Skip to main content

Kalah Sama Anak Kecil? NO WAY!

Cerita 1:
Kejadian ini terjadi saat saya berusia 17 tahun, waktu saya masih SMA. Ayah saya adalah tipe orangtua yang sangat keras dalam hal disiplin. Akibatnya saya hidup dalam aturan yang sangat ketat. Salah satu aturan yang berlaku dan harus diikuti adalah setiap kali sekolah bubar, saya harus langsung pulang, tidak boleh mampir kemana-mana. Bisa bayangkan betapa tidak meyenangkan hidup dalam aturan seperti itu. Jadi saya rada cemburu degan teman-teman saya yang punya keleluasaan untuk bersenang-senang.

Suatu hari, selesai sekolah saya digoda teman-teman saya untuk jalan-jalan ke pantai. Karena penasaran dan gerah diolok-olok sama teman --selama ini diajak gak pernah mau, tepatnya berani--, saya pun mengiyakan. Dan akibatnya bisa ditebak. Sesampai saya di rumah, saya sudah ditunggu ayah saya, dan saya dimarahi habis-habisan. Entah kenapa saat itu saya punya keberanian membantah. Saya pun bertanya, apa yang harus saya lakukan supaya saya bisa menikmati masa remaja saya seperti teman-teman yang lain. Mendapat pertanyaan seperti itu, ayah saya pun mengajukan syarat: saya boleh kalau nilai ulangan saya di atas 90. Mendapat tanntagan sepeeri itu, saya pun menyanggupi. Kami deal.

Sejak peristiwa hari itu, saya pun mati-matian belajar. Hasilnya saat hasil ulangan dibagikan, semua nilai saya di atas 90. Dengan bangga saya tunjukkan ke ayah saya. Sejak saat itu saya bebas menikmati hari-hari bersama teman-teman saya.

Cerita 2:
Anak saya sebentar lagi ulang tahun. Sebagai ayah yang baik tentunya saya ingin memberikan kado yang berharga untuknya. Jadi saya pun bertanya mau dibelikan apa sebagai hadiah ulang tahunnya. Awalnya saya menduga paling dia minta dibeliin sepeda, baju, atau sejenisnya dengan budget terjangkau. Jadi dengan pede saya ajukan pertanyaan terbuka: mau dibelikan apa sebagai kado ulang tahun?

'Saya mau dibelikan ranjang Hello Kitty'. Jleb ... jawaban yang membuat saya shock. Bagaimana tidak? Permintaannya di luar budget. Sambil menahan kaget saya pun mencoba merayunya supaya pilihannya berubah. Tetapi tekadnya sudah bulat, dia mau tetap dibelikan ranjang.

Ok. Sebagai ortu yang berkuasa atas keuangan rumah saya pun mengajukan sebuah syarat. Sengaja saya bikin syarat yang menurut saya tidak akan bisa dipenuhi anak saya, yaitu dia harus posting sesuatu dan mendapatkan 500 jempol di FB. Saya sangat yakin syarat ini akan membuat anak saya patah arang secara berapa banyak sih teman FB-nya?

Hari berlalu ... semakin dekat dengan hari ulang tahun anak saya. Dan tidak ada tanda-tanda anak saya berhasil mendapatkan 500 jempol seperti yang disyaratkan. Sampai satu hari sebelum dia ulang tahun, terpostinglah sebuah foto di FB saya. Posting yang membuat saya shock katerna dia berhasil.

Mau tahu bagaimana caranya dia menaklukkan tantangan saya?

Yup. Anak saya memposting foto dirinya memegang sebuah kertas dengan sejumlah kalimat yang brilian:

Minggu tanggal 9 besok ulang tahunku. Kata Papa kalau dapat:
* 500 likes mau dikasih kado ranjang helo kiti.
* 300 likes = meja belajar
* 200 likes = kursinya saja
* kurang dari 100 likes cuma dapat momogi

Nah, foto tersebut rupanya meyebar dan dishare banyak orang. Pas saya lihat, jumlah jempolnya mencapai 1,315. Oh Tuhan, saya kalah cerdas rupanya. Untuk memenuhi janji, saya pun membelikan ranjang impian anak saya.

Cerita 3:
'Dad, beliin saya tab dong. Masa teman-teman saya banyak yang audah punya tapi saya belum?'
'Gak usah ...'

'Ayolah Dad. Beliin tab ..'
'Gakkk ...'

'Beliinnn ...'
'Ya udah. Daddy beliin dengan syarat rata-rata nilai ulangan akhir semestermu di atas 95.'

'Beneran ya Dad ...'
'Iya. Bener ...'

Tiga bulan kemudian, sang daddy baru pulang dari kantor. Anaknya pun mendekati dengan menyerahkan setumpuk kertas.

'Apa ini?'
'Hasil ulangan akhir semester saya.'

'Hmmm .. bagus ..' (sambil scan sekilas nilainya ...)
'Dihitung dong ...'

'Hitung apanya?'
'Nilainya. Rata-ratanya berapa ...'

Sang daddy pun buka aplikasi kalkulator. Mulai menghitung. 87+92+100+100+100+98+95+93+99 = 864/9 = 96

'Horeeeee .... tabbbbb!' Teriak girang sang anak. Sedangkan si daddy hanya senyum kecut sekaligus bangga ...

* * *

Hati-hati kalau anak kecil sudah bertekad. Sekali mereka mantap dengan sesuatu yang mereka incar, mereka akan  habis-habisan membuat hal itu terjadi. Ketiga kisah di atas menjadi bukti.

Kisah pertama adalah kisah yang aku rangkum dari cerita salah satu peserta training saya. Kisah ini muncul para peserta training mendapat tugas menceritakan satu pengalaman di bawah 18 tahun yang berkesan dan memberikan pelajaran berharga. Dari sekian cerita menarik, kisah ibu ini paling nyantol di pikiran saya.

Kisah kedua saya baca dari cerita seorang di rubrik kompasiana. Saya mencoba merangkum cerita bung Arham Kendari (@arhamkendari) yang mengisahkan pengalamannya bertaruh dengan anaknya. Dalam tulisannya bung Arham juga menyertakan beberapa gambar sebagai evidence.

Sedangkan kisah ketiga adalah pengalamanku langsung, di mana saya yang awalnya asal-asalan menjawab dan mengajukan syarat yang menurutku kemungkinan tercapainya kecil. Tapi anakku rupanya melakukannya.

Apa benang merah yang bisa kita petik dari 3 kisah di atas? Yup ... belajarlah dari anak kecil yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Ke-3 kisah di atas ingin mengatakan bahwa sekali anak-anak diberikan janji --terutama dari orang yang memiliki otoritas tinggi dan langsung-- mereka akan dan sangat mengamininya. Sebagai akibatnya mereka akan berjuang habis-habisan untuk mewujudkan keinginan mereka. Rasa percaya diri mereka begitu tinggi, dan satu-satunya hal yang bisa menggugurkan mimpi mereka hanyalah keyakinan mereka sendiri.

Hal ini sejalan dengan teori bahwa anak-anak sangat believe dengan keyakinan mereka. Makanya tidak heran kita sering melihat dan membaca cerita anak jatuh babak belur dari meja hanya karena mereka memasang selimut di leher mereka dan percaya mereka adalah Superman yang bisa terbang. Atau tanyakan cita-cita mereka. Saat ini jawabannya bukan lagi sekadar dokter atau pilot, tetapi sudah sangat di luar nalar dan penuh imajinasi.

Aku langsung refleksi, seandainya kita orang dewasa masih memiliki believe seperti anak kecil, pastilah sangat menarik bukan? Target perusahaan akan dilihat sebagai santapan yang siap mereka sikat. Impian untuk memiliki rumah idaman akan dilibas begitu saja. Imajinasi akan rancangan masa depan pasti seindah alur warna pelangi. Namun sayangnya, banyak orang dewasa bertindak sebaliknya. Saat ini kita akan mudah menemukan orang dewasa yang sudah membuang habis mimpi mereka, tidak mampu lagi berimajinasi, dan sampai satu titik tidak berani bermimpi besar lagi.

Banyak faktor yang membuat kondisi seperti itu terjadi. Ada yang mangatakan faktor didikan, lingkungan, sampai ada tudingan pengalaman masa lalu. Ya, mungkin benar. Tetapi dari pada kita melihat kutub negatif, lebih baik kita arahkan fokus kita pada kubu positif bukan? Dan sikap militan anak yang penuh impian dan imajinatif adalah salah satunya.

Satu usulan, kalau kita sudah terjebak dengan kondisi sekarang yang serba pesimis, bangkitlah dan belajarlah dari banyak contoh kehidupan di sekitar kita. Percayalan. Masih banyak orang yang masih memelihara asa dan harapan untuk menjadi lebih baik. Kisah-kisah mereka akan mudah kita temukan kalau kita mau browsing.

Kalau saat ini kita dipercayakan peran seorang pendidik, bisa itu sebagai orangtua atau guru, bantulah anak-anak kita untuk menjaga keyakinan mereka. Jangan sekali-kali mematikan imajinasi mereka. Dukunglah mereka. Sekali kita melakukan bagian  kita, percayalah. Banyak keajaiban yang akan kita lihat. Setuju? Yaksip.

Salam #Proaktif

-Hendri Bun
bun.hendri@gmail.com; @hendribun
http://www.kompasiana.com/hendribun

Comments

Popular posts from this blog

Barang Baru

Kira-kira sebulan yang lalu, laptop saya mengalami masalah. Entah karena sudah tua, atau kebanyakan buka program, atau isinya udah penuh, mendadak laptop saya hang. Karena kurang sabar, langsung saja aku matiin dengan paksa. Ketika aku mulai menyalakannya lagi, berhasil ... Namun belum sempat aku klik tombol start, mendadak blue screen error muncul. Awalnya aku pikir itu error normal. Aku pun mematikannya lagi, kemudian restart. Windows menyarankanku memilih Safe Mode, aku pun mengikutinya. Namun, apa yang terjadi, tunggu punya tunggu, nanti detik demi detik, windows yang aku nantikan tidak muncul-muncul. Aku mulai panik ... karena secara pelan mulai terdengar suara berisik yang semakin lama semakin keras. Waduh ... fellingku berbicara kali ini harddisk-ku yang kena. Aku coba tenang, lalu mematikan laptop, dan menunggu sekitar 10 menit. Kembali aku coba nyalain ... dan benar, suara gemerisik harddisk membuatku patah arang ... terbayang sudah data-dataku yang bakalan lenyap [karena suda

Private

Sejak blogger menyempurnakan versi betanya, dari sekian perbaikan dan fitur baru yang diperkenalkan, ada satu fitur baru yang belakangan marak dimanfaatkan oleh para blogger. Fitur tersebut adalah blog readers. Aku yakin teman-teman sudah tahu apa fungsi fitur yang terletak di menu permission ini. Yap ... Fungsinya adalah men-setting blog menjadi private sehingga tidak semua orang berhak dan boleh bersantai di sana, tetapi hanyalah orang-orang pilihan yang di-choose atau di-invite yang bisa masuk dan ngopi di sana. Jadi janganlah heran kalau saja suatu saat Anda meng-klik sebuah blog, yang keluar adalah tulisan "blogger: permission denied; this blog is open for invited readers only", yang artinya Anda tidak diundang dan tidak diperbolehkan untuk mengintip isi blog tersebut. Jangan merasa kecewa, karena pasti ada alasan tertentu mengapa seseorang men-setting blog mereka dari semula open menjadi private. Jangan juga merasa patah hati, karena di balik privatisasi tersebut selalu

Sedang ingin bercinta

Wuihhh ... serem abiz yah judulnya: sedang ingin bercinta ... hahaha. Eit ... jangan berpikir yang macam-macam dulu, meskipun benar Hendri sekarang sedang berpuasa panjang dari aktivitas yang namanya bercinta, bukan berarti ini sebuah proklamir atau deklarasi dari hati terdalam tentang keinginan yang terpendam selama waktu yang sangat panjang. BUKAN .... Semuanya berawal dari suatu malam saat aku tidak bisa tidur karena terlalu capek. Seperti biasa, sebagai pelarian dari ketidakbisatiduranku, remote TV selalu menjadi sasaranku. Setelah aku pencet sana pencet sini, sebuah klip musik dengan alunan lumayan keras menarik perhatianku. Aku perhatikan personil yang nyanyi, oh ... Dewa. Biasanya aku kalau dengar lagu Dewa, entah itu di radio maupun TV, dengan spontan aku langsung memindahkan salurannya karena emang aku kurang menyukai musiknya. Namun entah kenapa, lagu ini kok menyita banget perhatianku, dan tanganku sepertinya dihipnotis untuk tidak macam-macam alias hanya kaku saja tak kuasa