Skip to main content

500 Game : Dinamika Kelompok, Aktivitas Luar dan Dalam Ruang untuk Membangun dan Membentuk Tim yang Solid


Secara natur (alamiah), manusia adalah mahluk bermain. Begitulah diungkapkan Johan Huizinga dalam bukunya yang berjudul "Homo Ludens" atau "Man the Player" di tahun 1938. Menurutnya, bermain adalah penting dan perlu bagi peradaban manusia.

Untuk membuktikan teorinya, Johan Huizinga mengajak kita melihat pada anak-anak. Sepanjang hari, dari mata mulai melek (terbuka) saat bangun tidur sampai mata terpejam saat tidur, kegiatan dominan yang dilakukan oleh anak-anak adalah bermain. Pada saat hendak atau sedang mandi, mereka menyisipkan kegiatan bermain. Demikian pula saat berpakaian, ada selingan bermain. Saat makan? Ya sambil bermain. Hingga saat ‘pup’ pun sering kali diselingi dengan aktivitas bermain.

Sayangnya natur ini secara perlahan namun pasti, kian terkikis seiring dengan bertambahnya usia seseorang. Jadi, tidak heran bila kita jarang melihat orang dewasa bermain layaknya anak-anak. Beberapa hal yang sering kali diungkapkan sebagai alasan:
- orang dewasa itu harus serius, jadi tidak pantas lagi bermain
- ada rasa malu, risih, enggan, atau takut dikatai sebagai anak kecil
- bermain dianggap sebagai kegiatan yang sia-sia
- dll

Padahal banyak menfaat yang bisa kita peroleh dari aktivitas bermain, misalnya menjalin keakraban dan membangun tim yang solid, sembari melemaskan otot dan merilekskan otak. Selain itu, bermain juga dapat menjadi kesempatan untuk mencari keringat bagi orang dewasa yang jarang berolahraga dan bagi anak-anak masa kini yang hidupnya dikuasai oleh gawai (gadget).

Bermain juga sering kali menjadi salah satu kegiatan penting dalam pertemuan-pertemuan informal, semiformal, atau sejenis acara outbound. Di tengah seminar, pelatihan, atau workshop misalnya. Juga bisa di arisan ibu-ibu PKK, pertemuan RT-RW, tujuh-belasan, sampai acara-acara di sekolah atau kampus. Tujuannya jelas, untuk menghilangkan kebosanan dan kejenuhan serta membangun semangat dan tim agar suasana pertemuan lebih segar, akrab, dan kerjasama kian solid.

Untuk mengupayakan hal tersebut di atas, kendala yang sering timbul adalah miskinnya ide atau variasi permainan. Akibatnya timbul rasa bosan yang berujung pada tidak tercapai tujuan semula. Untuk menjawab kebutuhan itulah buku ini dihadirkan. Dikumpulkan dari berbagai sumber dan pengalaman pribadi sebagai pengelola lembaga pelatihan, sebanyak 505 permainan disajikan di dalam buku ini. Penyusun membaginya menjadi empat bagian besar: perkenalan, energizer, perlombaan, dan leteral.

Harapan atas buku ini sederhana saja, agar bermanfaat untuk memeriahkan suasana, menambah keceriaan, membangkitkan motivasi, memperkuat kerja sama tim, serta meningkatkan jumlah keringat dan menumbuhkan kembali natur kita sebagai manusia makhluk bermain.

Demikian, semoga berkenan.

-Penyusun

Comments

Popular posts from this blog

Introvert yang Memberontak

"Hen, kamu pilih mana. Lembur sampai jam 11 malam atau pergi meeting dengan klien?" Seandainya pertanyaan di atas dilontarkan 8 tahun yang lalu, saya pasti memilih untuk lembur. Tetapi kalau dilontarkan detik ini juga, dengan mantap saya akan memilih meeting dengan klien. Kenapa bisa begitu? Aku adalah seorang introvert yang cenderung ekstrim. Jejak hidupku menceritakan hal tersebut. Waktu SMA aku mengambil jurusan A1 (Fisika) yang notebene banyak hitungan. Masuk kuliah, aku ambil komputer. Pekerjaan pertama? Tidak jauh-jauh. Dengan alasan idealis, aku menekuni pekerjaan yang berhubungan dengan komputer seperti programming, system, trouble shooter, dll. Bisa dikatakan, aku sangat menikmati percumbuanku dengan 'mesin'. Keseharianku juga mengisahkan hal yang sama. Aku lebih suka mengurung diri di kamar dari pada berha-hi-ha-hi dengan banyak orang. Ketika diajak untuk ikut kegiatan-kegiatan yang mengharuskan aku berinteraksi dengan banyak orang, aku cen...

Belajar Berenang Saat Kepala 3? Its Possible!

Salah satu hal yang mungkin tidak banyak orang tahu tentang aku adalah aku baru bisa berenang saat usiaku menginjak kepala 3. Ups ... aku baru saja membeberkan satu rahasia tentang diriku hehehe. Meskipun aku lahir dan besar di kampung yang notebene banyak airnya (baca: sungai), aku tidak bisa berenang. Dan ketidakbisaanku ini aku pelihara sampai desawa. Lantas, bagaimana ceritanya akhirnya aku bisa berenang? Sederhana saja. Semuanya berawal saat anak pertamaku menginjak usia Balita. Layaknya kesukaan para bocah, mereka selalu punya ketertarikan yang besar akan air yang menggenang (baca: kolam renang). Awalnya aku tidak terusik dengan nir-dayaku berenang saat menemani anakku ke kolam renang. Aku masih bisa menikmati ikut nyemplung di kolam anak-anak sambil menggendong dan menemani anaku di sana. Tetapi lama-lama, ketika anakku mulai bosan di habitatnya dan pengen terjun ke kolam orang dewasa, aku baru sadar. Ditambah dengan perasaan 'orang lain melihat' (kegeerank...

Mie Godog Jawa ... Harga Sebuah Ketaatan

Aku ada janji meeting jam 14.00 di Bentara Budaya Palmerah. Jam 12.30, aku jalan dari kantor (Galaxy Bekasi). Tidak ketinggalan aku aktifkan Maps untuk mendapatkan advise jalur yang paling lancar. Maps merekomendasikan tol dalam kota, dan diperkirakan aku tiba di lokasi jam 13.45. Ok. Aku jalan. Kalau aku tiba sesuai waktu yang diperkirakan itu berarti aku akan kehilangan kesempatan untuk lunch. Berpaculah aku dengan waktu. Saat masuk tol Bekasi Barat, Maps merekomendasikan jalur alternatif yang bisa menghemat waktuku sekitar 15 menit. Hmmm ... interesting. Aku lirik jalur yang direkomendasikan. Aku harus keluar di Cawang, kemudian lanjut arteri sampai Pancoran, setelah itu baru nyambung tol lagi di Pancoran. Akal sehatku berkata: itu kan jalur macetttt. Sempat terlintas untuk aku abaikan rekomendasi ini. Apalagi menjelang simpang keluar cawang dan Gate Halim, aku lihat arah Halim lancar. Bimbang dan nimbang. Sepersekian detik, aku putuskan untuk ikut rekomendasi maps. Aku pun kelua...