan cuma bentar, lagian, saya udah duluan disini, cuma tadi lupa aja nanya2...". Dijawab deh: "Salah sendiri Anda LUPA, itu kan kesalahan Anda".
Beberapa saat kemudian, orang itu diem. Trus ada orang lain datang, dan dia NGANTRI, bahkan ga ribut apa2. Trus waktu pulang, yg merasa terganggu bilang: "Seharusnya kan begini"
>> cerita adalah kejadian nyata... :D
waa, kepotong:
ReplyDeleteterjadinya di Jogja loh, kebetulan mamaku jadi orang yg terganggu itu. Sebel banget dia jadinya sama si orang cuek dan gatau etika itu... :D
Sejak tinggal disini, aku pengennya org2 lebih cuek. Cuek kata yg luas, dan cuek yg kumaksud disini, minding his/her own business. ku acungin jempol kalo memang perhatiannya tuh murni peduli terhadap sesama, tapi yg disini, kebanyakan bukan tulus peduli, hanya pada suka mencampuri urusan org huhuhuhu
ReplyDeleteHen, itulah salah 1 alasan yang bikin aku cinta banget ama Bali en gak cocok tinggal di Jakarta. Aku juga cinta ama Yogya tapi gak bisa tinggal di sana coz dah ada si Khun & si Lenny...qiqiqi...
ReplyDeletewaduh... itu sih bukan cuek Hen, tapi gak ada otaknya. hahaha...
ReplyDeletetdi gue kirain dia beol disamping gerobak sakingh cueknya hahahahaah
ReplyDeleteitu mah bukan cuwek, tapi gak punya otak
ReplyDeleteZilko: hehehe ... rupanya di jogja ada orang cuek juga rupanya. Sebel khan kalo gitu, makanya jadi cermin bagi kita juga untuk tidak suka bersikap cuek juga ;)
ReplyDeleteMissAmethyst: So ... batas antara memperhatikan orang dengan mencampuri urusan orang sangat tipis dong yah. Hmmm ... perlu sikap bijak neh untuk bersikap. Jangan terlalu cuek, jangan pula terlalu 'akrab' :)
Yenny: Emang di Bali tidak ada orang cuek? Mau dong boyongan ke sono :) Emang ada apa kalo tinggal sekota dengan Khun dan Lenny???
Dewi: HAHAHA ... otaknya mah ada, cuma tidak pernah digunakan. Jadi ingat jokes kenapa harga otak orang indo paling mahal ... gara2 tidak pernah digunakan :) :)) :)))
Meli: Astaga ... kok pikirnya sampai beol segala. Ato jangan2 dia lagi tahan beol yah, makanya diam aja kayak orang bengong xixixi ...
Dian: Hehehe ... di Amrik gimana tuh? Tingkat kecuekannya ama indo siapa yang lebih parah :)
Ketemu orang cuek? Amit2 dehhhh ... mending jauh-jauh dripada dekat2 dengan orang gituan. resehhh abizzzz
ReplyDeleteitu sich bukannya cuek tapi egois.Lagian jaman sekarang dimanapun semua orang cenderung seperti itu..
ReplyDeleteHen, kamu ngga mo nanya aku, pasti ta' tunjukin dengan detil kalo perlu ta' anter sampean. Hehe
ReplyDeleteemang menyebalkan, orang yang ga punya otak... tiap hari gua diadepin ama yang gituan... kalo gak kontrol emosi... waah bisa dijitakin satu2 tuh pake helm full-face gua :D
ReplyDeleteAnonym: hahaha ... jadi say no to cuek yah ;)
ReplyDeleteNata: Gitu yah. Jadi karena egois dianya jadi cuek yah. Hmm ... perlu dibasmi tuh penyakit ;)
Fransisca: Hahaha ... beneran neh mau anterin aku sampai tujuan. Besok2 ah, kalo mau tanya jalan. U jadi prioritas pertamaku untuk ditanyai :)
Xu: HAHAHA ... sering ketemu orang gituan toh. Tapi mereka berguna juga loh untuk kita2 ... melatih kesabaran :))
di sini melatih kesabaran di toko cina..ampun, beneran kalo gak sabar rasanya dah mo digeplak aja! tapi gimana..harga barangnya muraaaaahh..hihihihi
ReplyDeleteSherlly: Hahaha ... jadi demi harga murah, menghadapi orang cuek masalah kesekian yah ;) Setujuuuuuuuuuu
ReplyDeleteLok misal cowo kita yg cuek gmana d0nk, . .
ReplyDelete