Skip to main content

Ikan Sapu-Sapu

Salah satu hobiku adalah memelihara ikan. Dari waktu kecil doyan ikan cupang dan ikan ‘amerika’ (mui ket ng) –dipanggil demikian karena ekornya warna warni–, sampai dewasa tetap aja terhipnotis dengan keindahan ikan. Tidak heran, salah satu tempat favorit yang bisa membuat aku betah adalah toko atau tempat menjual ikan, terutama ikan hias. Bahkan pedagang keliling yg sering ditemui di pasar, yang menjual ikan dalam plastik-plastik, pasti aku samperin, sekadar melihat ikan apa yang dijual di sana.

Sejak kecil aku sudah punya piaraan. Waktu SD, ikan cupang adalah koleksiku. Salah satu makanan cupang adalah jentik-jentik. Dan jentik-jentik mudah didapatkan di kali atau got yang kotor dan bau. Semakin kotor, peluang mendapatkan makanan cupang semakin besar. Jadi, karena saking sayang sama ikanku, mungkin tiap hari aku sisihkan waktu untuk keliling telusuri got demi got untuk memenuhi kebutuhan jasmani ikan cupangku.

Beranjak SMP, aku mulai punya akuarium. Peliharaanku? Ikan ekor warna-warni yang kami orang Kalimantan bilang ikan amerika. Ikan ini relatif mudah dipelihara karena makannya tidak aneh-aneh. Cukup taruh rumput air mereka bisa hidup. Jadi ditinggal lama tanpa kasih makan pun mereka tetap hidup. Ikan model ini juga cepat berkembang biak.

Masa kuliah mulai pelihara ikan koki. Beli akuarium model mangkok, ikan koki beli sama abang-abang di pasar. Karena kurang pengalaman dan juga terbatas biaya, tidak beli filter dan oksigen. Jadinya dalam hitungan hari ikanku ngambang hehehe

Hobiku yang satu ini sempat surut pas mulai bekerja. Barulah saat anak pertamaku usia balita, dengan niat menyenangkan dan mengajarinya memiliki hobi, aku mulai hunting ikan hias. Tanya punya tanya, rupanya dekat rumahku, daerah Cengkareng ada pasar ikan hias gedeee. Pas pertama main ke sana, takjub. Gairahku akan ikan hias muncul lagi. Jadi kami pun beli akuarium semi kaca plus aksesoris dan penghuni-penghuninya. Saat pertama airnya jernih. Tapi lama kelamaan kok buram penuh lumut? Coba bersihkan manual, eh malah ngambang semua ikannya. Karena sering kuras air dan angkat sana sini, akuariumnya bocor. Sempat down dan berpikir, gak bakat punya peliharaan ikan hahaha

Saat anak keduaku lahir, semangat untuk pelihara ikan datang lagi. So, supaya tidak melakukan kesalahan yang sama, kali ini aku beli akuarium yg lebih lux. Waktu beli ikan, dibilangin supaya jernih beli juga ikan sapu-sapu. Awalnya aku gak percaya. Tapi berefleksi dari pengalaman, aku coba juga. Dan hasilnya? Bener loh. Sejak pertama beli sampai sekarang, aku gak pernah kuras air. Paling tambah aja. Dan jernih terus airnya sampai sekarang.

***

Ikan sapu-sapu kalau dilihat tidaklah indah. Malah cenderung jelek dan menakutkan. Fungsinya juga tidak menyenangkan. Memakan lumut. Jadi mereka bukan jenis ikan yang dikoleksi dan dilihat orang karena memang gak ada indahnya. Namun sesungguhnya, berkat merekalah ikan-ikan lain kelihatan indah. Bayangkan kalau akuariumnya buram. Pastilah ikan yang di dalamnya seindah apapun tidak terlihat indah karena ketutupan buramnya kaca. Karena jasa ikan sapu-sapulah keindahan itu terlihat.

Kalau dilihat dari fungsinya, makan lumut. Bukankah itu dipandang sebagai pekerjaan jorok dan kotor? Tapi kalau mau disadari, karena pekerjaan ‘rendahan’ merekalah akuarium sebagai tempat tinggal mereka jadi bersih.

Aku coba merenungkan, ikan sapu-sapu bisa diidentikkan dengan peran orang-orang yang kadang kita remehkan. Mereka bisa pembersih ruangan, penyaji minuman, tukang sapu, tukang angkut sampah, satpam, dan profesi-profesi setingkat. Kerap kita yang punya jabatan lebih tinggi memandang rendah mereka. Dan sebagian mungkin menganggap mereka tidak ada. Tapi mereka itu ibarat ikan sapu-sapu. Melakukan hal-hal yang kecil tapi banyak manfaatnya. Bayangkan kalau mereka tidak ada. Ruangan jadi kotor, bau di mana-mana, sampah menumpuk … yang efeknya ‘kaca akuarium’ kita jadi buram.

So, aku mencoba mengubah cara pandangku. Semua pekerjaan dan bagian saling berkontribusi untuk kejernihan dan kebersihan akuarium kita. Setuju?

Comments

Popular posts from this blog

Pamali

Sedang membantu menyapu rumah. Saat sapuan mendekat pintu depan, istri langsung ambil alih sapu kemudian balikkan arah sapuan ke dalam rumah. Aku : Lho, ngapain sapu ke dalam? Istri : Kalau malam-malam sapu gak boleh ke depan. Ntar rejekinya ikut kesapu ...' * * * Aku percaya, mayoritas teman yang membaca kisah singat di atas akan tertawa -paling tidak tersenyum- sambil mengaku pernah menjadi 'korban' nasehat serupa. Paling tidak begitulah pengakuan sebagian temanku waktu aku melontarkan hal ini sebagai status. Nasehat yang terkenal ampuh untuk membuat kita 'diam' dan 'taat' waktu kecil karena di dalamnya terdapat unsur dan maksud untuk menakut-nakuti. Belakangan setelah kita dewasa kita mengenalnya sebagai nasehat pamali, yang kalau kita analisa dengan nalar ada maksud logis di balik nasehat tersebut. Sebagai contoh. Nasehat yang mengatakan kita tidak boleh menyapu keluar di malam hari karena rejeki akan keluar juga. Kemungkinan maksud nasehat ini dilatarbe...

Introvert yang Memberontak

"Hen, kamu pilih mana. Lembur sampai jam 11 malam atau pergi meeting dengan klien?" Seandainya pertanyaan di atas dilontarkan 8 tahun yang lalu, saya pasti memilih untuk lembur. Tetapi kalau dilontarkan detik ini juga, dengan mantap saya akan memilih meeting dengan klien. Kenapa bisa begitu? Aku adalah seorang introvert yang cenderung ekstrim. Jejak hidupku menceritakan hal tersebut. Waktu SMA aku mengambil jurusan A1 (Fisika) yang notebene banyak hitungan. Masuk kuliah, aku ambil komputer. Pekerjaan pertama? Tidak jauh-jauh. Dengan alasan idealis, aku menekuni pekerjaan yang berhubungan dengan komputer seperti programming, system, trouble shooter, dll. Bisa dikatakan, aku sangat menikmati percumbuanku dengan 'mesin'. Keseharianku juga mengisahkan hal yang sama. Aku lebih suka mengurung diri di kamar dari pada berha-hi-ha-hi dengan banyak orang. Ketika diajak untuk ikut kegiatan-kegiatan yang mengharuskan aku berinteraksi dengan banyak orang, aku cen...

Belajar Berenang Saat Kepala 3? Its Possible!

Salah satu hal yang mungkin tidak banyak orang tahu tentang aku adalah aku baru bisa berenang saat usiaku menginjak kepala 3. Ups ... aku baru saja membeberkan satu rahasia tentang diriku hehehe. Meskipun aku lahir dan besar di kampung yang notebene banyak airnya (baca: sungai), aku tidak bisa berenang. Dan ketidakbisaanku ini aku pelihara sampai desawa. Lantas, bagaimana ceritanya akhirnya aku bisa berenang? Sederhana saja. Semuanya berawal saat anak pertamaku menginjak usia Balita. Layaknya kesukaan para bocah, mereka selalu punya ketertarikan yang besar akan air yang menggenang (baca: kolam renang). Awalnya aku tidak terusik dengan nir-dayaku berenang saat menemani anakku ke kolam renang. Aku masih bisa menikmati ikut nyemplung di kolam anak-anak sambil menggendong dan menemani anaku di sana. Tetapi lama-lama, ketika anakku mulai bosan di habitatnya dan pengen terjun ke kolam orang dewasa, aku baru sadar. Ditambah dengan perasaan 'orang lain melihat' (kegeerank...