Skip to main content

Belajar Ikhlas

Sebenarnya aku mau menulis kisah di balik musibah banjir yang menimpa kota tercinta, Jakarta, pekan lalu. Tapi setelah dipikir-pikir, tidak jadi ah ... karena pasti sudah banyak blogger yang menulis tentang ini. Takut keburu basi hehehe ... Namun meskipun demikian, postingku kali ini masih ada hubungannya dengan banjir juga. So .... moga-moga tidak terlalu garing yah nih posting ;)

Pertama-tama, puji syukur aku ucapkan, karena rumahku tidak terkena banjir sama sekali. Kebetulan saja lingkunganku letaknya agak tinggi --meskipun rumahku letaknya dekat kali angke-- banjir tidak kunjung datang menyapa kediamanku. Tapi, meskipun tidak kebanjiran, selama beberapa hari tersebut aku juga terpaksa ngungsi loh. Emang kenapa? Dan ngungsi ke mana? Hehehe ... baca di sini yah untuk selengkapnya :)

Tadi pagi aku mampir ke rumah rekanku yang rumahnya ikut jadi korban banjir di salah satu perumahan kota Bekasi. Daerahnya sebenarnya bukan langganan banjir, karena menurutnya waktu banjir besar yang terjadi di tahun 2002, kompleksnya aman-aman saja. Namun banjir 2007 memang luar biasa yah. Banyak daerah yang sebelumnya tidak pernah tergenang, tahu-tahu ikut kelelep juga.

Saat menginjakkan kaki ke rumah rekanku itu, terlihat gantungan di mana-mana. Buku pelajaran anak, boneka-boneka yang sudah dicuci bersih, tas-tas yang masih bisa diselamatkan, dan beberapa benda lainnya digantung begitu saja seperti memeriahkan suasana saja. Sedangkan di halaman, terlihat gelaran kasur dan beberapa perabot dari kayu yang lapuk karena kerendam.

Tidak mau berlama-lama, aku pun melangkah masuk ke dalam rumah. Segera sapaan hangat dari nyonya rumah menceritakan detail apa yang terjadi. Meskipun banjir yang menggenangi rumahnya "cuma" setinggi paha orang dewasa, tapi menurut sang empunya rumah, diperlukan waktu beberapa hari untuk membereskan dan membersihkannya dari kubangan air kotor dan endapan lumpur. Aku jadi berpikir, bagaimana nasib mereka-mereka yang rumahnya kerendam abiz alias sampai atap gitu ... pasti diperlukan waktu lebih lama lagi untuk membereskannya :(

Aku pun dibawa keliling rumah untuk melihat situasi. Secara kasat mata sih, memang kondisi rumah terlihat sudah rapi. Sofa dan meja sudah pada tempatnya. Perabotan yang selamat juga sudah tertata rapi. Alat-alat elektronik sebagian sudah berfungsi. Tapi kalau kita jeli melihat, tetap saja ada beberapa bagian yang tidak bisa disembunyikan yang mengatakan bahwa 'dia' pernah kerendam sama banjir. Seperti bagian bawah lemari yang agak melar serta garis bekas yang ditinggalkan di dinding.

Setelah lihat-lihat, aku pun mampir di ruang kerja sekaligus perpustakaan rekanku. Terlihat tumpukan buku berserakan di lantai dan meja. Katanya sih belum sempat dibereskan, karena prioritas pemberesan mereka perabot rumah tangga terlebih dulu. Iseng akupun korek-korek tumpukan tersebut. Tahu apa yang terjadi? Banyak dari mereka yang hancur ... dan karena belum sempat 'disentuh', bau sedikit menyengat segera menyebar. Aku alihkan mata ke rak buku bagian paling bawah ... astaga, semua buku di deretan itu basahhhh abiz.

Aku pun singsingkan lengan, dan segera aku angkut buku-buku basah tersebut ke halaman depan. Kerja baktilah kita berdua. Tidak peduli tangan jadi kotor dan lengket karena lem buku yang menggumpal, tujuan kita secepat mungkin buku-buku tersebut di-evakuasi. Jangan bayangkan mudah loh, mengangkat buku-buku basah. Karena ada serapan air, jadinya berat buku bertambah menjadi 1 1/2-nya. Alhasil ... kita berdua ngos-ngosan dan keringatan juga. Lumayanlah ... itung-itung olahraga hehehe ...

Setelah semua buku diboyong, aku pun lihat judul-judulnya. Emang sayang ... banyak buku-buku bagus yang jadinya rusak. Waktu aku ngomong: sayang yah rusak semua ... dia menjawabku dengan sebuah statemen yang tidak pernah terlintas di benakku selama ini. Apakah itu? Yap ... sebuah kalimat pendek: BELAJAR IKHLAS.

Belajar ikhlas merelakan untuk membuang semua hal yang rusak. Belajar ikhlas untuk menyingkirkan benda-benda yang hancur. Belajar ikhlas untuk menghibahkan ke pemulung yang membutuhkan. Belajar ikhlas untuk tidak berpikir sayang kala sesuatu memang sudah saatnya dibuang. Dan belajar ikhlas untuk merasakan arti kehilangan.

Ikhlas bukan hanya berbicara tentang kehilangan barang atau benda, tapi juga berbicara tentang perasaan. Berhati ikhlas artinya mengkilapkan hati suci dalam mengulurkan tangan dalam memberikan bantuan. Berhati ikhlas berarti meningkatkan ketulusan dalam melayani sesama. Berhati ikhlas juga berarti memupuk kejujuran dalam berkata dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Berhati ikhlas dapat dimaknai juga sebagai merelakan diri kita dalam menceburkan diri secara total dalam bertindak.

* * *

Susah ndak sih bertindak ikhlas itu? Kayaknya rada-rada yah. Beberapa waktu lalu aku pernah baca sebuah sebuah perumpamaan tentang bertindak ikhlas. Apakah itu?

Bayangkanlah kita sedang kebelet pengen pipis. Nah, saat tiba di closet, setelah buka ini buka itu ... apa yang kita lakukan? Hehehehe ... jangan berpikir jorok oeiii, karena posting ini masih dilabeli SU alias Semua Usia :). Perasaan lega dan puas setelah menuangkan semua isi kantong kemih kita, itulah dinamakan ikhlas. Jadi kalau kita bertindak ikhlas, kita tidak pernah memperhitungkan untung-rugi lagi. Yang ada adalah bagaimana 'semua' yang ada dalam diri kita dikeluarkan secara tuntas dan maksimal.

Pernah ndak kebayang, jika saat dalam kondisi kebelet pipis, waktu mengeluarkannya kita perhitungan sambil menahan-nahan. "Waduh ... udah berapa cc yah yang udah aku keluarkan." Atau "waduh ... udah setara belum yang dikeluarkan dengan yang aku konsumsi hari ini." Atau "Ah ... udah cukup sekian deh yang aku keluarkan ... sisanya ntar aja ...".

Kalau kita pernah begitu, dijamin deh diri kita sendiri yang rugi. Tahu-tahu malah kena infeksi kantong kemih hehe ... So, demikian kali yah kalau kita mau bertindak ikhlas, janganlah pernah untuk menahan-nahan dan perhitungan, meskipun kadang kelihatannya rugi atau dibilangin bodoh atau dikatain dungu ataupun hasil yang kita dapatkan tidak setimpal dengan yang kita lakukan.

Kalau begitu, bagaimana dong? Hmm ... kayaknya nasehat pendek ini perlu untuk diungkapkan, yaitu tanamkanlah paradigma baru di benak kita: balasan yang selayaknya pasti kita terima asalkan kita melakukannya dengan ikhlas :) Setuju???

Comments

  1. hahaha, klo terapi pengobatan yg pake air kencing itu gimana dong?? He3... :) Habis dikeluarin tetep aja dikonsumsi lg... :D

    Memang susah juga ya untuk ikhlas, apalagi klo kita bener2 sayang sama barang (atau mungkin "orang"?) nya. Tapi lama kelamaan pasti bakalan get over deh... .

    Moral of the story: janga naro buku di bawah, he3... :) Ntar kebanjiran basah dan rusak deh

    ReplyDelete
  2. Hen, aku baca Marvel sakit, duhhh sedihnya... moga cepet pulih ya Hen ...

    ReplyDelete
  3. Loh, Marvel sakit apa? moga cepet sembuh ya...

    soal ikhlas, kadang susah mendefinisikannya; apa aku harus ikhlaskan kalo aku difitnah temen sampe namaku jadi jelek.
    walo aku bilang tiap hari pada diriku sendiri, maafkan dan lupakan.... tapi toh aku lakukan dengan setengah ikhlas, karena aku bisa maafkan dan lupakan dengan syarat aku endak mau berteman lagi dengan orang yang merugikan aku itu.
    hayah...panjang nih komen kek postingan.
    aku ikhlas cerita pribadi ini ama kamu biar lega, hehehe....

    ReplyDelete
  4. Setuju ama Zilko,
    Moral of the story: janga naro buku di bawah. Ntar kebanjiran basah dan rusak deh. :D

    Kadang dibutuhkan juga iklas untuk tidak iklas, Hen. Nah lho.. bingunk kan? Gw yg nulis ndiri juga bingunk. Iklas untuk bingunk :D

    ReplyDelete
  5. hihihi jadi bingung neh pegangan aha :D
    jadi kencing=ikhlas ?wuahahah ngacirrr

    ReplyDelete
  6. kucingku sakit gara2x nahan kencing

    ReplyDelete
  7. Zilko: Wahhh ... kalo terapi pipis itu, kayaknya harus estra belajar ikhlas neh hahaha ... moral terbaiknya mungkin ini: jangan naruh barang2 apapun di bawah ;)

    Yenny: Thanks ... Marv udah pulih kok, sekarang udah kembali ke habit aslinya: cerewet dan nakal ;)

    Tiwi: Sakitnya radang tenggorokan ama campak. Tapi syukurlah udah sembuh. So ... itu pengalaman ikhlas pribadi yah ;) Ngomong2 siapa itu hehehe ...

    Since: Hehehe ... jadi kita harus belajar ikhlas untuk tidak ikhlas mengikhlaskan sesuatu yang sebenarnya tidak kita ikhlaskan. Tambah mumet yah hahaha ...

    Meli: Hahaha ... makanya sering2 pipis, biar jadi manusia ikhlas ;)

    Dian: HAHAHAHA ... bisa2nya nahan pipis. Jangan2 kamu lakban yah, makanya ndak bisa pipis :))

    ReplyDelete
  8. Anonymous12:17 PM

    Hen.. rumahku di bekasi jg kebanjiran..hiks..hiks.
    tp di kost sih aman..:)

    ReplyDelete
  9. Anonymous1:40 PM

    Tempatku juga tidak kebanjiran. Syukur banget. Udah cembuh marvel kecil?

    ReplyDelete
  10. Anonymous11:43 AM

    Hahaha ... teori kencing. Keren ommm ... Emang hidup ikhlas itu tidak mudah, perlu perjuangan. Kadang kondisilah yang memaksa kita untuk berikhlas, contohnya yah kasus teman om ituuuu.

    ReplyDelete
  11. Bunga: kebanjiran juga di rumah? Tapi ndak dalam khan? Yang penting u aman2 di kost deh ;)

    Rudy: Udah ... sekarang sudah kembali ke habit aslinya: cecowetan hehehe ... tahu khan maksudnya cecowetan :)

    Anony: Iya ... sedihnya kenapa yah kadang harus dipaksa keadaan. Mbok sekali2 sadar atas kemauan sendiri gitu loh ...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pamali

Sedang membantu menyapu rumah. Saat sapuan mendekat pintu depan, istri langsung ambil alih sapu kemudian balikkan arah sapuan ke dalam rumah. Aku : Lho, ngapain sapu ke dalam? Istri : Kalau malam-malam sapu gak boleh ke depan. Ntar rejekinya ikut kesapu ...' * * * Aku percaya, mayoritas teman yang membaca kisah singat di atas akan tertawa -paling tidak tersenyum- sambil mengaku pernah menjadi 'korban' nasehat serupa. Paling tidak begitulah pengakuan sebagian temanku waktu aku melontarkan hal ini sebagai status. Nasehat yang terkenal ampuh untuk membuat kita 'diam' dan 'taat' waktu kecil karena di dalamnya terdapat unsur dan maksud untuk menakut-nakuti. Belakangan setelah kita dewasa kita mengenalnya sebagai nasehat pamali, yang kalau kita analisa dengan nalar ada maksud logis di balik nasehat tersebut. Sebagai contoh. Nasehat yang mengatakan kita tidak boleh menyapu keluar di malam hari karena rejeki akan keluar juga. Kemungkinan maksud nasehat ini dilatarbe...

Belajar Berenang Saat Kepala 3? Its Possible!

Salah satu hal yang mungkin tidak banyak orang tahu tentang aku adalah aku baru bisa berenang saat usiaku menginjak kepala 3. Ups ... aku baru saja membeberkan satu rahasia tentang diriku hehehe. Meskipun aku lahir dan besar di kampung yang notebene banyak airnya (baca: sungai), aku tidak bisa berenang. Dan ketidakbisaanku ini aku pelihara sampai desawa. Lantas, bagaimana ceritanya akhirnya aku bisa berenang? Sederhana saja. Semuanya berawal saat anak pertamaku menginjak usia Balita. Layaknya kesukaan para bocah, mereka selalu punya ketertarikan yang besar akan air yang menggenang (baca: kolam renang). Awalnya aku tidak terusik dengan nir-dayaku berenang saat menemani anakku ke kolam renang. Aku masih bisa menikmati ikut nyemplung di kolam anak-anak sambil menggendong dan menemani anaku di sana. Tetapi lama-lama, ketika anakku mulai bosan di habitatnya dan pengen terjun ke kolam orang dewasa, aku baru sadar. Ditambah dengan perasaan 'orang lain melihat' (kegeerank...

Introvert yang Memberontak

"Hen, kamu pilih mana. Lembur sampai jam 11 malam atau pergi meeting dengan klien?" Seandainya pertanyaan di atas dilontarkan 8 tahun yang lalu, saya pasti memilih untuk lembur. Tetapi kalau dilontarkan detik ini juga, dengan mantap saya akan memilih meeting dengan klien. Kenapa bisa begitu? Aku adalah seorang introvert yang cenderung ekstrim. Jejak hidupku menceritakan hal tersebut. Waktu SMA aku mengambil jurusan A1 (Fisika) yang notebene banyak hitungan. Masuk kuliah, aku ambil komputer. Pekerjaan pertama? Tidak jauh-jauh. Dengan alasan idealis, aku menekuni pekerjaan yang berhubungan dengan komputer seperti programming, system, trouble shooter, dll. Bisa dikatakan, aku sangat menikmati percumbuanku dengan 'mesin'. Keseharianku juga mengisahkan hal yang sama. Aku lebih suka mengurung diri di kamar dari pada berha-hi-ha-hi dengan banyak orang. Ketika diajak untuk ikut kegiatan-kegiatan yang mengharuskan aku berinteraksi dengan banyak orang, aku cen...