Skip to main content

The 666 of Me Part 1: Sedih

Aku mendapat PR dari Zilko, yaitu menceritakan 6 momen yang membuat aku bersedih dan 6 momen yang membuat aku bergembira. Namun bukan Hendri namanya kalo tidak iseng. Karena masih dalam suasana 'serem' yang dikait-kaitkan dengan angkat keramat, 666, maka aku mencoba untuk menulis sekuel tentang 'the 666 of me'. Bagian pertama yang ingin aku kupas secara tuntas adalah tentang sesuatu yang sebenarnya sangat aku hindari, karena sangat tidak menyenangkan untuk mengingat dan membahasnya. Namun karena mendapat sebuah PR yang merupakan kehormatan tersendiri karena itu berarti aku masih diingat orang, maka aku akan mencoba menceritakannya.

Kata orang pintar, sedih hanyalah sebuah perasaan yang normal dan lazim dialami oleh manusia. Dia hanyalah secuil emosi dari seabrek emosi yang ada dan mungkin terjadi dalam hidup ini. Sedih merupakan sebuah variasi dalam perjalanan bahtera kehidupan yang membuat hidup ini menjadi lebih ramai dan heboh. Tentu tidak seru dan akan sangat membosankan apabila perasaan sedih ini dicabut dalam hidup ini. Akan menjadi kehidupan yang monoton kalau perasaan sedih dihilangkan selamanya dalam perjalanan hidup ini. Makanya, bersyukurlah kalau kita masih dikarunia perasaan ini. Jangan menghindarinya, apalagi melawannya. Tetapi berusahalah untuk berdamai dengannya, karena tidak mungkin kita pungkiri itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup kita.

Tanda-tanda orang bersedih sangat jelas kelihatan. Dari tampilan fisik, akan terlihat bahwa orang yang sedang bersedih itu menjadi murung, banyak diam, tidak bergairah, gerakan menjadi lamban, suka menyendiri, dan banyak lagi ekspresi tidak mengenakan sebagai tanda bahwa seseorang sedang berduka. Dari luapan emosi, orang yang sedih akan cepat tersinggung, suka meledak, mudah tersentuh, dan yang paling jelas kelihatan: gampang menangis. Apakah benar begitu?

Oeiii ... cukup sudah teorinya. Kapan mau cerita 6 momen yang membuat seorang Hendri bersedih???

PERPISAHAN. Itulah momen yang membuat aku bersedih. Masih teringat kala itu, saat aku masih SD di kota kelahiranku, aku mempunyai sobat, teman satu kelas yang sangat akrab denganku. Di mana ada Hendri, di situ ada dia. Begitulah komentar teman-teman melihat kedekatan kami. Banyak hal yang kami lakukan dan alami bersama. Mulai dari makan bakso di kantin sekolah hingga bareng mencoba bolos sekolah. Sebuah persahabatan yang indah dan tetap aku kenang hingga hari ini.

Namun sebuah ungkapan darinya membuat aku terhenyak: aku akan pindah ke Jakarta. Apakah artinya itu? Sebagai seorang bocah yang masih belum memahami sepenuhnya dinamika kehidupan, serta anak kecil belum mengerti sepenuhnya akan realita hidup ini, hanya bisa terdiam saja. Apakah aku bersedih? Bohong kalau aku ngomong tidak. Namun aku masih belum mengerti sepenuhnya apa makna kesedihan itu. Tapi yang jelas ada sebuah perasaan mendesak di dada ini bahwa akan ada sesuatu yang salah dengan perasaan ini. Namun, aku belumlah mengerti sepenuhnya.

Hingga saat kepergiannya, aku hanya bisa menatap langit, dengan harapan polos seorang bocah, semoga aku bisa melihat pesawatnya lewat dan aku akan melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan. Namun ... harapan hanyalah sebuah harapan. Aku hanya bisa menatap luas, kosong, serta birunya langit yang tiada terbatas ...

Masih PERPISAHAN. Itulah momen ke-2 yang membuat aku bersedih. Saat itu aku sudah beranjak remaja, ato tepatnya pemuda. Lulus SMA, aku diminta orang tuaku untuk melanjutkan kuliah ke sebuah kota yang sama sekali tidak pernah aku bayangkan: Jogjakarta. Awalnya aku senang saja. Bisa melanglang buana, meninggalkan pulau Kalimantan, dan memulai hidup baru sebagai seorang perantau di Pulau Jawa. Segala persiapan dengan antusias aku selesaikan. Dan waktu yang ada bersama keluarga, benar-benar aku manfaatkan dengan baik untuk sebuah kebersamaan.

Berulang aku ditanya, apakah sudah siap berangkat, aku selalu menjawab siap. Dan berulang kali juga aku menanyakan, apakah orangtuaku rela dan siap juga melepaskan aku untuk pergi, dan jawaban yang selalu aku terima: siap. Jadi, aku pikir tidak masalah.

Beberapa jam menjelang keberangkatanku, barulah aku melihat ada ketidak beresan dalam permainan emosi ini. Jadwal bis yang menjemputku ke bandara adalah tepat tengah hari alias jam 12. Dari pagi aku melihat aktivitas anggota keluargaku masih normal. Papa dan mama berangkat ke toko, aku sempat nyusul juga sampai jelang siang, dan sekitar jam 10-an aku pulang dulu untuk mempersiapkan diri. Jam 11, aku lagi menunggu di rumah seraya menunggu mamaku pulang.

Dan ... aku benar-benar bersedih melihat kedatangan mamaku. Belum pernah aku melihat dia datang dengan cara seperti itu. Isak tangis yang tertahankan sejak dia memasuki rumah memberikan kesadaran baru kepadaku tentang sakitnya sebuah perpisahan.

Aku hanya bisa terdiam, terpaku tak tahu harus berbuat apa. Gelisah menyelumuti diriku, suasana menjadi begitu dingin dan kaku. Aku tidak berani melihat mata mamaku, karena aku tahu seandainya aku melihatnya, air mataku pasti akan turun juga. Tapi aku tahu, aku tidak boleh membiarkan suasana seperti itu berlalu hingga aku berangkat. Akhirnya dengan berat hati, aku mencoba memberikan sebuah penghiburan: ini khan hanya perpisahan sementara. Aku tidak kemana-mana kok, hanya pergi sebentar untuk kuliah. Aku pasti kembali ...

Yah ... ketegaran mungkin terlihat dari raut muka dan tampilan fisikku. Namun kegetiran suaraku tidak bisa membunyikan kesedihanku. Walaupun berusaha tersenyum, tapi hatiku menangis. Sangat-sangat deras ... hingga saat aku di bis, aku tumpahkan semua kesedihanku, tidak mempedulikan sopir di sebelahku yang mungkin heran, tapi mungkin juga memaklumi akan sikapku. Sedih??? Begitulah ...

PERPISAHAN lagi. Itulah jawabanku saat ditanya momen ke-3 yang membuat aku sedih. Aku pernah menyingung sekilas kisahku ini dalam posting sebelumnya, yaitu perpisahan dengan pacar pertamaku alias putus cinta untuk pertama kalinya. Aku sedih kalau harus menghadirkan kembali kisah ini dalam memoriku. Dan aku benci untuk mengingatnya kembali.

Sekedar kilas balik, kita jadian dan resmi menjalin kisah kasih tepat pada hari kasih sayang di tahun 1993. Waktu itu aku kelas 2 SMA dan dia kelas 2 SMP. Tahun
1994, kita sama-sama lulus. Aku melanjutkan kuliah di Jogjakarta, sedangkan dia melanjutkan SMAnya di Jakarta. Walaupun terpisah jarak ratusan kilometer, hubungan kita tetap jalan seperti biasa, entah itu lewat surat maupun telpon.

Suatu hari di Bulan November 2005, kokoku yang kuliah di Jakarta diwisuda. Wah ... kesempatan nih untuk menjenguk si doi, demikian pikirku saat itu. Makanya, walaupun tugas kuliah begitu banyak saat itu, sengaja aku kebut semampuku dengan harapan aku bisa menikmati liburan yang aku bayangkan akan mengasyikkan.

Manusia berencana, namun yang di Ataslah yang menentukan, demikianlah yang terjadi denganku. Segala bayangan dan impianku hancur seiring waktu berjalan. Segala kegembiraan yang aku pikirkan berubah seketika dengan kesedihan. Endingnya aku pikir semua tahu, kita pisah dan mengakhiri dengan cara seksama dan sesingkat-singkatnya peraduan asmara kita. Apakah sedih? Tentu saja ...

* * *

Jangan pernah berbosan seandainya aku mengatakan hal ke-4 yang membuat aku sedih adalah PERPISAHAN. Kita semua tentu masih ingat dengan jelas peristiwa jatuhnya pesawat Lion di Solo, November 2004. Saat mendengar berita tersebut di televisi, entah kenapa aku seperti tersihir untuk mengikuti segala proses dari penyebab terjadinya bencana tersebut hingga evakuasi para penumpang. Aku tidak tahu apa itu, namun firasatku mengatakan ada 'something wrong' dalam peristiwa tersebut. Namun aku tidak tahu itu apa, dan aku hanya bisa menyimpannya dalam hati.

Besoknya, dengan hati yang masih penasaran aku mengubek-ubek di internet segala hal yang berhubungan dengan peristiwa naas itu. Dari sebuah situs berita, aku membaca dengan pelan-pelan daftar korban, dan ... di situ tertulis sebuah nama yang sangat akrab di telingaku. Ah ... aku pikir salah tulis. Akupun lihat situs yang lain, dan lagi-lagi nama itu ada di list korban. Hatiku berdegub kencang. Aku coba telp rekan-rekan, menanyakan kebenaran berita ini. Jawaban yang aku terima membuat aku lemes, benar dia menjadi salah satu korban.

Ya Tuhan ... bagaimana ini bisa terjadi? Waktu aku kerja di Jogja, setiap hari aku ketemu dengan dia. Walaupun tidak satu divisi dan akrab banget, tapi dia pernah hadir dan mewarnai hidupku. Kami lahir di tahun yang sama, namun harus berpisah dengan dia mendahului aku. Saat itu aku hanya bisa berintrospeksi diri saja.

Hingga beberapa bulan kemudian, dalam milis internal eks-kampusku, beredar sebuah email yang lagi-lagi membuat aku bertanya-tanya, kenapa bisa terjadi begitu? Kakak kelasku yang juga pernah menjadi asistenku, harus menghadap sang Ilahi karena kecelakaan. Waaa ... membaca itu hatiku menjadi tidak karuan. Begitu sakitnya sebuah perpisahan, dan aku harus menghadapinya.

Belum sembuh sepenuhnya, September 2005, saat baru pulang dari gereja aku mendapat sebuah SMS, dan isinya benar-benar membuat aku shock: teman SMP, SMA, dan teman baikku selama aku kuliah di Jogja, meninggal karena kecelakaan. Arghhhhh ... Dalam waktu kurang setahun aku harus kehilangan 3 orang yang pernah menemani hidupku. Jadi apakah salah aku mengatakan perpisahan sebagai sebuah hal yang membuat aku bersedih?

Kembali aku mengatakan PERPISAHAN-lah sebagai momen ke-5 yang membuat aku bersedih. Saat ada seorang rekan kerja yang mengundurkan diri, entah itu karena mau wirausaha sendiri ataupun karena pindah ke perusahaan lain, aku selalu tidak tega menghadiri apa yang namanya pertemuan terakhir aka perpisahan. Kenapa? Karena di sana akan ada kesan, pesan, dan kata-kata terakhir yang sanggup membuat air mataku menetes.

Kelihatan cengeng atau mengada-ada yah? Tapi itulah yang sebenarnya aku alami. Perasaan bagaimana kita harus berpisah dengan rekan yang setiap hari kita temui, entah dalam forum formal maupun non-formal, dan menyadari bahwa keesokan harinya saat lewat di meja kerjanya dia sudah tidak ada di sana lagi, serta tidak ada lagi sapaan dan kicauan dari dia, kehilangan tawanya dia, dan banyak lagi hal-hal kecil yang membuat kita kehilangan, itu membuat aku bersedih.

Dan baru-baru ini, seorang rekan kerjaku, mengundurkan diri dan pindah kerja. Hahhhh ... lagi-lagi kesedihan yang harus aku alami.

Aku yakin teman-teman pasti bisa menebak bahwa momen ke-6 yang membuat aku bersedih adalah PERPISAHAN. Adalah sebuah kesedihan yang mendalam kala beberapa waktu yang lalu karena suatu hal aku sempat kehilangan seorang sahabat. Bagiku, mencari seorang sahabat yang bisa memahami kita, mau menyediakan waktu untuk kita, yang bersedia mendengar kita, yang mau bercerita kepada kita, yang rela memberikan segenap hati dan perhatiannya kepada kita bukanlah segampang membalikkan telapak tangan. Teman boleh datang silih berganti. Musuh juga silakan hadir dan pergi.

Tapi SEORANG SAHABAT SEJATI SANGAT SUSAH DAN BEGITU LANGKA untuk kita temukan.

Terus terang, saat diperhadapkan pada situasi tersebut, aku mengakui hatiku sangat sedih. Serasa teriris silet yang kecil tapi begitu tajam, begitulah sakitnya perasaanku waktu itu. Seperti pukulan telak godam yang menghantam diriku, demikianlah remuknya kegembiraanku kala itu. Suasana yang semula begitu ceria dan ramai, dalam sekejap berganti menjadi begitu kaku, dingin, dan mecekam. Satu persatu bayangan perpisahan yang selama ini selalu menghantuiku seketika hadir menyelimuti diriku. Dan ... aku sangat membenci suasana horor tersebut.

Tapi syukurlah, ketakutanku akan perpisahan tidaklah terjadi. Lewat sejumlah perbincangan dan introspeksi akan persahabatan yang sudah kita jalin selama ini, kita akhirnya mencapai kata sepakat untuk bertekad tidak pernah lagi mengucapkan perpisahan lagi. Dan, saat ini persahabatan kami sudah naik kelas alias tambah erat saja. Harapanku semoga kebersamaan kami benar-benar langeng ...

* * *

Aku tidak tahu di depan perpisahan apa lagi yang akan aku alami yang bisa membuat aku bersedih. Dan aku yakin, itu pasti terjadi dan aku alami selama aku masih hidup. Aku selalu berharap semoga sejumlah pengalaman menyedihkan yang tidak mengenakkan yang berhubungan dengan perpisahan membuat diriku lebih tegar menghadapinya. Namun sejujurnya aku mengatakan bahwa saat itu hatiku masih belum bisa berdamai sepenuhnya dengan perpisahan.

Aku selalu sedih kalau mendengar kata perpisahan. Kalau mau ekstrim aku ingin mengatakan bahwa aku SANGAT MEMBENCI perpisahan. Ada orang pintar pernah mengatakan bahwa segala sesuatu ada waktunya. Ada waktu untuk senang, demikian juga sedih. Ada saatnya tertawa, ada saat untuk menangis. Ada waktu untuk terang, demikian juga gelap. Ada saatnya untuk panas, ada saat juga untuk dingin. Dan ada waktunya untuk BERTEMU, tentu saja ada waktu untuk BERPISAH.

Apakah hanya karena diriku yang terlalu egois, sehingga tidak rela menghadapi perpisahan? Ataukah diriku yang masih belum dewasa, sehingga selalu menghindari perpisahan? Mungkin juga karena diriku yang masih trauma, sehingga belum mampu menerima sepenuhnya akan perpisahan? Aku tidak tahu. Tapi yang jelas, setiap seseorang mengucapkan kata perpisahan kepadaku, selalu aku tegang dan terdiam sebentar.

Kapankah aku mampu menerima sepenuhnya ...

*Sephiaku, sekarang kamu sudah tahu kenapa aku tidak suka kamu mengatakan BYE?

Comments

  1. Anonymous10:38 AM

    Sephia mengerti sekarang..sephia udah tahu sekarang..semoga sephia tidak melakukannya lagi. Karena aku juga tidak suka yang namanya perpisahan.

    Terima kasih untuk semuanya dan kita akan menjadi sahabat yang baik teman yang yang tulus selingkuhan yang bersih dan tentu saja tempat sharing yang tidak pernah penuh untuk diisi.

    Kita sudah mempunyai deal dan semoga tidak ada yang ingkar diantara kita. Biarkan waktu yang kan menjawab semuanya. Sekali berselingkuh tetap berselingkuh..xixixixi

    YOUR SEPHIA

    ReplyDelete
  2. perpisahan berkait dengan dengan kesepian. jaga hati ya bro!

    btw, i offer you my friendship :)

    ReplyDelete
  3. Waa, bener tuh... . Perpisahan emang berat rasanya.... :(

    ReplyDelete
  4. Anonymous1:34 PM

    setiap ada pertemua pasti ada perpisahan hen.. ntah kita siap atau tidak... suatu saat pasti akan terjadi. Dan kita harus bisa melepaskan semua itu...

    Gue tunggu Part 2 nya yah...

    ReplyDelete
  5. Anonymous2:48 PM

    kebersamaan akan lebih terasa jika ada perpisahan .. heuaheaeha ... sok teu ya?

    ReplyDelete
  6. hen..kamu kalo takut perpisahan..gimana kalo kita ga ketemuan aja deh..hahahhaa, kalo berpisahnya smntr dan masih didunia masih ok lah, kalo berpisahnya selamanya-lamanya, sampe pisah surga neraka..wah ngeri deh..

    ReplyDelete
  7. sama, hen...
    meski gue tau ga ada yang kekal di dunia ini, gue benci banget sama yang namanya perpisahan. bikin sedih...

    btw, tidak suka mengatakan bye kepada sephia maksudnya "Ayo kita selingkuh terus!", hen? hehehehee....

    ReplyDelete
  8. sephia om p2 = tivi!!

    =P

    waiting for the happy moments entry!!

    ReplyDelete
  9. Hen, Mujizat pertemuan adalah karena kita harus berpisah,

    makanya ada pepatah : bukan perpisahan yang kutangisi, tapi pertemuan yang kusesali.

    Seringkali pertemuan diawali dengan sebuah bara, dan berakhir dingin dan kaku. Dan yang terkadang memberatkan adalah kita tak tau apa sebabnya ia memutuskan berubah.

    Oleh karena itu,maksimalkanlah pertemuan, sebelum perpisahan datang menjemput.

    Dan ingatlah Tuhan telah mengatur segala sesuatu indah pada waktunya. Ketika kehilangan itu tiba, Tuhan segera menyiapkan penggantinya di kejauhan.

    ReplyDelete
  10. wah udah terharu2 bawahnya note buat sephia, rek
    T_T
    eniwei yg namanya perpisahan pasti adalah
    segala sesuatu di bawah kolong langit ini ada waktunya kok

    ReplyDelete
  11. kala ada pertemuan pasti ada perpisahan,dan perpisahan yang paling getir adalah saat harus meninggalkan bapak dan emak...dan waktu melihat tetesan air mata emak ...nangis2an gue di dalam mobil :((

    ReplyDelete
  12. Memang setiap perpisahan pasti ada air mata...
    gue mo bilang lu pria berhati lembut :)

    ReplyDelete
  13. Anonymous3:35 PM

    Hen, postingan elo panjang dan berliku liku. Sampe berkunang kunang bacanya. kekeke...

    Btw, dimana mana yg namanya perpisahan itu emang sedih Hen. Gak diragukan lagi deh. Tapi, sementara aja kok sedihnya, lama2 jg ilang ndiri. :)

    ReplyDelete
  14. Perpisahan sudah menjadi satu paket dengan pertemuan. Suka atau tidak, itu juga bagian dari tiap babak perjalanan kita.
    Perpisahan hampir selalu menyedihkan. Tapi ada juga lho perpisahan yang melegakan.
    Ada perpisahan yang menyedihkan, namun kemudian justru kita syukuri.
    Aahh.. hidup...

    ReplyDelete
  15. apa mungkin lebih bagus gak ada PERTEMUAN kali yah,klo juga harus BERPISAH.

    ReplyDelete
  16. masya olloh...kok berpisah terus sih ahhahaahaha sambung lagi aja hihihi

    ReplyDelete
  17. Anonymous2:05 AM

    Your сurrent post has сοnfігmed
    helpful to myself. It’ѕ ѵeгy educatіοnal аnd you're certainly really experienced in this field. You have opened my own sight to be able to varying thoughts about this particular subject along with intriguing, notable and sound written content.
    Feel free to visit my homepage buy klonopin

    ReplyDelete
  18. Anonymous11:22 AM

    The articlе proѵides vегifіеd useful
    tο me. It’s really helpful and you аre obviously νеry expeгiеncеd in thiѕ fіelԁ.
    Υou havе openеd my рersonаl eуes tο numеrous oріnion of this ρartісulaг toρіc together wіth intriguing аnd strong ωritten cοntent.
    My web page :: buy ambien

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Barang Baru

Kira-kira sebulan yang lalu, laptop saya mengalami masalah. Entah karena sudah tua, atau kebanyakan buka program, atau isinya udah penuh, mendadak laptop saya hang. Karena kurang sabar, langsung saja aku matiin dengan paksa. Ketika aku mulai menyalakannya lagi, berhasil ... Namun belum sempat aku klik tombol start, mendadak blue screen error muncul. Awalnya aku pikir itu error normal. Aku pun mematikannya lagi, kemudian restart. Windows menyarankanku memilih Safe Mode, aku pun mengikutinya. Namun, apa yang terjadi, tunggu punya tunggu, nanti detik demi detik, windows yang aku nantikan tidak muncul-muncul. Aku mulai panik ... karena secara pelan mulai terdengar suara berisik yang semakin lama semakin keras. Waduh ... fellingku berbicara kali ini harddisk-ku yang kena. Aku coba tenang, lalu mematikan laptop, dan menunggu sekitar 10 menit. Kembali aku coba nyalain ... dan benar, suara gemerisik harddisk membuatku patah arang ... terbayang sudah data-dataku yang bakalan lenyap [karena suda

Private

Sejak blogger menyempurnakan versi betanya, dari sekian perbaikan dan fitur baru yang diperkenalkan, ada satu fitur baru yang belakangan marak dimanfaatkan oleh para blogger. Fitur tersebut adalah blog readers. Aku yakin teman-teman sudah tahu apa fungsi fitur yang terletak di menu permission ini. Yap ... Fungsinya adalah men-setting blog menjadi private sehingga tidak semua orang berhak dan boleh bersantai di sana, tetapi hanyalah orang-orang pilihan yang di-choose atau di-invite yang bisa masuk dan ngopi di sana. Jadi janganlah heran kalau saja suatu saat Anda meng-klik sebuah blog, yang keluar adalah tulisan "blogger: permission denied; this blog is open for invited readers only", yang artinya Anda tidak diundang dan tidak diperbolehkan untuk mengintip isi blog tersebut. Jangan merasa kecewa, karena pasti ada alasan tertentu mengapa seseorang men-setting blog mereka dari semula open menjadi private. Jangan juga merasa patah hati, karena di balik privatisasi tersebut selalu

Sedang ingin bercinta

Wuihhh ... serem abiz yah judulnya: sedang ingin bercinta ... hahaha. Eit ... jangan berpikir yang macam-macam dulu, meskipun benar Hendri sekarang sedang berpuasa panjang dari aktivitas yang namanya bercinta, bukan berarti ini sebuah proklamir atau deklarasi dari hati terdalam tentang keinginan yang terpendam selama waktu yang sangat panjang. BUKAN .... Semuanya berawal dari suatu malam saat aku tidak bisa tidur karena terlalu capek. Seperti biasa, sebagai pelarian dari ketidakbisatiduranku, remote TV selalu menjadi sasaranku. Setelah aku pencet sana pencet sini, sebuah klip musik dengan alunan lumayan keras menarik perhatianku. Aku perhatikan personil yang nyanyi, oh ... Dewa. Biasanya aku kalau dengar lagu Dewa, entah itu di radio maupun TV, dengan spontan aku langsung memindahkan salurannya karena emang aku kurang menyukai musiknya. Namun entah kenapa, lagu ini kok menyita banget perhatianku, dan tanganku sepertinya dihipnotis untuk tidak macam-macam alias hanya kaku saja tak kuasa